Pemerintah Harus Jadikan Revolusi Industri 4.0 Peluang Bukan Ancaman

Kamis, 03 Januari 2019 - 19:21 WIB
Pemerintah Harus Jadikan Revolusi Industri 4.0 Peluang Bukan Ancaman
Ketua Umum PP FSP KEP SPSI R Abdullah saat ditemui dalam kegiatan Pendidikan Ketenagakerjaan PC dan PUK SP KEP SPSI se-KBB di Cipatat, KBB, Kamis (3/1/2019). Foto/SINDOnews/Adi Haryanto
A A A
BANDUNG BARAT - Revolusi Industri 4.0 harus memacu semua pihak mulai dari pemerintah, pengusaha, dan pekerja untuk mampu berkompetisi secara global.

Pasalnya persaingan dunia industri (kerja) ke depan bukan hanya sebatas regional, tetapi global. Sebab, sudah tidak ada lagi sekat wilayah dengan semakin berkembangnya teknologi informasi.

"Pemerintah harus menjadikan Revolusi Industri 4.0 ini sebagai sebuah peluang, bukan ancaman. Sebab, hal itu tidak bisa ditolak dan kami sebagai bagian dari sebuah negara juga tidak dapat menghindarinya," kata Ketua Umum PP FSP KEP SPSI, R Abdullah saat ditemui dalam kegiatan Pendidikan Ketenagakerjaan PC dan PUK SP KEP SPSI se-Kabupaten Bandung Barat (KBB) di Cipatat, KBB, Kamis (3/1/2019).

Dia menyebutkan, bagaimana menjadikan hal itu sebuah peluang adalah dengan menyiapkan kebijakan-kebijakan serta sumber daya manusia (SDM) pekerja yang handal dan berkualitas. Kehadiran pekerja yang memiliki skill, kompetensi, dan daya saing yang kuat bisa menjadikan human resource tidak bisa tergantikan oleh teknologi apapun juga.

Sebaliknya, jika SDM pekerja yang ada di Indonesia rendah dan tak mampu bersaing maka bukan tidak mungkin lambat laun eksistensi pekerja akan semakin terpinggirkan. Melalui pendidikan, kursus, dan pelatihan seperti ini diharapkan kemapuan dan pengetahuan pekerja semakin meningkat sehingga dapat menjawab tantangan persaingan ke depan dengan tenaga kerja asing sekalipun.

"Liberalisasi pasar modern, masuknya investor ke negara ini tidak bisa ditawar-tawar lagi. Menjadi sebuah keniscayaan jika pekerja kita hanya jadi penonton dan tidak menerima manfaat dari revolusi industri ini," imbuhnya.

Sejauh ini, lanjut dia, Indonesia sudah memberlakukan ASEAN China Free Trade Agreement (ACFTA), Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), dan Asean Free Trade Area ( AFTA).

Implikasinya banyak pekerjaan yang didanai pihak luar (investor) seperti salah satunya Kereta Cepat Indonesia Cina (KCIC) Jakarta-Bandung. Hal ini yang harus dicermati agar kehadiran proyek-proyek tersebut dapat menyerap tenaga lokal sebanyak-banyaknya agar kesejahteraan pekerja Indonesia lebih meningkat.

"Kunci agar itu bisa terealisasi adalah lakukan peningkatan kemampuan, SDM, advokasi, keuangan organisasi, soliditas, penguatan administrasi, dan kuatkan propaganda positif. Hal itu akhirnya mengarah kepada hubungan industrial yang harmonis sehingga baik pekerja ataupun pengusaha diuntungkan," sebut dia.
(awd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 3.2440 seconds (0.1#10.140)