Dedi Mulyadi: Warganet Harus Gunakan Nalar untuk Pahami Bencana

Rabu, 26 Desember 2018 - 18:22 WIB
Dedi Mulyadi: Warganet Harus Gunakan Nalar untuk Pahami Bencana
Ketua DPD Golkar Jawa Barat Dedi Mulyadi merespons opini miring di dunia maya terkait bencana alam yang terjadi. Dia meminta warganet menggunakan nalar dalam menyikapi setiap bencana. Foto/SINDOnews/Asep Supiandi
A A A
PURWAKARTA - Ketua DPD Golkar Jawa Barat Dedi Mulyadi meminta warganet (netizen) untuk menggunakan nalar atau akal sehat dalam memahami bencana.

Pernyataan Dedi ituterkait kebiasaan warganet Indonesia yang sering mengaitkan bencana dengan azab, profesi, dan kebiasaan seseorang, bahkan pandangan politik.

Menurut Dedi, alih-alih meredam situasi buruk, fenomena tersebut justru akan semakin memperburuk suasana. Dia menyarankan agar pemahaman nalar warganet ditingkatkan, terutama tentang pemahaman kausalitas atau sebab-akibat.

“Peristiwa bencana tidak perlu dikaitkan dengan hal yang bisa menyakiti orang lain, terutama para korban. Gejala alam harus dipahami secara nalar, bukan dengan sentimen ketidaksukaan. Apalagi, kalau sudah menjurus ke pandangan politik. Itu gak bagus,” kata Dedi, Rabu (26/12/2018).

Peradaban yang belum terbentuk dengan baik, kata dia, menambah persoalan menjadi kian rumit. Tingkat keadaban masyarakat bahkan petugas dalam memelihara fasilitas deteksi dini bencana belum tercipta. Hal ini berpengaruh terhadap tingkat akurasi pendeteksian terhadap peristiwa bencana yang akan terjadi.

“Selain terbatas, banyak tangan jahil oknum yang merusak bahkan mencuri alat itu. Seharusnya hal seperti ini tidak terjadi. Kita harus menciptakan peradaban yang baik, ini berkaitan dengan nyawa manusia,” katanya.

Ilmu dan pengetahuan yang menjadi soko guru peradaban, lanjut dia, lama kelamaan akan mati jika fenomena ini terus terjadi. Karena itu, dia mengimbau semua pihak untuk menggunakan dua hal itu sebagai alat untuk menganalisa sebab bencana. Sehingga, setiap peristiwa bencana tidak menimbulkan rasa suka atau tidak suka terhadap salah satu kelompok.

“Kalau nalar kita selalu berdasarkan suka dan tidak suka, itu akan mematikan ilmu pengetahuan. Untuk apa ada sekolah kalau nalar kita tidak juga membaik? Tuhan mewajibkan kita memahami setiap bencana dengan pemikiran dan ilmu, bukan dengan sentimen,” ujarnya.

Dedi menawarkan solusi penanggulangan bencana di masa depan terutama untuk daerah pesisir. Menurut dia, kawasan pesisir tidak boleh dihuni oleh banyak bangunan. Seluruh kawasan tersebut harus terbuka.

Fasilitas publik penunjang pascabencana pun harus segera dibuat. Menurut dia, harus ada balai khusus penanggulangan bencana. Jarak balai ini diatur sedemikian rupa dari bibir pantai dan permukiman warga. Saat terjadi bencana, tidak lagi harus membangun tenda yang sanitasinya belum tentu terjamin.

“Balainya harus berfasilitas lengkap. Sehari-hari kan bisa digunakan untuk kegiatan lain yang tidak mengganggu fungsi utamanya saat terjadi bencana,” ujarnya.
(awd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.5743 seconds (0.1#10.140)