Buruh Kejar Janji Bupati Bandung Barat Tindak Perusahaan Tak Jalankan UMK

Sabtu, 05 Januari 2019 - 21:54 WIB
Buruh Kejar Janji Bupati Bandung Barat Tindak Perusahaan Tak Jalankan UMK
Buruh yang tergabung dalam KEP SPSI KBB meminta Bupati Aa Umbara Sutisna bersikap tegas terhadap pengusaha/perusahaan ketika tidak menjalankan UMK 2019 yang harus diberlakukan mulai Januari 2019 ini. Foto/SINDOnews/Adi H
A A A
BANDUNG BARAT - Organisasi buruh di Kabupaten Bandung Barat (KBB) akan mengejar janji dan pernyataan Bupati Bandung Barat Aa Umbara Sutisna soal sikap tegasnya kepada perusahaan yang tidak menerapkan Upah Minimumum Kabupaten (UMK). Disinyalir masih banyak perusahaan di KBB yang belum menerapkan kebijakan UMK seperti yang telah ditetapkan pemerintah.

"Bupati Aa Umbara pernah bilang bagi pengusaha (perusahaan) yang tidak membayarkan upah kepada karyawannya sesuai UMK maka harus pergi dari KBB. Kami kejar janji itu supaya tidak hanya ucapan lisan saja tapi juga dipraktikkan di lapangan," kata Ketua PC KEP SPSI KBB Dadang 'Ramon' Suhendar di Cipatat, Sabtu (5/1/2019).

Dadang mengatakan, pihaknya telah melakukan inventarisir data di lapangan terhadap sejumlah perusahaan. Hasilnya, banyak dari perusahaan-perusahaan tersebut yang tidak menjalankan UMK KBB 2018. Sehingga, dirinya yakin meskipun UMK KBB 2019 telah diputuskan sebesar RpRp2.898.744,63 dan harus diterapkan mulai Januari 2019 ini, akan banyak perusahaan yang mengingkarinya.

Padahal, jika melihat nominal, UMK KBB 2019 itu kenaikannya tidak besar dan jauh dari keinginan buruh. Berdasarkan hasil penghitungan survei pasar dan penghitungan BPS dalam sidang pleno dewan pengupahan, idealnya UMK KBB 2019 adalah sebesar Rp3.104.000. Banyak kalangan buruh yang kecewa karena kenaikan upah tidak sebanding dengan inflasi dan kenaikan harga-harga kebutuhan pokok.

"Andaikan UMK itu ditepati oleh perusahaan, buruh sebenarnya masih menjerit, apalagi kalau upah yang dibayarkan masih di bawah UMK, bagaimana nasih buruh? Cek saja sejumlah perusahaan tekstil termasuk SPBU di Padalarang sampai Cipatat, mereka menggaji pekerjanya masih kurang dari Rp2 juta/bulan," tuturnya.

Karena itu, pihaknya meminta Dinas Tenaga Kerja KBB melakukan pengawasan ketat dan menindak tegas pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan yang tidak memberikan upah pegawainya sesuai UMK. Kalaupun ada yang tidak sanggup membayar UMK, perusahaan harus melayangkan surat penangguhan.

"Disnaker juga jangan 'lembek' dan hanya menerima laporan jadi saja. Oleh karena itu kami akan mengagendakan audiens ke bupati untuk pengawasan UMK dan menagih janji seperti yang telah diucapkannya," kata Dadang.

Ketua Umum PP FSP KEP SPSI R Abdullah menilai, UMK adalah keputusan normatif yang harus dijalankan. Hal itu tidak akan merugikan perusahaan, karena pekerja yang memiliki upah baik maka daya belinya juga baik. Pekerja adalah konsumen, uang yang dibelanjakan pasti akan kembali lagi ke pengusaha selaku produsen.

"Kalaupun menggaji sesuai UMK, perusahaan tidak akan rugi, karena uang pekerja langsung atau tidak akan kembali lagi ke mereka (pengusaha). Kalau tidak sanggup layangkan surat penangguhan, tapi jangan bohong," ujarnya.

Sebelumnya, Bupati Aa Umbara Sutisna meminta semua perusahaan di KBB untuk menerima dan melaksanakan UMK sesuai dengan ketetapan mulai 1 Januari 2019. Besaran UMK yang telah ditentukan adalah hasil kesepakatan antara pengusaha dan buruh yang difasilitasi pemerintah sehingga harus dilaksanakan.

"Tidak boleh ada pengusaha yang tidak menerima keputusan ini. Jika ada pengusaha yang tidak menerima, ya nggak usah usaha di sini (KBB)," ucapnya. (Baca Juga: Bupati Bandung Barat Minta Pengusaha Jalankan UMK 2019(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.3910 seconds (0.1#10.140)