Ma'rufnomics Dorong Arus Baru Industri Halal di Indonesia

Rabu, 17 Oktober 2018 - 15:45 WIB
Marufnomics Dorong Arus Baru Industri Halal di Indonesia
Pemikiran dalam Marufnomics yang digagas oleh KH Maruf Amin dinilai mampu mendorong arus baru ekonomi Indonesia secara bottom-up di semua sektor, termasuk sektor industri halal. Foto/Dok SINDOnews
A A A
BANDUNG - Pemikiran dalam Ma'rufnomics yang digagas oleh KH Ma'ruf Amin dinilai mampu mendorong arus baru ekonomi Indonesia secara bottom-up di semua sektor, termasuk sektor industri halal.

Peneliti Narasi Institute Alfati Nova mengatakan, pengembangan sektor industri halal merupakan upaya untuk menangkap potensi ekonomi dunia yang kini memperlihatkan tren peningkatan yang signifikan dalam industri halal. Menurutnya, potensi ini bisa dimanfaatkan masyarakat Indonesia tanpa membeda-bedakan agama dan keyakinannya.

"Pengembangan industri halal bukanlah sebuah aksi diskriminasi atas keberagaman agama di negeri tercinta ini, tapi justru mengajak seluruh elemen bangsa maju bersama-sama memanfaatkan momentum tren perkembangan industri halal ini," papar Nova dalam keterangan tertulisnya, Rabu (17/10/2018).

Nova melanjutkan, berdasarkan laporan State of Global Islamic Economy Report 2016-2017 oleh Thomson and Reuters, pada 2021, market size industri halal dunia diperkirakan mencapai USD 3 triliun atau setara dengan 20 persen industri keseluruhan.

Pertumbuhan yang signifikan ini didorong oleh tumbuhnya kalangan menengah muslim dunia yang didominasi oleh kaum milenial yang jumlahnya mencapai 20 persen dari total populasi.

Fenomena inilah yang menjelaskan kenapa kurva pertumbuhan ekonomi sektor industri halal beberapa tahun terakhir selalu berada di atas kurva pertumbuhan ekonomi dunia, yaitu di angka 8 persen secara rata-rata.

"Tapi ironisnya, Indonesia sebagai negara muslim terbesar dunia dengan pertumbuhan milenial muslim kelas menengah yang tinggi, baru mampu menjadi pasar industri halal," katanya.

Seperti yang tercantum dalam laporan State of Global Islamic Economy, skor GIEI (Global Islamic Economy Indicator), sebut Nova, Indonesia berada di posisi ke-10 dari 73 negara yang disurvei. Bahkan, Indonesia masih tertinggal dari Malaysia yang menduduki peringkat pertama dan Pakistan yang kini berada di peringkat ke-6.

"Sementara jika dilihat dari sisi konsumsi dan tingkat pembahasan di sosial media, Indonesia menduduki peringkat pertama. Kesimpulannya, memang kita baru mampu menjadi pasar, belum aktif sebagai pemain," tegasnya.

Nova menyimpulkan, kondisi tersebut terjadi karena Indonesia belum seserius negara lain dalam menangkap potensi industri halal ini. Dia mencontohkan, Pemerintah Malaysia aktif mendorong industri perbankan syariah, sehingga permasalahan modal yang membuat margin bank syariah di Indonesia menjadi mahal tidak terjadi.

Dia menyebutkan, industri perbankan syariah di Malaysia kini mampu mencapai pangsa pasar lebih dari 20 persen dalam kurun waktu yang hampir sama dengan Indonesia. Sementara, pangsa industri perbankan syariah Indonesia masih mentok di kisaran 5 persenan.

Selain itu, Malaysia juga sudah memiliki roadmap industri halal, bahkan membentuk 14 kawasan industri halal. Begitu pula di negara-negara lain, bahkan di negara yang penduduk muslimnya minoritas, seperti Australia mampu menduduki peringkat tertinggi dalam sektor makanan halal.

"Jepang yang juga bukan negara dengan penduduk mayoritas muslim, sangat serius mengembangkan wisata halal," katanya.

Meski begitu, Nova menganggap pemerintah telah menyadari keterlambatan ini dan mulai aktif mendorong terbentuknya lembaga-lembaga yang diharapkan mampu membuat jejaring industri halal Indonesia tumbuh pesat.

Salah satu lembaga yang baru saja terbentuk adalah Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS). Salah satu tokoh yang memperjuangkan KNKS dan menyarankan agar KNKS dipimpin langsung oleh Presiden adalah Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma'ruf Amin yang kini menjadi calon wakil presiden berpasangan dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Kiai Ma’ruf menyadari bahwa pengembangan industri halal membutuhkan permodalan yang tidak sedikit, sementara pangsa pasar dan kapasitas perbankan syariah Indonesia masih sangat terbatas," jelasnya.

Dia berharap, kehadiran KNKS yang dipimpin langsung oleh Presiden dan Wakil Presiden mampu menyinergikan lembaga terkait lainnya di Indonesia serta memudahkan para pelaku industri halal bersaing di kancah dunia.

"Tentu menjadi harapan kita semua agar industri halal mampu menjadi kekuatan baru ekonomi Indonesia yang dapat dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia," katanya.

Nova menambahkan, berdasarkan Indonesia Halal Economy and Strategy Roadmap 2018/2019, sektor industri halal Indonesia ini berpotensi mampu berkontribusi menambah PDB antara 5,1-11 miliar USD per tahun melalui ekspor produk halal serta menambah lapangan pekerjaan sebanyak 170.000 hingga 333.000 orang.

"Industri halal adalah mesin pertumbuhan baru bagi perekonomian Indonesia untuk mencapai target perbaikan PDB di 2025 ke angka 4 triliun USD," sebutnya.

Dia juga mengatakan, dengan digandengnya Kiai Ma'ruf menjadi calon wakil presiden Jokowi pada perhelatan Pilpres 2019, masyarakat Indonesia bisa lebih optimistis menyaksikan kue perekonomian di sektor industri halal tak akan disia-siakan lagi.

"Indonesia tidak hanya akan menjadi konsumen terbesar dan sekadar pemeriah media sosial, melainkan akan menjadi pelaku utama dan aktif di sektor industri halal global," tandasnya.
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 3.0570 seconds (0.1#10.140)