Mantan Bupati Bandung Barat Abubakar Dihukum 5,5 Tahun Penjara

Senin, 17 Desember 2018 - 16:30 WIB
Mantan Bupati Bandung Barat Abubakar Dihukum 5,5 Tahun Penjara
Abubakar, mantan Bupati Bandung Barat sekaligus terdakwa kasus suap Rp1,29 miliar, dinyatakan bersalah melakukan korupsi dan dihukum dengan hukuman 5,5 tahun penjara. Foto/SINDOnews/Agus Warsudi
A A A
BANDUNG - Abubakar, mantan Bupati Bandung Barat sekaligus terdakwa kasus suap Rp1,29 miliar, dinyatakan bersalah melakukan korupsi dan dihukum dengan hukuman 5 tahun dan enam bulan atau 5,5 tahun penjara.

Selain itu, Abubakar juga diwajibkan membayar denda Rp200 juta, subsidair kurungan enam bulan. Terdakwa juga diharuskan membayar uang pengganti Rp485 juta, dan harus dibayarkan maksimal satu bulan setelah ada keputusan tetap.

Jika terdakwa tidak bisa membayar maka diganti dengan harta bendanya disita oleh negara. Jika tidak memiliki harta benda diganti dengan hukuman penjara selama satu tahun.

Vonis tersebut dijatuhkan majelis hakim dalam sidang putusan yang berlangsung di ruang sidang 1 Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Jalan RE Martadinata, Kota Bandung, Senin (17/12/2018).

Ketua majelis hakim I Dewa Gd Suardhita menyatakan, Abubakar bersalah melanggar alternatif pertama Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20/2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUH Pidana jo Pasal 64 ayat 1 KUH Pidana.

"Menjatuhkan hukuman penjara selama lima tahun, dan enam bulan. Serta denda Rp 200 juta, subsider kurungan enam bulan," kata I Dewa Gd Suardhita.

Hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. "Sedangkan hal yang meringankan, Abubakar berlaku sopan, mengakui dan menyesali perbuatannya, belum pernah dihukum, dan telah mengembalikan uang Rp100 juta ke penyidik KPK," ujar Suardhita.

Vonis yang dijatuhkan terhadap Abubakar lebih ringan dibanding tuntutan yang diajukan oleh jaksa penuntut umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). JPU menuntut Abubakar dengan hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp400 juta subsidair 4 bulan kurungan jika Abubakar tidak mampu membayar.

Selain itu, dalam tuntutan, terdakwa juga diwajibkan membayar uang ganti kerugian sebesar Rp601 juta dan jika tidak dibayar selama 1 bulan, harta benda Abubakar dapat disita jaksa dan dilelang untuk mencukupi uang pengganti. Apabila harta benda tidak mencukupi, maka dijatuhi pidana penjara selama 6 bulan.

Seusai majelis hakim membacakan vonis, Abubakar diberi waktu untuk memberikan tanggapan. Di depan majelis hakim, JPU, kuaaa hukum, dan pengunjung sidang, Anubakar menyatakan menerima vonis tersebut.

"Terima kasih atas waktu dan kesempatannya. Saya secara pribadi menerima putusan ini. Kasus ini menjadi pelajaran ke depan dalam mengelola pemerintahan lebih baik lagi yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme demi masyarakat yang sejahtera. Doakan kami sekeluarga diberikan kekuatan dan ketabahan menjalani hukuman ini," kata Abubakar.

Sedangkan tim JPU menyatakan pikir-pikir atas vonis tersebut. Setelah mendengarkan pernyataan Abubakar dan tanggapan JPU, majelis hakim menutup sidang.

Sebelumnya JPU KPK Budi Nugraha menyatakan, Abubakar didakwa menerima suap Rp860 juta dari uang partisipasi yang diberikan para kepala SKPD kepadanya untuk kepentingan pencalonan Elin Suharliah di Pillkada KBB 2018.

"Pada Desember 2017, terdakwa Abubakar mengumpulkan sekitar 17 kepala SKPD untuk memberikan iuran sejumlah uang guna pencalonan pasangan Elin Suharliah dan Maman S Sunjaya," ujar Budi.

Kemudian, terdakwa meminta mantan Kepala Bappelitbangda KBB Adhiyoto untuk melakukan survei pengenalan masyarakat terhadap pasangan Elin-Maman melalui salah satu lembaga survei dengan dana Rp120 juta yang berasal dari dana nonbudgeter Bappelitbangda yang saat itu dipimpin Asep Hikayat (sudah dituntut).

Tidak hanya itu, terdakwa kemudian mengumpulkan para kepala dinas dan menegaskan kembali soal pencalonan istrinya, serta meminta dukungan baik moril dan materil.

Sebagai penegasan dan permintaan Terdakwa tersebut, masih pada Januari 2018 bertempat di rumah terdakwa di Jalan Grand Hotel Lembang No 33 Kabupaten Bandung Barat, tendakwa memanggil Adhiyoto dan Weti Lembanawati untuk menegaskan tindak lanjut dari keinginan terdakwa untuk meminta partisipasi iuran berupa uang yang berasal dari beberapa dinas/SKPD di lingkungan

"Kemudian terdakwa memerintahkan kepada Weti dan Adhiyoto dengan kata-kata tolong dibantu untuk mengumpulkan SKPD-SKPD, dan tanyakan apa SKPD bisa membantu, dan berapa bisa hantunya," tutur dia..

Tidak hanya itu, sekitar awal Februari 2018, pada saat rapat di Kantor Pemerintah Kabupaten Bandung Barat, terdakwa kembali menegaskan kepada Kepala Dinas yang hadir agar ikut membantu menyukseskan pencalonan Elin-Maman. Terdakwa juga sempat menyampaikan kalimat yang pada pokoknya bahwa jika ada Kepala Dinas/SKPD yang tidak mau membantu maka akan diganti jabatannya. Perintah tersebut langsung ditindaklanjuti Weti dan Adhiyoto.

Dalam pertemuan tersebut, Adhiyoto kembali menegaskan dengan mengatakan, "Pimpinan (Terdakwa selaku Bupati Bandung Barat) lagi butuh, kamu mesti inget lah, kita kasih supporting, kita bantu untuk bantu Pilkada," dan Weti menambahkan dengan mengatakan "Kumpul-kumpulkanlah sepuluh juta rupiah masing-masing kepala dinas, secepatnya, paling lambat Jumat. Ada catatannya nanti, yang ngasih dan tidak, saya catat," ujar Budi menirukan ucapan keduanya.

Kemudian, atas sepengetahuan terdakwa, Adhiyoto kembali melakukan pertemuan dengan kepala SKPD dan menyebutkan soal kebutuhan dana Rp970 juta untuk kepentingan survei elektabilitas. Kemudian, para kepala SKPD diharuskan menyumbang Rp50 juga hingga Rp 65 juta yang dikumpulkan Adhiyoto dan Weti.
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.4192 seconds (0.1#10.140)