10 Kecamatan di Kota Bandung Berpotensi Alami Likuifasi

Kamis, 11 Oktober 2018 - 21:50 WIB
10 Kecamatan di Kota Bandung Berpotensi Alami Likuifasi
Kota Bandung. Foto/SINDONews/Dok/Ilustrasi
A A A
BANDUNG - Berdasarkan hasil penelitian dari Geodesy Research Group Institut Teknologi Bandung (ITB) dan International Decade for Natural Disaster Reduction, bekerja sama dengan Bappeda Kota Bandung pada 1992 sampai 2000, terdapat 10 lokasi di Kota Bandung yang berpotensi mengalami likuifasi.

Ke-10 kecamatan itu antara lain, Kiaracondong, Antapani, Bandung Kulon, Babakan Ciparay, Bojongloa Kaler, Bojongloa Kidul, Astanaanyar, Regol, Lengkong, dan Kecamatan Bandung Kidul.

Penyebabnya, kondisi geologinya kawasan itu tersusun dari endapan batuan kuarter sangat muda dan bersifat lepas sehingga sangat rentan terhadap gempa bumi.

“Ke-10 kecamatan tersebut masih berpotensi (mengalami likuifasi) atau tidak, perlu didata dan diupdate ulang. Apakah ada penambahan atau pengurangan, itu kan baru potensi saja,” kata Kepala Sub Bidang 1 Perencanaan Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah (PIPW) Bappelitbang Kota Bandung Andry Heru Santoso kepada wartawan, Kamis (11/10/2018).

Andry mengemukakan, likuifasi adalah, hilangnya kekuatan tanah sehingga tak memiliki daya ikat. Getaran akibat gempa membuat tekanan air meningkat dan sifat tanah berubah dari padat (solid) menjadi cair (likuid). Selanjutnya, meterial tanah menjadi berpasir dan lumpur.

Sementara, Kota Bandung dan sekitarnya rawan terhadap bencana gempa bumi karena dilintasi sesar atau patahan aktif Lembang sepanjang 29 kilometer. Berdasarkan analisa Kelompok Keahlian Geodesi, ITB, jika sesar Lembang bergerak diperkirakan akan menimbulkan gempar dengan magnitudo 6,4-7 Skala Richter (SR).

"Masyarakat harus memahami Fenomena Land Subsidence (penurunan tanah) berupa perubahan dari level ketinggian tanah terhadap suatu bidang referensi tinggi. Kondisi ini berdampak meluasnya daerah genangan banjir sebagai akibat dari timbulnya daerah daerah ambles atau cekungan, retak pada gedung atau bangunan, miringnya bangunan dan kerusakan jalan," ujar dia.

Andry menuturkan, untuk meminimalisasi potensi bencana, Pemkot Bandung semakin memperketat perizinan khsusunya infrastruktur. “Penduduk Bandung cukup padat. Antisipasinya, perizinan bangunan dievaluasi. Persyaratannya diperketat khususnya kawasan yang berpotensi tinggi likuifasi. Kebijakan tata ruang perlu diintervensi supaya resikonya kecil," tutur Andry.

Bappelitbang Bandung, ungkap Andry, memiliki dua peta kerawanan bencana Kota Bandung. Yang pertama dari Kementerian Agraria Tata Ruang terbitan 2014-2015, dan hasil penelitian dari akademisi ITB.

Sementara itu, dengan ancaman serius gempa bumi dan likiufasi, Kota Bandung belum memiliki kembali peta kerawan bencana yang terbaru. Terakhir Pemkot Bandung memiliki peta kerawanan bencana yang dibuat pada 2010.

Peta kerawanan gempa dan likuifasi, selalu berubah setiap ada perubahan pembangunan. Saat ini, Diskar PB telah berkordinasi dengan aparat kewilayahan, serta instansi seperti dinas tata ruang, Bappeda, Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), dan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG).

"Peta kerawanan secara konsep dasarnya sudah ada. Namun, untuk perkembangannya, saat ini sedang diproses untuk disempurnakan. Penyempurnaan peta tersebut ditarget selesai akhir 2018," kata Kabid Bencana Dinas Kebakaran dan Penanggulangan Bencana (Diskar PB) Kota Bandung Sihar Pandapotan kepada wartawan di Bandung.
(awd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.6816 seconds (0.1#10.140)