Tunggakan BPJS Rp6 T, Perusahaan Farmasi Kelimpungan Beli Bahan Baku Obat

Sabtu, 17 November 2018 - 23:12 WIB
Tunggakan BPJS Rp6 T, Perusahaan Farmasi Kelimpungan Beli Bahan Baku Obat
*** Ketua Umum Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia Tirto Kusnadi. Foto/SINDOnews/Adi Haryanto
A A A
BANDUNG BARAT - Perusahaan farmasi atau obat di Indonesia mengeluhkan belum dibayarnya tunggakan BPJS Kesehatan yang mencapai lebih dari Rp6 triliun dan sudah berjalan lebih dari setahun. Kondisi ini berdampak tersendatnya suplai obat kepada sejumlah rumah sakit, puskesmas, hingga klinik, akibat dari tidak adanya dana untuk membeli bahan baku pembuatan obat.

"Total tunggakan BPJS Kesehatan ke perusahaan farmasi yang belum dibayarkan sekitar Rp6-7 triliun dan yang dibayar baru sekitar 6%," kata Ketua Umum Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GP Farmasi) Tirto Kusnadi saat ditemui pada kegiatan operasi katarak gratis kepada 100 pasien di RSUD Cililin, Kabupaten Bandung Barat, Sabtu (17/11/2018).

Dia menjelaskan, perusahaan farmasi memang tidak menjual langsung obat ke BPJS. Tapi, ketika BPJS menunggak pembayaran kepada pihak rumah sakit, dampaknya rumah sakit sebagai pihak penerima/pembeli obat kesulitan untuk membeli kebutuhan obatnya ke perusahaan farmasi. Padahal, pelayanan kesehatan kepada masyarakat begitu besar yang otomatis kebutuhan obat juga tinggi. Tapi, hal itu tidak bisa terpenuhi manakala produksi obat terhenti akibat bahan baku tidak terbeli.

Tirto meminta agar pemerintah segera membantu BPJS Kesehatan karena tunggakan ini sudah ada yang mencapai satu tahun. Padahal, jika enam bulan saja tidak dibayar perusahaan farmasi sudah kelimpungan untuk memproduksi obat. Apalagi, dengan kondisi bahan baku impor yang naik karena nilai tukar dolar terhadap rupiah melambung, sementara anggaran untuk belanja tidak tersedia.

Sejauh ini, tambahan Rp5 triliun yang diberikan ke BPJS dari pemerintah tidak semuanya didistribusikan ke rumah sakit untuk kemudian dibayarkan ke perusahaan farmasi.

"Ya, mungkin mereka (BPJS) juga ada prioritas untuk dibayarkan. Tapi kami juga ingin secepatnya beli bahan baku (obat) tapi kalau duitnya tidak ada, gimana," keluhnya.

Ketua Komisi IX DPR RI Dede Yusuf Macan Effendi mengaku akan memberikan teguran kepada pemerintah terkait tunggakan ke perusahaan farmasi yang baru dibayarkan 6%. Dia menyebutkan, cash in di BPJS sekitar Rp70 triliun dan cash out-nya Rp85 triliun itu tidak sinkron sehingga berdampak kepada pembayaran ke rumah sakit.

Cash in itu terdiri dari Rp25 triliun dibayar negara, lalu ada pembayaran rutin perusahaan, TNI, Polri Rp29 triliun, pemerintah daerah Rp10-15 triliun, dan dari peserta mandiri Rp30-35 triliun dan yang membayarnya hanya Rp54% sisanya peserta mandiri tidak rajin membayar.

"Pemerintah harus turun tangan membantu tunggakan BPJS ini melalui dua cara, yakni menaikkan premi keanggotaan atau menambah subsidi. Sebab, kasus obat di rumah sakit kosong bukan karena pabrik obat yang tidak mau memberikan obat, tapi mereka sudah ngos-ngosan," ujarnya.
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 0.9003 seconds (0.1#10.140)