13 Tahun Beroperasi, Trans Pakuan Bogor Hidup Segan Mati Tak Mau

Selasa, 11 Februari 2020 - 08:28 WIB
13 Tahun Beroperasi, Trans Pakuan Bogor Hidup Segan Mati Tak Mau
Hampir 13 tahun beroperasi, sejak 3 Juni 2007, pelayanan bus Trans Pakuan seakan hidup segan mati tak mau. SINDOnews/Haryudi
A A A
BOGOR - Hampir 13 tahun beroperasi, sejak 3 Juni 2007, pelayanan bus Trans Pakuan seakan hidup segan mati tak mau. Bahkan Perusahaan Daerah Jasa Transportasi (PDJT) selaku Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) pengelola atau operator bus Trans Pakuan tak pernah meraup untung alias terancam bangkrut.

Berdasarkan data diperoleh dari 30 unit bus hibah Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dengan pelayanan empat koridor hingga saat ini (sejak 2018-2020) tersisa hanya empat unit yang beroperasi. Bus itu melayani koridor 3 (Bellanova, Sentul - Cidangiang, Baranangsiang) saja dan terkesan alakadarnya.

Bahkan berdasarkan pantauan SINDO, Senin (10/2/2020) sejumlah fasilitas atau infrastruktur penunjang operasional bus Transpakuan, di antaranya halte atau shelter Bus Transit System (BTS) mulai dari koridor 1 (Bubulak - Cidangiang) hingga 3A (Cidangiang - Sentul City) kondisinya 90% tak terawat. Padahal anggaran untuk membangun shelter tersebut mencapai Rp2 miliar yang dilakukan secara bertahap.

Seperti shelter PDAM 2 dan Pakuan di Jalan Raya Tajur, kondisinya rusak berat dinding kaca dipenuhi coretan vandalisme dan bangku tunggu penumpang hancur. Bahkan hampir setiap malam, jadi tempat 'penginapan' penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) alias gelandangan.

Bahkan di shelter BTS seberang perumahan Vila Duta, Bogor Timur, Kota Bogor tak jauh dari kantor pelayanan bea dan cukai Bogor, kondisinya cukup memprihatinkan selain dipenuhi coretan cat pilok, kaca pecah, rolling door hancur dan seolah telah berubah menjadi 'toilet' umum. Seluruh lantai dipenuhi sampah disertai bau pesing.

"Hampir setiap malam jadi tempat singgah gelandangan, kalau siang sih kosong. Bahkan kalau hujan orang biasa malas berteduh, karena bau pesing," kata Ridwan, pedagang kaki lima di Jalan Pajajaran dekat shelter seberang perumahan Vila Duta.
13 Tahun Beroperasi, Trans Pakuan Bogor Hidup Segan Mati Tak Mau

Begitupula depan ruko Baby House dan Samping Masjid Raya, kondisinya kumuh seluruh kaca dan dinding dipenuhi coretan pilok. Bahkan di shelter induk Cidangiang yang menjadi pusat atau tempat menaikan dan menurunkan penumpang koridor 3 juga cukup parah.

Bahkan di dalam shelter sudah seperti parkiran ojek online, ada tiga unit sepeda motor dengan jaket bertuliskan ojek online. Sekalipun ada satu tiketing sudah seperti loket di terminal bus biasa di Terminal Baranangsiang.

"Saat ini karyawannya hanya 24 yang bertahan. Untuk layanan koridor Bellanova - Cidangiang hanya empat unit, dengan penghasilan per hari Rp6 juta. Sedangkan harga tiket Rp10.000 per penumpang, terpaksa daripada menganggur. Sebab gaji empat bulan sejak awal kolapse pada 2016 belum dibayar-bayar sampai sekarang," ujar Puji, karyawan PDJT saat ditemui di Shelter Cidangiang.

Dia menyayangkan pemerintah sudah tak mau mensubsidi lagi, padahal untuk satu koridor saja, animo masyarakat atau penumpang yang mengakses transportasi massal ini bisa mencapai Rp40 juta setiap minggunya. (Baca juga; Operasional Trans Patriot, Pemkot Bekasi Suntik Dana Rp6 Miliar)

"Makanya sekarang kita yang bertahan sudah tak digaji lagi oleh subsidi pemerintah, tapi mandiri dari hasil operasional kita di koridor Cidangiang - Bellanova," katanya.

Berdasarkan data diperoleh, gejala BUMD tersebut bermasalah sudah terlihat sejak enam bulan pertama dan mengalami kerugian Rp700 juta. Kerugian itu terus berlanjut. Menginjak usia satu tahun, kerugian PDJT tembus Rp2 miliar. (Baca juga; Ini Akar Masalah Bus Transpakuan versi Plt Wali Kota Bogor )
(wib)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.6032 seconds (0.1#10.140)