Dede Yusuf Minta Pemerintah Perhatikan Nasib Penderita Katarak

Sabtu, 17 November 2018 - 19:08 WIB
Dede Yusuf Minta Pemerintah Perhatikan Nasib Penderita Katarak
Ketua Komisi IX DPR RI Dede Yusuf bersama Gabungan Pengusaha Farmasi, Persatuan Dokter Mata Indonesia, dan Imah Rancage menggelar operasi katarak gratis di RSUD Cililin, Kabupaten Bandung Barat, Sabtu (17/11/2018). Foto/SINDOnews/Adi Haryanto
A A A
BANDUNG BARAT - Ketua Komisi IX DPR RI Dede Yusuf Macan Effendi meminta pemerintah tidak hanya memperhatikan dan menggelontorkan dana ratusan triliun untuk pembangunan infrastruktur. Perhatikan juga pelayanan kesehatan kepada masyarakat terkait dengan dibatasinya pelayanan operasi katarak oleh BPJS hanya untuk kriteria-kriteria tertentu.

"Dua bulan lalu kami pernah mempermasalahkan salah satu program BPJS Kesehatan yang membatasi pelayanan untuk operasi katarak. Setelah saya cek, selain memang biayanya mahal, kemampuan anggaran yang dimiliki juga terbatas sementara pelayanan kesehatan kepada masyarakat tinggi, alhasil banyak tunggakan BPJS yang belum dibayar," jelas politisi Partai Demokrat ini saat reses di RSUD Cililin, Kabupaten Bandung Barat (KBB), sekaligus memberikan pelayanan pengobatan katarak gratis, Sabtu (17/11/2018).

Menurut Dede, kondisi itu harus menjadi perhatian serius dari pemerintah. Apalagi, saat ini di Indonesia angka kebutaan masih sangat tinggi yakni terbesar ke lima di dunia. Belum lagi dari data sementara, setengah persen dari total penduduk Indonesia berpotensi menderita katarak.

Di sisi lain pemerintah juga menargetkan pada 2030 Indonesia bisa zero kebutaan. Itu artinya jika ada pembatasan pelayanan kepada pasien katarak maka target tersebut sulit untuk tercapai.

"Kami mendorong program BPJS untuk operasi katarak bisa digulirkan kembali. Sedang kepada pemerintah sebaiknya ada skala prioritas dalam menggulirkan program. Masak dana ratusan triliun untuk infrastruktur ada, sementara dana puluhan triliun untuk menolong rakyat (operasi katarak) tidak diprioritaskan," ujarnya.

Dia mengakui, biaya operasi untuk katarak cukup mahal yakni mencapai Rp7 juta/orang. Sementara, alokasi anggaran BPJS Kesehatan secara total untuk meng-cover operasi katarak hanya Rp2 triliun/tahun. Belum lagi antrean pasien katarak di BPJS mencapai hingga sembilan bulan. Sehingga, butuh kebijakan baru dalam pengalokasian anggaran ke BPJS.

Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah dengan metode operasi katarak menggunakan alat phaco emulsifikasi yang prosesnya cepat sehingga waktu menunggu tidak terlalu lama.

Menurutnya, pada kondisi saat ini saat negara sedang mengalami defisit Rp11-16 triliun, ada penambahan alokasi anggaran baru senilai Rp5 triliun. Tapi sayangnya dari anggaran tambahan yang dikucurkan tersebut, tidak semuanya dipergunakan untuk melunasi utang atau tunggakan BPJS ke produsen obat. Sehingga, banyak ditemukan seolah-olah obat habis atau kosong di rumah sakit, padahal itu karena produsen obat belum mengirimkan obat karena tunggakan belum dibayar.

"Semestinya berapa pun biaya kesehatan yang dibutuhkan masyarakat sebaiknya diperhatikan oleh pemerintah, ini sebagai bukti bahwa negara ada di tengah-tengah masyarakat. Jangan seperti sekarang infrastruktur digenjot tapi perhatian kepada sektor kesehatan tidak ditambah," pungkasnya.
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.1211 seconds (0.1#10.140)