Inilah Prinsip Pengolahan Sampah di TPPAS Lulut-Nambo

Jum'at, 21 Desember 2018 - 19:04 WIB
Inilah Prinsip Pengolahan Sampah di TPPAS Lulut-Nambo
Gubernur Jabar Ridwan Kamil dan pejabat lain meninjau lokasi TPAS Lulut-Nambo seusai ground breaking. Foto/ISTIMEWA
A A A
BANDUNG - Instalasi Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) Lulut-Nambo resmi mulai dibangun ditandai peletakan batu pertama (ground breaking) oleh Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Jumat (21/12/2018).

Pengolahan sampah di TPPAS regional ini akan menggunakan teknologi mutakhir bernama mechanical biological treatment (MBT) yang ramah lingkungan dan mampu mengubah sampah menjadi bahan bakar alternatif refuse derived fuel (RDF) sebagai pengganti batu bara.

Direktur PT Jabar Bersih Lestari (PT JBL) Doyun Yu sebagai pihak pengelola TPPAS Lulut-Nambo menjelaskan, di tahap awal, truk sampah yang mengangkut sampah perkotaan (municipal solid waste/MSW) yang berasal dari Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Depok, dan Kota Tangerang Selatan akan ditimbang terlebih dahulu untuk mengetahui volume sampah yang akan masuk ke dalam fasilitas pengolahan.

Setelah melakukan penimbangan, sampah akan diturunkan pada area penerimaan sampah pada bangunan pengolahan tahap awal. Rata-rata, kata dia, sampah yang masuk ke fasilitas ini sebanyak 1.660 ton/hari dengan kadar kelembapan sebesar 59,46 persen dan gross calorific value sebesar 1.678 kcal/kg.

"Pada tahap ini, sampah akan diangkut menggunakan wheel loader untuk kemudian dimasukkan kedalam alat pencacah atau shredder," katanya di lokasi Ground Breaking TPPAS Lulut-Nambo di Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor.

Kemudian, lanjut Doyun Yu, sampah yang telah dicacah akan dikirim ke fasilitas pre treatment system dengan menggunakan conveyor. Sedangkan cairan leachate yang berasal dari sampah pada area penerimaan sampah, akan dialirkan melalui saluran leachate untuk kemudian diolah.

Secara garis besar, ada empat sistem utama dalam pengolahan sampah berteknologi MTB ini. Pertama, penerimaan sampah, yaitu pengolahan tahap awal (pre treatment system) dimana sampah disortir secara manual untuk memisahkan sebagian sampah anorganik yang dapat didaur ulang. "Kemudian sebagian sampah lainnya akan dicacah untuk diperkecil ukurannya," ujar dia.

Kedua, pengeringan sampah (bio drying), yakni proses untuk mengurangi kadar air dalam sampah selama sekitar tiga minggu. Ketiga, pengolahan tahap akhir (post treatment) dan sistem produksi RDF berdasarkan kriteria dari pengguna RDF, yaitu PT Indocement Tunggal Prakarsa.

Keempat, pengendalian dampak lingkungan melalui resirkulasi lindi (air limbah sampah) ke dalam biodrying yang bertujuan untuk mempercepat proses penguapan dan pengeringan sampah. Sistem resirkulasi ini juga diharapkan dapat mencegah pencemaran badan air disekitar lokasi pengolahan.

Pengolahan sampah dengan teknologi ini akan menghasilkan RDF sebanyak 35 persen dari sampah yang diolah dan maksimal 10 persen berupa sisa sampah yg tidak terbakar, seperti tanah, pasir dan kerikil yang akan ditimbun secara sanitary landfill.

"Sedangkan sampah jenis logam didaur ulang dan selebihnya berupa air yang menguap ke udara," tandasnya.
(awd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 0.8831 seconds (0.1#10.140)