Tragedi Susur Sungai, Pergunu Jabar Nilai Polisi Rendahkan Martabat Guru

Rabu, 26 Februari 2020 - 23:37 WIB
Tragedi Susur Sungai, Pergunu Jabar Nilai Polisi Rendahkan Martabat Guru
Ketua Pergunu Jabar Saepuloh menilai polisi sudah merendahkan harkat dan martabat guru pascatragedi susur sungai SMPN 1 Turi. Foto/SINDOnews/Agung Bakti Sarasa
A A A
BANDUNG - Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) Jawa Barat menilai pihak kepolisian telah merendahkan harkat dan martabat guru pascatragedi susur sungai yang mengakibatkan 10 siswa SMP Negeri 1 Turi, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), meninggal dunia.

Ketua Pergunu Jabar Saepuloh mengatakan, musibah yang terjadi dalam kegiatan susur sungai SMPN 1 Turi merupakan duka bagian dunia pendidikan dan harus menjadi evaluasi bagi semua pihak, terutama para pemangku kebijakan, baik pusat maupun daerah.

"Masalah tersebut belum selesai, kini muncul polemik baru yang dilakukan Polda DIY, di mana para guru dipertontonkan dalam konferensi pers dengan mengenakan baju tahanan dan 'digunduli'. Ini saya rasa sudah merendahkan harkat dan martabat guru," kata Saepuloh di Kantor Pengurus Wilayah (PW) Pergunu Jabar, Jalan Terusan Galunggung, Kota Bandung, Rabu (26/2/2020).

Saepuloh pun mempertanyakan azas praduga tak bersalah dalam kasus tersebut. Terlebih, musibah tersebut terjadi pada kegiatan ekstrakulikuler.

Menurut dia, berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, sebelum dipidanakan, seorang guru yang diduga bersalah saat menjalankan tugasnya harus menjalani sidang kode etik terlebih dahulu.

"Seharusnya, sebelum masuk ke kepolisian, harus diselenggarakan dulu sidang kode etik. Dari sini nanti ada keputusan, apakah perbuatan tersebut hanya melanggar etik? Sehingga cukup diselesaikan pada sidang etik tersebut," ujar dia.

Sebaliknya, tutur Saepuloh, jika ditemukan unsur pidana, maka sidang kode etik akan mengeluarkan rekomendasi untuk menyerahkan guru yang bersangkutan kepada pihak kepolisian.

"Inilah tahapan yang harus dilalui ketika ada masalah yang menimpa guru dalam melaksanakan tugasnya karena guru merupakan sebuah profesi," tutur Saepuloh.

Saepuloh menilai, buntut tragedi susur sungai ini mempertegas bahwa perlindungan bagi guru dalam melaksanakan tugasnya masih lemah dan belum menjadi komitmen bersama, baik pemerintah pusat maupun daerah.

"Oleh karena itu, kami minta Polda DIY meminta maaf secara terbuka kepada masyarakat atas terjadinya polemik tersebut," tegasnya lagi.

Lebih lanjut Asep pun meminta agar perlindungan terhadap guru, baik perlindungan hukum, keselamatan, kesehatan, profesi, dan hak cipta guru bisa dioptimalkan.

"Oleh karenanya, kami pun menuntut pemerintah membentuk Komisi Perlindungan Guru. Dengan hadirnya komisi tersebut, guru bisa merasa aman dan nyaman dalam melaksanakan tugasnya serta kalau ada masalah yang menimpa guru dalam melaksanakan tugas, jelas tempat pengaduannya," tandasnya.
(awd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 3.3265 seconds (0.1#10.140)