Kerusakan Lingkungan, Isu Negatif yang Membayangi Pertambangan

Sabtu, 19 Januari 2019 - 20:12 WIB
Kerusakan Lingkungan, Isu Negatif yang Membayangi Pertambangan
Acara Mining for Life (Tambang untuk Kehidupan) di Museum Geologi, Jalan Jenderal Sudirman, Kota Bandung. Foto/SINDOnews/Agus Warsudi
A A A
BANDUNG - Dampak lingkungan dari usaha pertambangan kerap memicu sentimen negatif di masyarakat. Tak pelak, julukan sebagai perusak lingkungan disematkan kepada perusahaan pertambangan.

Badan Pengurus Keragaman Industri Bidang Komunikasi Indonesia Mining Association (IMA) sekaligus ketua panitia acara Mining for Life Riza Pratama mengatakan, para pengusaha telah berupaya melakukan pemulihan melalui reklamasi.

Riza mencontohkan apa yang dilakukan PT Freeport di Timika, Papua. Upaya membenahi lingkungan yang dilakukan Freeport membuahkan hasil maksimal. Kota Timika yang semula hanya dihuni 2.000 orang, kini telah ditinggali lebih 250.000 warga.

"Di Timika, kami melakukan reklamasi sesuai aturan. Ini kami lakukan sebagai bentuk tanggung jawab kepada masyarakat. Jika kami tak melakukannya dengan baik dan benar, tentu pertaruhannya sangat besar, izin kami bisa dicabut oleh pemerintah. Selain itu, bisa berdampak kepada nama baik induk perusahaan kami," kata Riza saat jumpa pers pembukaan acara Mining for Life di Museum Geologi, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Sabtu (19/1/2019).

Riza memgemukakan, acara Mining for Life salah satu tujuannya untuk menjelaskan kepada masyarakat terkait kegiatan pertambangan bagi kehidupan masyarakat. Jadi opini tidak hanya yang bersifat negatif tentang kegiatan tambang.

"Kehidupan tambang selama ini kita harapkan persepsi tidak baik bisa menjadi lebih baik. Memang (kegiatan tambang) ada impactnya, tapi bagaimana kita melakukan reklamasi terhadap tambang ini," ujar Riza.

Ketua Komite Public Relation IMA Anita Avianty mengemukakan, reklamasi perlu dilakukan pascausaha tambang dilakukan. Selama ini, kata dia, usaha reklamasi telah dilakukan oleh para perusahaan tambang.

Proses pemulihan ini, ujar Anita, dilakukan dengan cara mengembalikan kondisi seperti semula terhadap lahan yang digunakan untuk pertambangan.

"Reklamasi bukan dilakukan setelah, akan tetapi paralel. Tanaman yang ditanam sebelumnya dikembalikan. Jadi harus memastikan flora dan fauna yang sama," ujar Anita.

Deputi Direktur Eksekutif IMA Djoko Widjatno Soewanto menambahkan, reklamasi oleh perusahaan-perusahaan tambang telah dikerjakan. Bahkan, pencapaiannya sudah hampir 100%.

"Reklamasi di tambang-tambang yang diawasi, berjalan dengan baik. Sekarang pencapaiannya sudah 78%. Orang-orang tambang seperti saya dididik bahwa kami yang hidup dari sumber daya alam sudah berutang kepada generasi mendatang. Sehingga kami wajib mencicil utang. Orang tambang dapat uang, iya, menjaga lingkungan juga iya. Sehingga terjadi kesinergian," tutur Djoko.

Djoko mengungkapkan, reklamasi pertambangan perlu dilakukan oleh perusahaan-perusahaan pertambangan baik perusahaan kecil hingga yang besar. Tetapi, kendala yang timbul di lapangan ada kelemahan pengawasan.

"Karena tidak ada orang yang mengawasi. Jadi kalau kita lihat yang besar-besar diawasi daerah dan pusat. Sedangkan yang kecil hanya daerah. Sehingga ada ketimpangan pengawasan karena jumlah manusia. Tapi sekarang sudah diatur. Saya yakin keberlanjutan pengaturan pengawasan ini bisa memberikan perbaikan lingkungan kita," pungkas Djoko.
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 3.9479 seconds (0.1#10.140)