Sidang Meikarta, Ini Kesaksian Bupati Bekasi Nonaktif Neneng Hasanah Yasin

Senin, 14 Januari 2019 - 13:47 WIB
Sidang Meikarta, Ini Kesaksian Bupati Bekasi Nonaktif Neneng Hasanah Yasin
Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hasanah Yasin hadir sebagai saksi dalam sidang kasus suap perizinan megaproyek properti Meikarta di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Bandung. Foto/SINDOnews/Agus Warsudi
A A A
BANDUNG - Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hasanah Yasin hadir sebagai saksi dalam sidang kasus suap perizinan megaproyek properti Meikarta di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Jalan RE Martadinata, Kota Bandung, Senin (14/1/2019). Neneng hadir sebagai saksi atas terdakwa Billy Sindoro, Hendry Jasmen, Taryudi, dan Fitra Jaya Purnama.

Selain Neneng, hadir pula Setriyadi dan Edy Suswanto dari pihak pengembang, serta mantan Kabid Tata Ruang Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bekasi Yusuf Taufik. Dalam persidangan, Neneng dicecar pertanyaan oleh jaksa penuntut umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tentang perizinan yang dikeluarkan Pemkab Bekasi untuk proyek Meikarta dan kompensasi uang yang diberikan pihak pengembang kepada Neneng.

Neneng mengatakan, semula pihaknya hanya tahu bahwa pengembang PT Lippo Cikarang akan membangun proyek properti. Yusuf Taufik datang bersama Edy Suswanto ke rumah dinas Neneng. Dalam pertemuan itu, Edy Suswanto menyebutkan meminta Izin Pemanfaatan Penggunaan Tanah (IPPT) untuk proyek properti yang dibangun oleh PT Lippo Cikarang. Jadi saat itu belum ada nama Meikarta.

"Sebelum IPPT terbit, saya diberi uang tidak resmi Rp480 juta. Tapi pada waktu ketemu dengan pihak pengembang di rumah saya, kami belum tahu bahwa proyek itu brand-nya Meikarta. Saat itu mereka juga tidak membawa berkas, masih bicara saja. Mereka bilang mau bikin perumahan dan tidak ada pembicaraan soal uang," papar Neneng.

Sekitar April 2017, ujar Neneng, pengembang mengajukan berkas permohonan IPPT. Kemudian, berkas dibawa oleh dibawa oleh mantan Kabid Tata Ruang Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bekasi Yusuf Taufik. Selanjutnya, berkas diteruskan oleh sekpri ke Dinas Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPTSP) Kabupaten Bekasi. "Untuk perizinan itu, pihak pengembang menjanjikan uang Rp20 milar," ujar Neneng.

Neneng menuturkan, setelah melalui analisa DPTSP, dari total luas lahan yang diajukan IPPT, hanya lahan seluas 84,6 hektare yang sesuai tata ruang. Selanjutnya, terbit IPPT dan ditandatangani oleh Bupati. "Dua bulan kemudian saya dikirimi uang secara bertahap. Pertama Rp2,5 miliar. Kemudian Rp1 miliar, Rp1,5 miliar, sampai total Rp10 miliar. Saya memang salah," tutur dia.

JPU kemudian menanyakan, apakah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Bekasi dilibatkan dalam penerbitan IPPT proyek Meikarta? Neneng mengaku tidak tahu. "Saya kurang tahu. Sebab IPPT diproses oleh DPTSP. Saya hanya terima berkas sudah jadi dan menandatanganinya," kata Neneng.

Lalu JPU mencecar Neneng terkait launching dan iklan besar-besaran proyek properti Meikarta. "Ya saya tahu. Iklan dan launching secara besar-besaran di TV dan media lain," ujar Neneng.

Jaksa melanjutkan, berarti saat launching dan iklan itu proyek Meikarta belum mengantongi Izin Mendirikan Bangunan (IMB)? "Iya, belum, tapi baru punya IPPT," ujar Neneng.

"Apakah IPPT merupakan syarat untuk mendapatkan IMB?" tanya JPU. "Ya. IPPT itu untuk melihat lokasi proyek sesuai tata ruang atau tidak. Jadi untuk dapat IMB, harus punya IPPT," kata Neneng.

Beberapa bulan kemudian, Neneng ditelepon oleh Gubernur Jabar saat itu Ahmad Heryawan terkait proyek Meikarta. "Pas ditelepon gubernur, saya gelagapan. Karena saya tidak tahu, Meikarta itu proyek yang mana," kata dia.

Setelah terbuka bahwa proyek Meikarta merupakan properti yang dibangun PT Lippo Cikarang dan diterbitkan IPPT untuk lahan seluas 84,6 hekatare oleh Pemkab Bekasi, akhirnya Pemprov Jabar meminta semua proses perizinan dihentikan. "Karena ini perintah, maka kami hentikan. Kemudian dilakukan beberapa pertemuan dengan Billy Sindoro. Termasuk Theo L Sambuaga dari Lippo bertemu dengan Pak Aher," ungkap Neneng.

Pada November 2018, Kadis Perizinan TSP Jabar Tatang Muhammad mengeluarkan rekomendasi pembangunan proyek Meikarta, dilanjutkan dengan beberapa catatan. Lalu, pada 25 Januari 2018, Pemkab Bekasi melakukan revisi atas IPPT Meikarta. Hasil revisi, luas lahan yang semula disetujui 84,6 Ha berkurang 3.000 meter persegi menjadi 84,3 Ha.

Perkembangan selanjutnya, Neneng mengaku tahu lagi. Sebab dia cuti melahirkan dilanjutkan dengan cuti Pilkada Bekasi 2018. Setelah selesai cuti, Neneng mendapat pemberitahuan bahwa Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) akan diparipurnakan di DPRD Kabupaten Bekasi.

"Setelah RDTR disahkan, saya dikasih uang Rp400 juta dan 90.000 Dolar Singapura. Kata Neneng Rahmi Nurlaili (Kabid Tata Ruang PUPR Kabupaten Bekasi) uang itu dari Lippo terkait RDTR," ujar Neneng.

Jaksa kemudian bertanya, apakah DPRD Kabupaten Bekasi juga menerima uang dari Lippo terkait RDTR? Neneng menjawab, "Iya betul. Neneng Rahmi (bilang) dewan juga dikasih oleh Lippo."

Bahkan, ujar Neneng, anggota DPRD Kabupaten Bekasi juga jalan-jalan ke Thailand. "Soal biaya pelesiran itu, saya tidak tahu siapa yang membiayai," katanya.
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.0874 seconds (0.1#10.140)