Ini Penjelasan Gamblang Guru Besar Farmakologi Unpad tentang Kina Obat Corona

Kamis, 19 Maret 2020 - 12:34 WIB
Ini Penjelasan Gamblang Guru Besar Farmakologi Unpad tentang Kina Obat Corona
Guru Besar Bidang Farmakologi dan Farmasi Klinik Universitas Padjadjaran (Unpad) Keri Lestari. Foto/Humas Unpad
A A A
BANDUNG - Virus Corona atau Covid-19 tengah mewabah di dunia. Di Indonesia, wabah ini telah menjangkiti 172 orang. Ada kekhawatiran sebagian besar orang, virus ini sulit ditangkal sebab belum ada obat yang mujarab.

Karena itu, sejak Corona mewabah para peneliti dari berbagai negara berlomba-lomba melakukan penelitian untuk menemukan obat yang tepat untuk menyebuhkan penderita Corona.

Salah satu peneliti yang melakukannya adalah Guru Besar Bidang Farmakologi dan Farmasi Klinik Universitas Padjadjaran (Unpad) Keri Lestari.

Setelah melakukan penelitian secara saksama, Keri merekomendasikan Kina sebagai obat mujarab untuk mengobati pengidap Corona.

"Penelitian ini tak hanya dilakukan oleh peneliti dari Unpad tapi juga perguruan tinggi lain. To fight The Covid-19 collaboration is necessary and important (untuk memerangi Covid-19, kerja sama sangat perlu dan penting). Jadi harus kolaborasi," kata Keri di Kampus Unpad Dipatiukur, Rabu (18/3/2020).

Kepada wartawan, Keri menjelaskan latar belakang kesimpulannya hingga merekomendasikan Kina yang selama ini dikenal sebagai antimalaria dapat juga menyembuhkan pengidap Corona.

Keri mengemukakan, rekomendasi itu didasarkan atas critical appraisal dari evidence base medicine (pembuktian berdasarkan pengobatan) atas screening obat yang telah dilakukan dengan uji klinik multisenter peneliti dari China dan berbagai negara.

Para peneliti di China dan berbagai negara, kata Keri, melakukan penelitian untuk mengetahui karakter genom Corona dan pilihan terapi yang bisa diakukan untuk menyembuhkan pengidap.

"Pengetahuan atas karakter genom Corona dilakukan agar peneliti mengetahui jenis patogen dalam virus itu sekaligus cara mengatasinya," ujar Keri.

Dari serangkaian penelitian, tutur Keri, akhirnya peneliti berhasil menemukan karakter genom dari Corona dalam waktu sepuluh hari. Perkembangan teknologi mempengaruhi kecepatan peneliti dalam mendapatkan hasil penelitian.

"Hasilnya, dipastikan Corona merupakan bagian dari virus RNA, yakni virus yang memiliki RNA (asam Ribonukleat) sebagai materi genetik. Kepastian tersebut diungkapkan pada 10 Januari lalu. Peneliti kemudian mencoba menggunakan obat HIV hingga Hepatitis C yang masuk ke dalam jenis virus RNA," tutur Keri.

Keri mengungkapkan, setelah mengetahui karaket genom Corona, para peneliti di China melakukan screeni terhadap ribuan obat yang berpotensi dapat menangani Corona.

Setelah melalui rangkaian uji klinik multisenter, tutur Keri, peneliti memperoleh dua senyawa sintetis, yakni Remdisivir yang selama ini digunakan untuk menyembuhkan penyakit Ebola dan Klorokuin Fosfat atau antimalaria.

Namun Remdisivir belum disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) atau Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat. Sebab tingkat efektivitas Remdisivir di angka 60 persen.

Klorokuin Fosfat sudah lama beredar di Indonesia dan luar negeri selama 70 tahun dan waktu pemulihan penderita malaria lebih cepat. Sehingga, Klorokuin Fosfat lebih direkomendasikan dibanding Remdisivir.

Yang jadi persoalan, tutur Keri, beberapa negara kini sudah lockdown. Dampaknya, Indonesia bakal kesulitan untuk mendapatkan bahan baku Klorokuin Fosfat. Sebab, selama ini, Indonesia mengandalkan impor untuk mendapatkan bahan baku Klorokuin Fosfat.

"Meski masih ada sisa bahan baku di Kimia Farma, namun jumlahnya terbatas. Dikhawatirkan, tidak akan mencukupi bila tiba-tiba Corona semakin merebak di Indonesia. Unpad lalu meneliti kandungan yang ada dalam Klorokuin Fosfat. Kalau pandemik ini tiba-tiba besar, kan kita mesti survive dengan obat-obat yang ada sehingga dilihatlah ini Klorokuin Fosfat ini apa sih," ungkap Keri.

Setelah dilakukan penelitian, kata Keri, terdapat kesamaan struktur dasar antara Klorokuin Fosfat dan Quinine Sulfat atau Kina. Kedua senyawa itu memiliki mekanisme kerja serupa untuk mengobati malaria.

Keri mengungkapkan, Indonesia memiliki bahan baku Kina sehingga tak perlu mengandalkan impor. "Kalau Quinine Sulfat digunakan, bahan bakunya ada di Indonesia. Kita tak bergantung impor karena memiliki bahan baku sendiri sebesar apa yang kita perlukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat," kata dia.

Wajar, ujar Keri, Gubernur Jabar Ridwan Kamil memberikan perhatian terhadap Kina atau Quinine Sulfat untuk menyembuhkan Corona. Sebab, pabrik Kina di Jabar fokus menanam pohon Kina dan menghasilkan ekstrak Kina untuk ekspor.

Menurut Keri, obat berbahan alam jika digunakan oleh manusia, kalaupun ada kerusakan pada organ tubuh maka akan bersifat reversibel. Artinya, tubuh akan memperbaiki dengan sendirinya ketika penggunaan obat dihentikan.

"Intinya, Kina aman dikonsumsi karena sudah lama digunakan di Indonesia dan kandungan senyawa dalam obat itu pun sudah diketahui. Daripada menggunakan senyawa baru yang kita belum tahu apapun mengenai toksitas-nya," kata Keri.

Untuk lebih mengukuhkan Kina sebagai obat mujarab menyembuhkan Corona, saat Keri bersama peneliti dari dokter ahli farmakologi yang tergabung dalam Ikatan Ahli Farmakologi (Ikafi) dan Persatuan Dokter Spesialis Ahli Farmakologis Indonesia (Perdafki) yang melibatkan periset dari Unpad, UI, dan ITB tengah melakukan penelitian.

Riset ini berkolaborasi dengan periset dari Wuhan Institut of Virology atas bantuan Kedubes China. "Langkah selanjutnya adalah menentukan dosis dan cara pemakaian untuk pasien yang sedang dikaji oleh para dokter ahli farmakologi," pungkas Keri.
(awd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 4.9438 seconds (0.1#10.140)