Sidang Kasus Meikarta, Saksi Sebut Neneng Bagi-Bagi Uang ke Anak Buah

Rabu, 16 Januari 2019 - 16:02 WIB
Sidang Kasus Meikarta, Saksi Sebut Neneng Bagi-Bagi Uang ke Anak Buah
Ilustrasi/SINDOnews
A A A
BANDUNG - Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hasanah Yasin bagi-bagi uang kepada kepala dinas seusai menandatangani Izin Pemanfaatan dan Pengunaan Tanah (IPPT) proyek Meikarta. Fakta tersebut itu diungkap oleh empat saksi aparatur sipil negara (ASN) Pemkab Bekasi dalam sidang kasus dugaan suap izin megaproyek Meikarta dengan terdakwa Billy Sindoro, Hendry Jasmen, Taryudi, dan Fitajaya Purnama, di Pengadilan Tipikor pada PN Klas 1A Khusus Bandung, Jalan RE Martadinata, Rabu (16/1/2019).

Dalam sidang dengan agenda pemeriksaan saksi tersebut, JPU dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan lima saksi. Kelimanya merupakan orang dekat Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hasanah Yasin, mulai dari sopir, ajudan, hingga sekretaris pribadi (sekpri).

Kelimanya yakni Acep Eka Pradana (ajudan bupati), Agus Salim (ajudan dan sekpri bupati), Asep Effendi (sopir pribadi/wiraswasta), Kusnadi Hendra staf Analisis Tata Ruang DPMPTSP Bekasi, dan Marfuah Afwan (mantan sekpri Bupati yang kini berdinas sebagai Kasubag Tata Usaha UPT Bappeda Kabupaten Bekasi.

Saksi Agus Salim mengaku pernah menyerahkan draf Izin Pemanfaatan dan Penggunaan Tanah (IPPT) dari DPMPTSP ke Bupati Neneng di rumah dinasnya. Setelah berkas ditandatangani, Agus menerima titipan sebuah koper dari Yusuf Taufik (staf di Bappeda Bekasi perantara Meikarta) untuk diberikan kepada Neneng Hasanah.

"Kemudian pada 2018, Yusuf Taufik kembali menitipkan sebuah tas ransel hitam untuk diserahkan ke Ibu (Neneng)," kata Agus di hadapan majelis hakim.

Kemudian, ujar Agus, Bupati Neneng memberikan uang Rp100 juta kepada Taufik. Tidak hanya itu, Neneng pun kembali membagi-bagikan uang kepada beberapa orang kepala dinas. Di antaranya kepada mantan kepala DPMPTSP Kabupaten Bekasi Carwin Rp100 juta, Kabid di DPMTSP Deni Mulyadi Rp100 juta, dan Kabid Tata Ruang PUPR Neneng Rahmi senilai Rp200 juta.

Selama menjadi ajudan Bupati, Agus hanya dua kali menerima titipan barang dari Yusuf Taufik (terkait izin IPPT), yakni pada akhir 2017 berupa koper dan awal 2018 dalam bentuk tas ransel. Belakangan diketahui koper dan tas ransel itu berisi uang.

Kesaksian sama juga diungkapkan mantan ajudan Neneng, yakni Acep Eka Pradana. Namun, Acep mengaku hanya menerima titipan yang disampaikan Kepala DPMPTSP Dewi Tisnawati dan Kepala Damkar Sahat Banjarnahor.

"Titipan dari Bu Dewi dan Pak Sahat berupa papperbag, mereka tak menjelaskan isinya. Hanya titipan untuk Ibu," ujar Acep.

Sementara itu, Asep Effendi, sopir pribadi Neneng Hasanah, mengaku pernah mengantarkan surat dari Neneng untuk diserahkan kepada Yusuf Taufik. Setelah surat itu diberikan, Yusuf pun menitipkan bungkusan berupa amplop besar bertali dan di-strapler.

Sedangkan Kusnadi Indra Maulana menjelaskan soal tugas pokoknya sebagai staf analis yakni memproses permohonan Izin Peruntukan dan Pengolahan Tanah (IPPT) yang diajukan, kemudian menggambar denah tanah. "Ada pengajuan IPPT dari Meikarta seluas 143 hektare. Lalu saya gambar berdasarkan data geospasial dan yang bisa disetujui hanya 84,6 hektare," kata Indra.

Menurutnya, pengajuan IPPT diajukan ke front office. Kemudian jika berkasnya lengkap akan diproses salah satunya digambar oleh Kusnadi. Namun, pengajuan IPPT oleh Meikarta justru masuk lewat belakang, yakni Kabid Tata Ruang DPMPTSP Deni Mulyadi yang menerima berkasnya via Bupati Neneng Hasanah.

"Jadi pengajuan IPPT itu sebenarnya tidak lewat bupati, tapi langsung ke kantor. IPPT ini syarat untuk mendapat Izin Mendirikan Bangunan (IMB)," ujar dia.

Terkait penerbitan IPPT ini, pihaknya pun tidak mengoordinasikannya dengan Badan Pertanahan Nasional karena DPMPTSP sudah memiliki batas-batas peruntukan.

Jaksa KPK I Wayan Riana lantas bertanya apakah Kusnadi mendapat uang setelah membuat gambar, awalnya Kusnadi membantah. Namun, saat I Wayan membacakan isi BAP terkait penerimaan uang senilai Rp3,5 juta, Kusnadi akhirnya mengakuinya.

"Oh iya menerima, saya kira itu uang Tunjangan Hari Raya (THR), enggak tahu itu uang (suap). Karena sebenarnya pengurusan IPPT ini tidak dipungut biaya," ujar Kusnadi.

Jaksa Taufik Ibnugroho lantas menanyakan apakah Kusnadi pernah menerima uang terkait pengurusan IPPT di luar proyek Meikarta, Kusnadi mengakuinya. "Kalau tidak resmi suka ada yang ngasih, mulai dari Rp50.000, Rp500.000, sampai ini Rp3,5 juta," ujar Kusnadi.

Jaksa KPK Yadyn lantas bertanya lagi apakah dengan terbitnya IPPT sudah bisa membangun. Menurut Kusnadi, hal itu tidak bisa. Namun, faktanya, seusai IPPT terbit, Meikarta sudah dibangun bahkan diiklankan besar-besaran.
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.3983 seconds (0.1#10.140)