Dedi Mulyadi Serukan Stop Politisasi Agama dalam Pilpres 2019

Rabu, 02 Januari 2019 - 15:15 WIB
Dedi Mulyadi Serukan Stop Politisasi Agama dalam Pilpres 2019
Ketua Tim Pemenangan Jokowi-Ma’ruf Jawa Barat Dedi Mulyadi menyerukan stop politisasi agama dalam Pilpres 2019. Foto/SINDOnews/Asep Supiandi
A A A
PURWAKARTA - Ketua Tim Pemenangan Jokowi-Ma'ruf Jawa Barat Dedi Mulyadi menyerukan stop politisasi agama dalam Pilpres 2019. Pernyataan ini dilontarkannya bukan tanpa sebab. Menurut dia, narasi tata cara beragama yang menghiasi pilpres kali ini sudah memasuki fase menggelikan.

"Publik membicarakan pemimpin (calon presiden dan calon wapres) jadi imam salat, kemudian tata cara wudu, dan baca Alquran. Ini kan lucu gitu loh. Kalau ini diteruskan, maka bangsa ini akan menjadi olok-olok bangsa lain," kata Dedi, Rabu (2/1/2019).

Sejarah membuktikan, terang dia, narasi keagamaan baru terlontar pada Pilpres 2019. Selama ini narasi tersebut tidak pernah ada dalam catatan Kepresidenan Republik Indonesia.

"Misal begini, saat salah satu kandidat menyatakan tidak sanggup menjalani tes baca Alquran, publik tertawa. Saya kira narasi ini harus segera dihentikan. Ke depan, akan berakibat kontraproduktif terhadap sejarah kebangsaan di Indonesia," ujarnya.

Awalnya, seluruh wacana praktik keagamaan Calon Presiden 2019 ini tidak pernah ada. Wacana ini muncul seiring dengan ketidakpercayaan publik terhadap kadar keagamaan seorang Capres 2019.

"Kalau narasi soal ketidakpercayaan ini tidak digulirkan, saya kira tidak akan ada pembicaraan soal praktik keagamaan. Gini deh, masak sih kepemimpinan nasional terlalu mengurusi orang wudu, ngaji, dan salat?" katanya.

Dedi mengimbau kepada seluruh stakeholder yang terlibat dalam Pilpres 2019 untuk mengalihkan isu ini menuju isu lain. Dia menilai, pembahasan tentang visi, misi dan kinerja para calon presiden jauh lebih baik dan mencerdaskan.

"Ya, fokus saja pada pembahasan visi dan misi para capres. Kemudian, lihat juga kinerja masing-masing personal capres dan cawapres untuk bangsa ini. Itu lebih produktif dan mencerdaskan dibanding membicarakan praktik keagamaan," katanya.

Bingkai isu pun menurut budayawan Jawa Barat itu harus terjaga di seputar wilayah nasionalisme. Hal ini penting untuk menjaga tatanan politik kebangsaan agar tidak condong kepada salah satu agama yang dianut.

"Tatanan politik kebangsaan kita harus terjaga, nasionalisme harus dikedepankan. Kemudian, mimbar-mimbar kampanye harus terbebas dari narasi kemarahan dan kebencian," ujarnya.
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 2.8842 seconds (0.1#10.140)