Sidang Meikarta Jilid 2, Toto Didakwa Setujui Suap Rp10 M untuk Neneng Hasanah

Rabu, 05 Februari 2020 - 17:59 WIB
Sidang Meikarta Jilid 2, Toto Didakwa Setujui Suap Rp10 M untuk Neneng Hasanah
Terdakwa Bartholomeus Toto menyalami tim JPU dari KPK. Foto/SINDOnews/Agus Warsudi
A A A
BANDUNG - Bartholomeus Toto, mantan petinggi PT Lippo Cikarang Tbk, menjalani sidang dakwaan kasus pemberian suap Rp10,5 miliar kepada Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Kelas IA Khusus Bandung, Rabu (5/2/2020).

Tim jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ferdian Adi Nugroho membacakan dakwaan. Dalam dakwaan disebutkan, Toto bersama Edi Dwi Soesianto, Satriyadi, dan PT Lippo Cikarang, melakukan tindak pidana suap.

"Melakukan, menyuruh melakukan, dan turut, serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut. Memberi sesuatu berupa uang Rp10,5 miliar kepada Neneng Hasanah Yasin selaku Bupati Kabupaten Bekasi," kata Ferdian.

Ferdian mengemukakan, pemberian uang Rp10,5 miliar tersebut terkait surat izin peruntukan dan penggunaan tanah (IPPT) yang akan digunakan untuk pembangunan apartemen Meikarta. "Senilai Rp500 juta untuk E Yusuf Taufik selaku Kabid Tata Ruang Bappeda Pemkab Bekasi," ujar Ferdian.

Dalam kasus penerimaan suap itu, Neneng Hasanah Yasin telah divonis bersalah dan dihukum penjara selama 6 tahun. Mantan Bupati Bekasi itu kini mendekam di Lapas Perempuan Bandung, Jalan Sukamiskin.

Pemberian suap Rp10,5 miliar ini berawal dari PT Lippo Cikarang yang hendak membangun apartemen Meikarta di total lahan seluas 438 hektare. Pembangunan dibagi dalam tiga tahap. Untuk melaksanakan pembangunan tahap pertama, Lippo Cikarang membutuhkan IPPT.

PT Lippo Cikarang kemudian menunjuk Edi Dwi Soesianto dan Satriyadi dari bagian perizinan untuk mengurus IPPT. Keduanya kemudian bertemu dengan Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi saat itu, E Yusuf Taufik di sebuah masjid di Cibiru, Kota Bandung.

Dalam pertemuan itu, Satriyadi menanyakan kepada E Yusuf Taufik, apakah Bupati Bekasi (Neneng Hasanah Yasin) bersedia mengurus perizinannya. Jika bersedia, disiapkan Rp20 miliar. Kemudian, E Yusuf Taufik menyampaikan kepada Neneng.

Satriyadi dan Edy lalu mengajukan permohonan IPPT untuk lahan seluas 143 hektare. Namun hanya disetujui 84,6 hektare. Pada Mei 2017, Neneng menandatangani IPPT untuk pembangunan proyek properti Meikarta tahap pertama tersebut.

Neneng lalu meminta E Yusuf Taufik menanyakan komitmen fee dari PT Lippo Cikarang. E Yusuf Taufik sebagai bawahan bupati lalu menanyakan komitmen fee itu ke Edi dan Satriyadi.

"Edi dan Satriyadi menyampaikan permintaan Neneng ke Toto dan menyetujui permintaan tersebut senilai Rp10 miliar. Uang tersebut diserahkan Melda Peni Lestari di helipad Lippo Cikarang," ujar jaksa Ferdian.

Sebagai catatan, di persidangan dengan terdakwa Billy Sindoro, Melda turut dihadirkan dan dikonfirmasi ihwal pemberian itu. Namun, Melda membantah memberikan uang Rp10 miiar terebut.

Uang Rp 10 miliar diserahkan kepada E Yusuf Taufik untuk Neneng Hasanah Yasin secara bertahap oleh Edy pada Juni, Juli, Agustus, Oktober, November 2017, dan Januari 2018.

"Perbuatan terdakwa diancam dan diatur di Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-undang Pemberantasan Tipikor pada dakwaan pertama. Dan diatur dan diancam Pasal 13 Undang-undang Pemberantasan Tipikor pada dakwaan kedua," tutur Ferdian.

Perkara Toto ini merupakan kelanjutan dari perkara suap perizinan proyek Meikarta yang melibatkan empat pemberi suap dari Lippo Cikarang yakni Billy Sindoro?, Fitradjaja Purnama, Henry Jasmen dan Taryudi.

Lalu penerima suap yakni Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin, Kadis PUPR Bekasi Jamaludin dan stafnya Neneng Rahmi Nurlaily. Lalu Kadis Damkar Bekasi Sahat Banjarnahor dan Kepala DPMPTSP Dewi Tisnawati.

Dalam kasus ini, Toto pernah mengajukan pra peradilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Ia berdalih penetapan tersangka Toto cacat hukum karena hanya berdasar pada satu alat bukti, yakni pengakuan Edy Dwi Soesianto di persidangan. Namun, upaya pra peradilannya kandas. Kasus ini lanjut disidangkan di Pengadilan Tipikor Bandung.

Semuanya sudah divonis bersalah. Selain itu, perkara suap Meikarta ini juga menyeret Sekda Jabar Iwa Karniwa yang diduga menerima uang Rp 900 juta dari Lippo Cikarang via Neneng Rahmi dan Henry Lincoln dari Dinas PUPR Bekasi. Uang itu untuk memuluskan persetujuan substansi Gubernur Jabar terhadap Raperda RDTR Bekasi.
(awd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 3.1882 seconds (0.1#10.140)