Kemensos Gelar Uji Publik RPP Habilitasi dan Rehabilitasi Disabilitas

Jum'at, 26 Oktober 2018 - 22:55 WIB
Kemensos Gelar Uji Publik RPP Habilitasi dan Rehabilitasi Disabilitas
Dirjen Rehabilitasi Sosial Kemensos Edi Suharto (tengah) dan Principal Advisor SPP Cut Sri Rozzana (kiri) memaparkan tujuan Uji Publik RPP Habilitasi dan Rehabilitasi bagi Penyandang Disabilitas. Foto/SINDOnews/Agung Bakti Sarasa
A A A
BANDUNG - Kementerian Sosial (Kemensos) menggelar Uji Publik Rencana Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Habilitasi dan Rehabilitasi bagi Penyandang Disabilitas demi pemenuhan hak-hak para penyandang disabilitas.

Direktur Jenderal (Dirjen) Rehabilitasi Sosial Kemensos Edi Suharto memaparkan, sekitar 21 juta orang atau 8,56% penduduk Indonesia merupakan penyandang disabilitas.

Namun, besarnya populasi mereka tidak diimbangi dengan tingginya partisipasi penyandang disabilitas dalam berbagai sektor, seperti pendidikan, pelatihan, penempatan kerja, dan lainnya.

Tidak hanya itu, penyandang disabilitas juga kerap tereksklusi dari lingkungan sosial dan mendapatkan keterbatasan terhadap fasilitas dan layanan publik.

Selama ini, kata Edi, dukungan terhadap mereka lebih banyak dimaknai dalam perspektif charity based (kegiatan sosial), bukan berdasarkan hak asasi manusia (human right based).

"Cara pandang bahwa penyandang disabilitas adalah objek harus diubah menjadi subjek dalam penentuan kebijakan. Kita harus mengubah kebijakan yang semula hanya ditujukan untuk permasalahan sosial menjadi jaminan pemenuhan hak penyandang disabilitas," kata Edi di sela-sela kegiatan tersebut di Hotel Intercontinental, Jalan Dago Pakar, Kota Bandung, Jumat (26/10/2018).

Dalam kegiatan hasil kerja sama Kemensos dengan Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ) lewat Social Protection Programmes (SPP) itu, Edi menjelaskan, uji publik bertujuan untuk mendapatkan masukan, menyelaraskan, dan menyempurnakan penyusunan RPP sebagai turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.

Edi melanjutkan, peningkatan inklusivitas penyandang disabilitas dapat dilakukan melalui sejumlah kebijakan. Di antaranya peningkatan advokasi peraturan dan kebijakan di tingkat pusat dan daerah, pengembangan kapasitas tenaga kerja pelayanan publik, pengembangan perlindungan sosial melalui skema manfaat bagi penyandang disabilitas miskin berbasis keluarga, dan sosialisasi serta edukasi kepada masyarakat.

"Pembangunan inklusif disabilitas dilaksanakan dengan pendekatan twin-track dimana pengarusutamaan disabilitas dilakukan di seluruh program dan menargetkan penyandang disabilitas berpartisipasi dan mendapatkan manfaat dari setiap program berdasarkan kesamaan hak," papar Edi.

"Dalam pembangunan insklusif disabilitas, pengusungan prinsip-prinsip aksesibilitas, partisipasi dan antidiskriminasi harus terus diperkuat," sambungnya.

Lebih jauh Edi mengatakan, peyusunan draft RPP tentang Habilitasi dan Rehabilitasi bagi Penyandang Disabilitas mengacu pada Convention on the Right of Person with Disability (CRPD), yakni konvensi mengenai hak penyandang disabilitas yang diadopsi oleh Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 13 Desember 2006 silam dan mendapatkan status legal penuh pada Mei 2018 lalu.

"Konvensi ini mencerminkan perubahan pandangan mengenai disabilitas yang mengakui bahwa mereka merupakan bagian dari keragaman umat manusia dan mempunyai hak sama dengan setiap orang," tegasnya.

Edi menambahkan, berdasarkan konvensi tersebut, hak-hak penyandang disabilitas mulai ditempatkan dalam kebijakan praktis pemerintah bahwa penyandang disabilitas harus menikmati hak-hak dasar yang sebanding dengan orang lain.

Sementara itu, Principal Advisor SPP Cut Sri Rozzana mengapresiasi sikap pemerintah yang telah menunjukkan komitmen dukungannya terhadap penyandang disabilitas. Terbukti, kata Sri, pemerintah kini lebih menghargai penyandang disabilitas layaknya masyarakat umum lainnya, seperti dalam penyelengaraan Asian Paragames2018.

Sri mengakui, jika dibandingkan negara-negara maju, seperti Jerman, perhatian pemerintah terhadap penyandang disabilitas memang masih kalah jauh. Meski begitu, dengan tingginya komitmen pemerintah, pihaknya yakin, penyandang disabilitas di Indonesia segera mendapatkan haknya secara penuh sebagai warga negara.

"Kita sekarang mulai bergerak dari yang awalnya charity based menjadi human right based. Memang perlu proses, butuh waktu agar seluruh hak penyandang disabilitas bisa terpenuhi. Yang pasti, komitmen pemerintah semakin tinggi," katanya.
(awd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 0.9772 seconds (0.1#10.140)