Kritis, Pelija Desak Pemerintah Audit Bangunan di KBU

Kamis, 13 Desember 2018 - 19:27 WIB
Kritis, Pelija Desak Pemerintah Audit Bangunan di KBU
Ketua Pelija MQ Iswara mendesak pemerintah segera turun tangan menangani kerusakan KBU, termasuk menyelesaikan berbagai persoalan lingkungan di Jabar. Foto/SINDOnews/Agung Bakti Sarasa
A A A
BANDUNG - Kawasan Bandung Utara (KBU) dinilai semakin kritis akibat maraknya pembangunan. Pemerintah dituntut bersikap tegas dengan melakukan audit terhadap bangunan-bangunan yang berdiri di kawasan konservasi tersebut.

Audit terhadap bangunan-bangunan yang berdiri di KBU mendesak dilakukan. Pasalnya, banyak bangunan diduga melanggar aturan. Dalam aturan, persentase bangunan ditetapkan sebesar 20%, sedangkan sisanya untuk resapan air. Kenyataan di lapangan sebaliknya. Bahkan, ada yang membangun lahannya hingga 100%.

Terlebih, dampak kondisi semakin kritisnya KBU juga telah dirasakan masyarakat, khususnya yang tinggal di Bandung Raya yang meliputi Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung Barat, dan Sumedang.

"Areal tertutup atau konserveasinya sudah tipis. Setiap hujan limpasan air turun deras, hampir setiap hujan terjadi banjir, bahkan banjir bandang," kata Ketua Peduli Lingkungan Jawa Barat (Pelija) MQ Iswara di seusai kegiatan Refleksi Akhir Tahun 2018 di kawasan Jalan Asia Afrika, Kota Bandung, Kamis (13/12/2018).

Dalam kegiatan tersebut, organisasi yang konsern terhadap persoalan lingkungan itu menggelar diskusi bersama seluruh stakeholder, mulai pemerintah pusat dan daerah, aparat penegak hukum, hingga pemerhati lingkungan.

Desakan audit terhadap bangunan di KBU juga merupakan kesimpulan dari diskusi tersebut. "Kami merekomendasikan, (izin pembangunan) KBU di-review lagi. Pelanggar aturan harus disanksi tegas," tegas Iswara.

Tidak hanya itu, pihaknya pun mendesak pemerintah menghentikan sementara (moratorium) izin pembangunan di KBU. Moratorium mendesak dilakukan agar kondisi KBU tidak makin kritis.

"Kami memohon agar semua izin yang masuk dikaji betul sampai terpetakan secara rinci sambil diaudit lingkungannya," tandas dia.

Iswara meminta pemerintah, khususnya Pemprov Jabar sebagai regulator bergerak cepat menangani persoalan di KBU, agar dampak banjir yang kerap dialami masyarakat Bandung Raya dapat ditekan. Dia menegaskan, dalam penanganan banjir, pembenahan KBU sebagai kawasan hulu harus didahulukan.

"Bagaimana mau menangani banjir jika KBU tidak ditata. Tanpa penataan KBU, banjir akan terus terjadi, bahkan bukan tidak mungkin terjadi banjir lebih besar," tutur Iswara.

Dalam diskusi tersebut, ungkap dia, pihaknya juga membahas berbagai persoalan lingkungan lainnya, mulai dari penanganan Sungai Citarum, penataan kawasan Bogor, Puncak, Cianjur (Bopuncur) yang nasibnya serupa dengan KBU, hingga penambangan ilegal di kawasan Jabar selatan.

"Kami rekomendasikan juga moratorium izin penambangan. Sementara untuk Bopuncur, kami juga merekomendasikan hal yang sama seperti KBU karena wilayah konservasi itu juga makin kritis," ungkap dia.

Sementara terkait penanganan Sungai Citarum, Iswara mengusulkan pembentukan badan otoritas yang sifatnya permanen, sehingga penanganan Sungai Citarum akan lebih optimal.

"Jadi tidak ganti pejabat, ganti kebijakan. Satgas (Satuan Tugas Citarum) sudah ada, kami minta Satgas ini dilembagakan. Satgas ini sudah berjalan baik, makanya kami rekomendasikan untuk dipermanenkan," pungkas Iswara.

Sementara itu, tenaga ahli dari Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citarum M Ruhimat membenarkan, luapan Sungai Citarum yang mengakibatkan banjir di sejumlah wilayah di Bandung Raya akibat menipisnya lahan resapan air di kawasan hulu. Sehingga, limpasan air (run off) ke daerah yang lebih rendah pun semakin besar.

"Di bagian kawasan atas (KBU) bangunan semua tembokan, bagaimana air bisa menyerap. Jadi air hujan langsung masuk ke sungai dan debit air sungai pun meningkat signifikan," kata Ruhimat.

BBWS sendiri sudah melakukan berbagai upaya untuk menekan dampak banjir, seperti pengerukan sedimentasi Sungai Citarum yang rutin dilakukan. Namun, kata Ruhimat, jika kawasan hulu tidak dikendalikan, luapan air sungai tak bisa dihindari hingga mengakibatkan banjir. "Intinya, harus ada resapan air di kawasan hulu, jangan sampai run off ini tidak terkendali," tandas dia.

Kritis, Pelija Desak Pemerintah Audit Bangunan di KBU
(awd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 2.3171 seconds (0.1#10.140)