Pemprov Bangun Instalasi TPPAS Nambo Bogor Senilai Rp600 Miliar

Kamis, 20 Desember 2018 - 18:57 WIB
Pemprov Bangun Instalasi TPPAS Nambo Bogor Senilai Rp600 Miliar
Pemprov Jawa Barat memulai pembangunan instalasi Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) Lulut-Nambo yang berteknologi canggih senilai Rp600 miliar. Foto Gubernur Ridwan Kamil/SINDOnews
A A A
BOGOR - Setelah secara bertahap membangun sarana penunjang, Pemprov Jawa Barat memulai pembangunan instalasi Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) Lulut-Nambo. Dimulainya pembangunan instalasi TPPAS berteknologi canggih senilai Rp600 miliar tersebut ditandai dengan peletakan batu pertama yang akan dilakukan Jumat 21 Desember 2018 besok di lokasi pembangunan Desa Lulut dan Nambo, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor.

"Besok ground breaking (TPPAS) Nambo, pengelolaan sampah terpadu yang canggih," ungkap Gubernur Jabar Ridwan Kamil di Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Kamis (20/12/2018).

Semula, TPPAS Lulut-Nambo disiapkan untuk memproses sampah dari wilayah Kabupaten dan Kota Bogor serta Kota Depok dengan kapasitas operasi sebanyak 1.500 ton per hari.

Namun, belakangan, Pemerintah Kota Tangerang Selatan menyatakan akan turut memanfaatkan TPPAS Regional Lulut-Nambo. Sehingga, kapasitas pengolahan meningkat menjadi 1.800 ton per hari.

"Nambo ini merupakan siklus pengelolan sampah yang baik sebagai tempat pembuangan dan pengolahan sampah dari Kota dan Kabupaten Bogor, Depok juga Tangerang Selatan," sebut Emil.

Meski kapasitas pengolahan sampah TPPAS Lulut-Nambo diproyeksikan menampung dan mengolah sampah dari empat kabupaten/kota, namun pihaknya tetap membuka diri untuk daerah lain, seperti DKI Jakarta.

"Jadi kalau ngajak daerah lain harus bikin mesinnya jadi dua. Pada dasarnya kita kan open, buktinya Tangerang Selatan mau. Kita enggak kaku gitu harus berdasarkan daerah," jelas Emil.

Gubernur menerangkan, pengolahan sampah TPPAS Lulut-Nambo akan menggunakan teknologi yang berasal dari Jerman. Nantinya, sampah akan diproses melalui dua tahapan hingga akhirnya bisa didaur ulang. "Intinya gini, tahap pertama dikeringkan karena 60 persen sampah Indonesia itu basah. Makanya diperas dulu oleh teknologi Jerman," katanya.

Sementara pada tahap kedua, kata Emil, sampah tersebut bakal dicacah kecilkecil kemudian dipadatkan dan diolah menjadi bahan bakar refuse derived fuel (RDF).

"Hasilnya masuk tahap dua dicacah-cacah kecil dipadatkan dijual menjadi bahan bakar lagi. Pembelinya adalah Indocement," tandasnya.

Diketahui, TPPAS Regional Lulut-Nambo mulai direncanakan pada 2002 melalui kajian Jabodetabek Waste Management Corporation (JWMC) dan diprakarsai oleh Pemerintah Pusat melalui Kementerian Pekerjaan Umum.

Pemprov Jabar kemudian menindaklanjutinya melalui penyusunan dokumen perencanaan, meliputi studi kelayakan, desain perencanaan rinci (DED), analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal), serta dokumen pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa sekitar lokasi TPPAS.

Pembangunan TPPAS ini telah selesai dilakukan untuk tahap pembangunan infrastruktur dasar dengan biaya APBN, meliputi pembangunan sanitary landfill dan Ipal. Pembangunan sarana dan prasarana penunjang masih terus dilaksanakan secara bertahap sesuai alokasi yang tersedia dalam APBD Jabar, di antaranya meliputi pembangunan jalan akses dan jalan operasi serta pembangunan pagar dan pintu gerbang.

Pembangunan instalasi pengolahan sampah ini dilakukan melalui mekanisme Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) dengan badan usaha pemenang lelang, yaitu PT Jabar Bersih Lestari (JBL). Pemilihan mitra kerja sama ini dilakukan secara transparan dan akuntabel, sehingga diperoleh badan usaha yang benar-benar mampu secara finansial, mempunyai kompetensi teknis dan teknologi handal, serta aman bagi lingkungan.

Pengolahan sampah akan mengadopsi teknologi mechanical biological treatment (MBT) dimana sampah diolah untuk menghasilkan bahan bakar alternatif pengganti batu bara atau lazim disebut refuse derived fuel (RDF) yang digunakan oleh industri semen. Apabila proses pembangunan berjalan lancar, TPPAS Regional Lulut-Nambo dapat dioperasikan secara penuh pada pertengahan 2020.

Direktur Utama PT JBL Mr Do Yun Yu mengatakan, apabila TPPAS ini berhasil beroperasi, akan menjadi proyek RDF pertama di Indonesia. Karena RDF merupakan bahan bakar ramah lingkungan berupa batu bara hijau.

“Ini akan menjadi proyek RDF pertama di Indonesia dan diharapkan akan menjadi model yang baik bagi pengelolaan limbah di Indonesia, serta negara-negara lain di Asia Tenggara," harap Do Yun Yu.

Sebagai Perwakilan dari PT JBL, Do Yun Yu berjanji akan membuat proyek pengolahan sampah ini berhasil. "Saya berjanji akan berupaya semaksimal mungkin untuk memastikan proyek berhasil dilaksanakan dengan ramah lingkungan, higienis, dan selaras dengan masyarakat,” ujarnya.

Sementara itu, Direktur Utama PT Indocement Tunggal Prakarsa Kristian Kartawijaya menyambut baik proyek TPPAS ini. Menurutnya, proyek TPPAS Lulut-Nambo memiliki nilai strategis karena dari sampah rumah tangga bisa menjadi sumber energi. Ini adalah sejarah baru bagi Indonesia.

"Sampah rumah tangga yang dihasilkan setiap hari, bahwa plastik adalah masalah yang memusingkan. Tapi dengan teknologi ini, plastik pun bisa kita makan. Jadi plastik-plastik yang ditakuti oleh negara ini bisa menjadi sumber bahan bakar," jelas Kristian.

Selain itu, lanjut Kristian, hasil pengolahan sampahnya, yaitu RDF yang bisa mengurangi karbon dari industri semen. Dia pun berujar, proyek ini diharapkan bisa menjadi proyek percontohan pengelolaan sampah bagi daerah lain di Indonesia. "Kami percaya ini akan menjadi energi yang lebih ramah lingkungan, terbarukan, serta mengurangi emisi karbon bagi indutri semen itu sendiri," pungkasnya.
(sms)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.6947 seconds (0.1#10.140)