Massa HPPI Demo Kantor PT KPC terkait Dugaan Mafia Pembebasan Lahan di Kaltim

Selasa, 25 Februari 2020 - 18:03 WIB
Massa HPPI Demo Kantor PT KPC terkait Dugaan Mafia Pembebasan Lahan di Kaltim
Massa HPPI demonstrasi kantor PT KPC di Bakrie Tower, Jakarta. Foto/Dok.HPPI
A A A
JAKARTA - Massa mengatasnamakan Himpunan Pemuda Pertambangan Indonesia (HPPI) menggelar demonstrasi di depan Bakrie Tower, Kompleks Rasuna Epicentrum, Jalan HR Rasuna Said, Karet Kuningan, Setiabudi, Jakarta Selatan, Selasa (25/2/2020).

Mereka demonstrasi di depan Bakrie Tower karena PT Kaltim Prima Coal (PT KPC) pusat berada di sana.

Massa membawa sejumlah perangkat aksi, seperti mobil komando, spanduk, baliho, dan poster. Satu persatu pengunjuk rasa menyampaikan orasi. Aksi massa HPPI ini mendapatkan pengawalan ketat dari aparat kepolisian.

Demonstrasi tersebut digelar HPPI terkait dugaan mafia pembebasan lahan di Desa Spaso Selatan, Kecamatan Bangalon, Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur. Pemilik lahan di sana menuntut ganti rugi kepada PT KPC.

Koordinator lapangan massa HPPI M Nurul Huda menuntut PT KPC membayar ganti rugi berupa pembayaran kepada warga yang memiliki lahan di sana.

Menurut Nurul Huda, ada salah seorang warga bernama Agus Waren tidak mendapatkan ganti rugi. Padahal, Agus Waren memiliki lahan seluas 119 hektare. Tetapi, lahan Agus Waren ini sudah dikuasai oleh PT KPC.

"Jadi hak-hak warga yang dipakai PT KPC belum diganti rugi. Makanya kami datang ke sini untuk menyampaikan aspirasi dan tuntutan," kata Nurul.

Sebelum massa melakukan aksi demonstrasi, Zulfian Rehalat, kuasa hukum Agus Waren, sudah berupaya bertemu pimpinan PT KPC pusat di Jakarta. Namun, pimpinan PT KPC sedang tidak berada di tempat.

"Tadi kami ke lantai 15 (Bakrie Tower) tapi tidak ada pimpinannya (PT KPC). Kata resipsiones, pimpinannya sedang berobat ke Singapura karena sakit. Sudah dua minggu kata resesionesnya. Jadi kami tidak ketemu pimpinan PT KPC ini," ujar Zulfian Rehalat.

Zulfian mengaku, sebagai kuasa hukum Kolompok Tani Kutai Jaya Sangatta Bersatu. Salah satu anggota kolompok ini adalah Agus Waren.

Menurut Zulfian, terdapat 15 kolompok tani yang bergabung dalam Kolompok Tani Kutai Jaya Sangatta Bersatu. Mereka ada yang memiliki ratusan hektare lahan dan belum mendapatkan kompensasi ganti rugi dari PT KPC.

"Satu kolompok ada 20 orang anggotanya. Satu orang ada yang punya 119 hektare. Paling banyak 526 hektar dan paling sedikit 28 hektare," tutur dia.

Jika PT KPC tidak memberikan ganti rugi, ungkap Zulfian, pihaknya akan mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk meminta keadilan. Sebab, para petani sangat dirugikan oleh mafia pembebasan lahan di Kutai Timur.

"Jadi saya selalu kuasa hukum akan bertemu Presiden. Saya akan kirim surat karena klien saya dirugikan. Saya akan memohon kepada pak Presiden untuk memerintahkan instansi terkait melunasi dan menyelesaikan pembayaran lahan warga," ungkap Zulfian.

Selain itu, kata Zulfian, pihaknya juga akan meminta kepada Presiden Jokowi memerintahkan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Dirjen Mineral dan Batubara (Minerba) tidak memperpanjang izin kontrak PT KPC. "PT KPC harus membayar ganti rugi kepada pemilik lahan," tandas Zulfian.

Sementara itu, Agus Waren, korban dari ulah mafia pembebasan lahan, mengaku, memiliki lahan seluas 119 hektare. Namun lahannya belum mendapatkan pembayaran dari PT KPC.

Lahan Agus Waren ini berada di Jalan Pinang XS, RT 005, Penorama, Desa Swarga Bara, Kecamatan Sangatta Utara, Kabupaten Kutai Timur. Nomor registrasi lahan Agus Waren, 092.11/3058/III/2011.

"Tapi sudah berada di penguasaan PT KPC dan telah digunakan untuk perusahaan pertambangan. Saya selaku pemilik lahan tentu sangat dirugikan. Saya tidak mau rugi," kata Agus Waren.
(awd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 4.0357 seconds (0.1#10.140)