Pemasangan APK Jadi Tren Pelanggaran Pemilu 2019 di Jabar

Minggu, 30 Desember 2018 - 07:00 WIB
Pemasangan APK Jadi Tren Pelanggaran Pemilu 2019 di Jabar
Ketua Bawaslu Jabar Abdullah memaparkan bentuk-bentuk pelanggaran Pemilu 2019, Sabtu (29/12/2018). Foto/SINDOnews/Agung Bakti Sarasa
A A A
BANDUNG - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jawa Barat mencatat, pelanggaran Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 di Jabar didominasi pemasangan alat peraga kampanye (APK) yang menyalahi aturan.

Pemasangan APK yang menyalahi aturan tersebut dinilai merugikan masyarakat dan bertentangan dengan peraturan daerah tentang kebersihan, ketertiban, dan keindahan (K3). Pasalnya, pelanggaran tidak hanya menyangkut lokasi pemasangan, namun juga hingga ukuran APK, sehingga menimbulkan kesan kumuh.

"Pelanggaran APK paling banyak dilakukan caleg (calon anggota legislatif," ungkap Ketua Bawaslu Jabar Abdullah dalam Konferensi Pers Catatan Akhir Tahun Pengawasan Pemilu 2019 di Hotel Ibis Trans Studio Bandung, Jalan Gatot Subroto, Kota Bandung, Sabtu (29/12/2018).

Pemasangan APK Jadi Tren Pelanggaran Pemilu 2019 di Jabar


Berdasarkan catatannya, sejak masa kampanye dimulai 23 September 2018 lalu, pelanggaran APK Pemilu 2019 di Jabar mencapai 47 kasus yang terjadi di Kota Tasikmalaya, Kabupaten Pangandaran, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Garut, Kota Cirebon, dan Kota Bogor.

"Bentuk pelanggarannya adalah pemasangan APK yang tidak sesuai ketentuan, seperti di tempat ibadah, jalan protokol, hingga tempat pendidikan," sebut Abdullah seraya mengaku, pihaknya telah melakukan penindakan terhadap pelanggaran tersebut.

Dibandingkan kasus pelanggaran lainnya, lanjut Abdullah, pelanggaran APK mendominasi jenis pelanggaran yang terjadi selama masa kampanye Pemilu 2019. Bahkan, Abdullah menyebut, pelanggaran APK menjadi tren pelanggaran Pemilu 2019. "Jumlahnya memang paling banyak dan menjadi tren pelanggaran Pemilu 2019 di Jabar," imbuhnya.

Pihaknya khawatir, seiring mendekati masa pencoblosan, 17 April 2019 mendatang, pelanggaran APK semakin banyak. Pasalnya, dengan semakin dekatnya jadwal pencoblosan, para kontestan peserta Pemilu 2019 pun akan lebih gencar menyosialisasikan diri lewat APK. "Kami khawatir pelanggaran APK ini meningkat tajam," katanya.

Meski begitu, Abdullah mengingatkan, setiap pelanggaran tentu ada konsekuensinya. Oleh karenanya, pihaknya berharap, seluruh kontestan peserta Pemilu 2019 menaati aturan yang telah ditetapkan, khususnya terkait pemasangan APK.

"Saya ingin semua caleg dan tim kampanye serta semua unsur yang terlibat di dalamnya menaati aturan yang ada," tegasnya.

Selain pelanggaran APK, lanjut Abdullah, pihaknya juga mencatat berbagai jenis pelanggaran lainnya, yakni kampanye dan iklan kampanye di luar jadwal lewat media massa baik cetak maupun online sebanyak 12 kasus, kampanye menggunakan fasilitas negara 7 kasus, pelanggaran oleh penyelenggara pemilu 5 kasus, politik uang 9 kasus, dan keterlibatan aparatur sipil negara (ASN) 4 kasus.

"Kami juga mencatat kampanye di tempat terlarang seperti tempat ibadah, tempat pendidikan, hingga rumah sakit sebanyak 5 kasus. Lalu penghilangan APK 1 kasus, perusakan APK 4 kasus, dan keterlibatan kepala desa 2 kasus," paparnya.

"Perlu diingat, setiap pelanggaran ada konsekuensinya. Karenanya, kami mengimbau semua peserta pemilu taat pada aturan yang berlaku," tegasnya lagi.

Dalam kesempatan itu, Abdullah juga berharap, seluruh masyarakat Jabar ikut serta mengawasi jalannya Pemilu 2019. Lewat gerakan pengawasan partisipatif, Abdullah yakin, pelaksanaan Pemilu 2019 di Jabar akan melahirkan kontestasi yang fair dan menghasilkan pemimpin sesuai harapan masyarakat.

"Kami juga imbau masyarakat untuk menolak politik uang dan aparatur pemerintahan harus menjaga netralitasnya," tandasnya.

Masih di tempat yang sama, Koordinator Divisi Pengawasan Bawaslu Jabar Zacky Hilmi mengungkapkan, pihaknya menemukan sedikitnya tiga jenis pelanggaran yang kerap dilakukan dalam kampanye tatap muka. Pertama, terkait aspek kepatuhan dalam penyampaian pemberitahuan kegiatan tatap muka peserta pemilu.

"Jadi, regulasinya itu, minimal satu haRI sebelum pelaksanaan tatap muka sudah melakukan pemberitahuan kepada KPU (Komisi Pemilihan Umum) dan tembusan ke Bawaslu dengan dibuktikan surat tanda terima pemberitahuan (STTP)," jelasnya.

Kedua, pihaknya juga kerap menemukan keterlibatan anak kecil dalam kegiatan kampanye tatap muka, termasuk pertemuan terbatas yang dilakukan oleh peserta pemilu.

"Mereka seharusnya tidak boleh diikutsertakan karena belum memiliki hak pilih," tegasnya.

Terakhir, terkait definisi uang transportasi yang dianggarkan oleh para peserta pemilu dalam kegiatan-kegiatan kampanye. Menurut dia, mengacu pada Pasal 280 huruf C Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017, pemberian uang tersebut dilarang.

Pihaknya mengaku tengah menunggu terbitnya petunjuk teknis mengingat di tingkat pelaksanaan, regulasi teknis terkait standar biaya transportasi tersebut menjadi ranah KPU.

"Selagi itu belum diterbitkan oleh KPU, maka posisi Bawaslu tetap akan melakukan tindakan bahwa pemberian uang terkategori sebagai pelanggaran," tandasnya.
(awd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.5068 seconds (0.1#10.140)