Hadirkan Musik Folk Unik, Parahyena Diseret ke DCDC Pengadilan Musik

Sabtu, 29 Februari 2020 - 12:14 WIB
Hadirkan Musik Folk Unik, Parahyena Diseret ke DCDC Pengadilan Musik
Parahyena, grup musik pop folk asal Bandung, diseret ke DCDC Pengadilan Musik di Kantin Nasion Rumah The Panas Dalam, Jalan Ambon, Kota Bandung, Jumat (28/2/2020). Foto/SINDOnews/Arif Budianto
A A A
BANDUNG - Parahyena,grup musik pop folk asal Bandung, diseret keDjarum Coklat Dot Com(DCDC)Pengadilan Musikdi Kantin Nasion Rumah The Panas Dalam, Jalan Ambon, Kota Bandung, Jumat (28/2/2020).

Hadirkan Musik Folk Unik, Parahyena Diseret ke DCDC Pengadilan Musik


Grup ini diseret keDCDC Pengadilan Musiklantaran musik unik yang cenderung akustik yang dibawakanParahyena. Tak heran, kendati disidang mengenakan rompi oranye, kehadiran mereka menarik minat ratusan kawula muda Bandung, Coklat Friends. Bahkan, mereka mengikuti jalannya acara hingga usai.

Pada sidang kali ini, mereka hadir seluruhnya. Terdiri dari Sendy Novian (guitalele,vokal), Fariz Alwan (bangsing), Radi Tajul (gitar), Iman Surya (violin), Saipul Anwar (kontrabas), dan Fajar Aditya (kajun).

Parahyena diadili oleh dua Jaksa Penuntut, yaitu Budi Dalton dan Pidi Baiq. Sementara Kursi Pembela ditempati oleh Yoga (PHB) dan Ruly Cikapundung. Pengadilan dipimpin oleh seorang Hakim yaitu Man (Jasad) dan jalannya persidangan akan diatur oleh Eddi Brokoli sebagai Panitera.

Sidang yang membedah kualitas musik ini, dikemas sentai dan penuh canda, namun tak menghilangkan esensi. Seperti pertanyaan utama yang dilontarkan jaksa, tentang asal usul grup indie ini.

Vokalis Parahyena Sendy mengatakan, grup musiknya berdiri sejak tahun 2014. "Ini berawal dari pertemanan di kampus ISBI di Bandung dan akhirnya tercetus sebuah ide untuk membuat sebuah band dengan format pop folk dengan ramuan musik sederhana namun memberi kesan menyenangkan," kataSendy.

Yang menarik, kultur musik yang nyaris berbeda dari tiap personel, justru menjadi sebuah keseruan yang membangun warna musik parahyena itu sendiri.

Dalam praktik bermusiknya, Parahyena mengadaptasi elemen musik-musik tradisional nusantara dan menggabungkannya dengan gaya musik atau genre dari pada musik barat dan timur secara umum.

Budi Dalton, jaksa yang hadir dengan gaya nyentrik, juga mempertanyakan diluncurkannya single mereka pada 2014. "Singleperdana pada tahun 2014 kenapa diberi nama penari," tanya Budi.

Menurut dia, single tersebut terinspirasi kegiatan di kampusnya. Pada lagu ini Parahyena mulai mencoba meramu dan mengemas musik akustik dengan sentuhan warna etnik.

Melalui single ini Parahyena mencoba untuk memberi pilihan baru yang lain bagi penggemar musik folk sekaligus menjadi penanda identitas bagi musik Parahyena.

Menurut dia, ditahun 2015, Parahyena kembali merilis Single kedua berjudul ‘Ayakan’. Lirik dalam lagu ‘Ayakan’ ini menggunakan tehnik ‘Paparikan’ yaitu salah satu teknik dalam penulisan puisi dalam sastra Sunda yang dikombinasikan dengan lirik Inggris.

Dalam single ‘Ayakan’ ini Parahyena berkolaborasi dengan Dimas Wijaksana dari band Mr Sonjaya. Single ketiga berjudul ‘Dibawah Rembulan” di rilis pada tahun 2016.

Pada lagu itu, Parahyena memasukan unsur seni bernyanyi ‘beluk’ khas sunda dan disisipi lirik berbahasa sunda.

Hadirkan Musik Folk Unik, Parahyena Diseret ke DCDC Pengadilan Musik


Setelah merilis single ditahun yang sama pada 3 Agustus 2016 Parahyena resmi meluncurkan albumnya berjudul ‘Ropea’. Judul album ini mempunyai arti memperbaiki atau memperbaharui dalam bahasa Sunda.

Melalui album ini Parahyena semakin memperlihatkan karakter musiknya. Musik yang diperoleh dari beberapa unsur tradisi yang ditransformasikan menjadi sebuah karya pop folk unik.

Pada tahun 2019 Parahyena mengeluarkan album kedua berjudul ‘Kirata’. Album ini adalah bentuk respon Parahyena, selama proses pengerjaan album yang memang mempraktikan pola membuat lagunya dahulu ketimbang judulnya, yang tentu saja segala tafsir lahir setelahnya.

Kirata merupakan akronim dari “di kira-kira tapi nyata“. Bentuk musikalitas khas nusantara (timur) disenyawakan dengan musik dari genre (barat) secara umum dan dieksplorasi bukan sebagai bentuk terasing, melainkan warna unik berbaur harmonis dalam kesatuan.

Tujuh lagu instrumental dengan racikan gipsy, melodic core, swing, arabic, latin, melayu dan lain sebagainya diramu dan dibalut dengan bumbu nusantara dengan menghadirkan ruang kreasi sebebasnya terutama dalam keterbukaan pikiran serta penuangan menjadi titik utama yang coba Parahyena bagikan.

Pada awal 2020, mereka kembali merilis sebuah video klip dari lagu berjudul ‘Celementree’ yang disutradarai oleh SWKRS.

Perwakilan DCDC Dikki Dwisaptono menyebutkan, DCDCmenghadirkan Parahyena adalah upaya DCDC mendorong musisi indie dan anak muda untuk terus berkarya seperti band Parahyena.

"Mereka band yang dibilang unik karena memadukan unsur etnik dengan modern. Ini diharapkan bisa memberIkan inspirasi bagi para musisi indie lainnya," tutur Dikki.

Menurut dia, sesuai misi dan visiDCDC Pengadilan Musik, band-band indie akan mendapatkan ruang untuk menampilkan karya-karya terbaru mereka untuk dikupas dan diperdengarkan diDCDC Pengadilan Musik.

Perwakilan ATAP Promotions Uwie Fitriyani mengatakan, alasan DCDC menghadirkan Parahyena karena sesuai dengan konsepPengadilan Musikyang lebih banyak menampilkan band indie di kalangan anak muda.

"Pemilihan band ini sudah melalui penilaian dan pertimbangan tim, namun yang pasti kami memberikan ruang bagi band indie untuk menampilkan karya mereka di sini, agar diketahui para Coklat Friends," ujarnya.

PerjalananDCDC Pengadilan Musikyang sudah lebih dari tiga tahun memberikan bukti bahwa Pengadilan Musik sangat diminati kalangan musisi dan pendengar musik di Indonesia.
(awd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.7036 seconds (0.1#10.140)