FSP BUMN Strategis Tolak Kebijakan Ekonomi ke-16 terkait Energi dan Telekomunikasi

Rabu, 05 Desember 2018 - 18:35 WIB
FSP BUMN Strategis Tolak Kebijakan Ekonomi ke-16 terkait Energi dan Telekomunikasi
FSP BUMN Strategis menyatakan menolak paket kebijakan ekonomi ke-16 menyangkut sektor energi dan telekomunikasi. Foto/SINDOnews/Arif Budianto
A A A
BANDUNG - Federasi Serikat Pekerja BUMN Strategis (FSP BUMN Strategis) menolak kebijakan ekonomi ke-16 terkait investasi asing pada sektor energi dan telekomunikasi. Kebijakan tersebut dinilai bakal menggadaikan kedaulatan bangsa.

Ketua Umum FSP BUMN Strategis Wisnu Adi Wuryanto mengatakan, pihaknya menolak liberalisasi sektor industri strategis yang ditelurkan melalui kebijakan ekonomi ke-16. Di mana, penanaman modal asing (PMA) dibuka hingga 100%, salah satunya untuk sektor energi dan telekomunikasi.

“Kami menolak kebijakan liberalisasi telekomunikasi dan energi dari paket kebijakan ekonomi ke-16. Ketentuan 67% di sektor TI dan 49% di energi yang berlaku saat ini, itu sudah sangat terbuka. Tapi sekarang ditambah menjadi 100%. Mestinya dikurangi agar menjadi pemilik mayoritas,” kata Wisnu di Cafe Gazeebo, Jalan Surapati, Kota Bandung, Rabu (5/12/2018).

Menurut dia, bila kebijakan ini hanya untuk mendorong investasi masuk ke Indonesia, ini adalah tindakan nonsen dan gegabah. Karena ini menyangkut kedaulatan Indonesia. Energy dan telekomunikasi, harus berdaulat. Jangan karena alasan investasi asing susah masuk, dibikin kebijakan yang dinilai dia berbahaya.

“Kami ingin sadarkan pemerintah, kebijakan ini jangan dilakukan. Efeknya nanti ke depan, bukan satu dua tahun ini. Apalagi penduduk Indonesia sangat banyak. Karena, kalau teknologi sudah dikuasai asing, dan kontrol juga bakal dikuasai asing, ya nanti tinggal nunggu waktu saja,” beber dia.

Menurut dia, telekomunikasi dan energy adalah cabang produksi penting bagi negara yang menguasai hajat hidup orang banyak. Pemerintah harus memastikan sumber daya yang terbatas itu dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat.

Ketua Serikat Karyawan PT Telekomunikasi Indonesia Asep Mulyana mengatakan, Sekar Telkom menolak liberalisasi telekomunikasi dan energi. Di negara lain, seperti Australia mereka membuat backbone, Malaysia juga demikian. Tetapi di Indonesia justru dilepas hingga 100%.

“Kita kenal Indosat dulu BUMN. Tapi sekarang punya asing. Indosat mestinya menjadi contoh dibukanya saham sampai 67%. Harusnya 49% saja. Apalagi ini sampai 100%. Bayangkan kalau semua dikuasai asing, di situ ada informasi pemerintah, info strategis bisa tak terkendalikan,” kata dia.

Diketahui, FSP BUMN Strategis membawahi Serikat Pekerja di Telkom, PLN, PJB, Indonesia Power, Telkomsel, dengan anggota puluhan ribu karyawan BUMN.
(awd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 0.8356 seconds (0.1#10.140)