Pemerintah Diminta Tak Umumkan Kasus Kematian Pasien COVID-19

Kamis, 26 Maret 2020 - 11:43 WIB
Pemerintah Diminta Tak Umumkan Kasus Kematian Pasien COVID-19
Poly Network (PN), sebuah kelompok peneliti jaringan sosial kualitatif independen dan non-partisan meminta pemerintah tidak mengumumkan ratio kasus Corona atau COVID-19. Foto/Ilustrasi/SINDOnews
A A A
BANDUNG - Poly Network (PN), sebuah kelompok peneliti jaringan sosial kualitatif independen dan non-partisan yang berisikan sekelompok akademisi antropologi, sosial politik, dan praktisi teknologi informasi meminta pemerintah tidak mengumumkan ratio kasus Corona atau COVID-19.

Direktur PN, Johan Neesken berpendapat bahwa persentase tingkat Fatalitas atau Case Fatality Rate (CFR) maupun Death Rate sebaiknya tidak diumumkan oleh pemerintah. Sebab, CFR maupun Death Rate berpotensi menyesatkan dan dapat disalahtafsirkan untuk kepentingan-kepentingan yang tidak menguntungkan upaya percepatan penanganan wabah COVID-19.

"Lembaga official seperti WHO dan CDC US pun tidak melakukan hal itu," ujar Johan dalam keterangan tertulisnya, Kamis (26/3/2020). (Baca juga; Satu Orang Positif Corona, Kota Tasikmalaya KLB COVID-19 )

Menurut dia, sebagian besar diskusi terkini tentang risiko kematian akibat COVID-19 fokus pada CFR. Dalam kasus terburuk, banyak yang menyesatkan bahwa CFR memberikan jawaban untuk pertanyaan seberapa besar kemungkinan seseorang terinfeksi COVID-19 meninggal.

Meskipun CFR sebagai metrik yang relevan, namun kata Johan, CFR tidak memberi tahu tentang risiko kematian orang yang terinfeksi. "Itu hanyalah rasio antara jumlah kematian yang dikonfirmasi dari penyakit dan jumlah kasus yang dikonfirmasi (bukan total kasus)," tegasnya. (Baca juga; Dosen IPB University Meninggal, Rektor Tunggu Hasil Tes Swab COVID-19 )

Johan juga mengatakan, adapun Death Rate sebagai ukuran yang sangat berbeda. Dihitung dengan membagi jumlah kematian akibat penyakit dengan total populasi seringkali disebut dengan Death Rate. “Ini penting untuk dibedakan karena sayangnya orang juga terkadang mengacaukan CFR dengan Death Rate," imbuhnya.

Dia mencontohkan pandemi flu Spanyol pada 1918. Perkiraan yang sering dikutip oleh Johnson dan Mueller (2002) adalah bahwa 50 juta orang meninggal secara global dari pandemi ini dan hal ini menyiratkan bahwa 2,7% dari populasi dunia pada saat itu meninggal.

"Ini berarti Death Rate adalah 2,7 persen. Tetapi 2,7% sering salah dilaporkan sebagai CFR. Jika faktanya Death Rate adalah 2,7%, maka tingkat CFR jauh lebih tinggi karena tidak semua orang di dunia terinfeksi flu Spanyol," jelasnya.

CFR yang umum dilaporkan sebagai nilai tunggal bahkan konstanta biologis, juga patut disayangkan. Sebab, CFR bukanlah nilai yang terkait dengan penyakit yang diberikan, tetapi sebaliknya mencerminkan keparahan penyakit dalam konteks tertentu, pada waktu tertentu, dan dalam populasi tertentu.

Johan kembali menegaskan bahwa angka CFR tidak mencerminkan probabilitas kematian, karena pada waktu yang sama, nilai CFR memberi dua kemungkinan yang saling bertolak belakang. Dapat dipahami bahwa kemungkinan kematian lebih rendah dibandngkan CFR, karena tidak semua orang ditest COVID19.

Juga dapat dipahami bahwa kemungkinan kematian lebih tinggi dibandingkan CFR, karena beberapa orang yang sedang sakit pada akhirnya akan meninggal karena penyakit tersebut. Membandingkan angka CFR akan tepat jika dipahami sebagai perbedaan dalam skala upaya pengujian (Covid-19 Test).

Setelah epidemi atau wabah selesai, kata Johan, statistik agregat kasus dan kematian untuk menghitung tingkat fatalitas kasus dapat diandalkan. Namun, selama wabah berlangsung perlu berhati-hati menafsirkan CFR karena hasil (pemulihan atau kematian) dari sejumlah besar kasus juga masih belum diketahui. "Ini adalah sumber umum untuk misinterpretasi peningkatan CFR pada tahap awal wabah (outbreak)," ujarnya.

CFR dan Death Rate menurutnya memang tidak salah, namun berpotensi menyesatkan dan mudah dipolitisasi. Oleh karenanya, pihaknya memberikan sejumlah catatan kepada pemerintah dan lembaga publik, agar upaya percepatan penanganan wabah Covid-19 tidak terhambat.

Sejumlah catatan tersebut, yakni:
1. Sama sekali tidak mempublish rate tersebut sebagaimana WHO dan CDC US.
2. Menjelaskan kepada masyarakat apa rate tersebut
3. Mengarahkan media agar menghindari penggunaan rate tersebut pada pemberitaan dan analisa-analisanya.
4. Rate tersebut cukup digunakan di otoritas medis dan akademis.
(wib)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 2.3804 seconds (0.1#10.140)