Masyarakat di Sekitar Sesar Lembang Diajak Pahami Risiko Bencana

Selasa, 30 Oktober 2018 - 19:17 WIB
Masyarakat di Sekitar Sesar Lembang Diajak Pahami Risiko Bencana
Ruhimat dari BMKG Bandung memberikan materi dalam dialog publik Kupas Tuntas Sesar Lembang pada peringatan bulan PRB 2018 di Hotel Augusta, Lembang, KBB, Selasa (30/10/2018). Foto/SINDOnews/Adi Haryanto
A A A
BANDUNG BARAT - Para pakar dan peneliti dari Pusat Penelitian Mitigasi Bencana (PPMB) Institut Teknologi Bandung (ITB) mengajak warga yang berada di kawasan Sesar Lembang untuk memahami dan mengantisipasi risiko bencana.

Sebab, Sesar Lembang sepanjang 29 kilometer membentang dari Padalarang hingga Batulonceng, Lembang adalah patahan aktif. Sehingga, pengenalan risiko bencana harus diketahui sejak dini.

"Banyak yang bertanya soal Sesar Lembang. Saya katakan, memang itu (Sesar Lembang) kondisinya aktif karena selalu ada pergeseran sekitar 3-5 milimeter," kata Kepala BPBD Jabar Dicky Saromi dalam kegiatan dialog publik 'Kupas Tuntas Sesar Lembang' pada peringatan bulan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) 2018, di Hotel Augusta, Lembang, KBB, Selasa (30/10/2018).

"Kondisi itu tidak perlu disikapi dengan kekhawatiran berlebihan karena yang harus diantisipasi adalah bagaimana warga memahami cara mengurangi risiko jika bencana itu terjadi," jelas dia.

Dia mengemukakan, sangat wajar jika banyak masyarakat yang bertanya soal keberadaan Sesar Lembang. Apalagi peristiwa bencana terjadi seperti di Lombok, Palu, Donggala, hingga Sigi yang menimbulkan banyak korban jiwa membuat masyarakat khawatir.

Karena itu, ujar dia, BPBD Jabar tak henti-hentinya melakukan edukasi dan simulasi mengenai antisipasi ketika terjadi bencana kepada pelajar, masyarakat umum, instansi pemerintah, dan swasta.

"Bagi warga yang ada di sekitar daerah rawan bencana sebaiknya memperhatikan bangunan. Struktur bangunan harus punya kekuatan skala tertentu sehingga bisa melindungi dan tahan terhadap goncangan," ujar dia.

Peneliti PPMB ITB Dr Irwan Meilano menilai, masyarakat tidak perlu khawatir terhadap gempa. Sebab bukan gempa yang menyebabkan kematian, melainkan reruntuhan yang disebabkan oleh gempa tersebut.

Oleh karena itu perlu struktur bangunan berstandar sehingga warga tidak perlu takut karena setidaknya bangunan tidak akan hancur lebur. Selain itu perlu juga diketahui atau dipahami risiko dan perkuat tata kelola atau jalur evakuasi guna memperkuat kesiapsiagaan.

Sementara itu staf Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Geofisika Bandung Ruhimat mennuturkan, sejak 1900 hingga 2017, Indonesia tercatat sebagai negara rawan gempa bumi.

Di Indonesia, hanya Kalimantan yang menjadi wilayah minim gempa dibandingkan pulau-pulau lain. "Kalau untuk di Jabar, sejak 1963-2018 tercatat banyak pusat titik gempa. Apalagi di wilayah Bandung dikelilingi oleh tiga patahan, seperti Cimandiri, Balibis, dan Sesar Lembang," kata Ruhimat.

Pada kegiatan yang dihadiri oleh ratusan peserta ini, turut hadir pula peneliti PPMB ITB Dr Nuraini Rahma Hanifa, Bupati Bandung Barat Aa Umbara, dan Kabid Pencegahan Kesiapsiagaan BPBD KBB Agus Rudianto yang mewakili Administratur Perhutani KPH Bandung Utara.
(awd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.1299 seconds (0.1#10.140)