Pemkot Bandung Bangun Kolam Retensi di Jalan Bima untuk Atasi Banjir

Kamis, 30 Januari 2020 - 22:02 WIB
Pemkot Bandung Bangun Kolam Retensi di Jalan Bima untuk Atasi Banjir
Wali Kota Bandung Oded M Danial dan Wakil Wali Kota Bandung Yana Mulyana saat peletakan batu pertama pembangunan kolam retensi Jalan Bima. Foto-foto/Dok Humas Pemkot Bandung
A A A
BANDUNG - Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung mulai membangun kolam retensi di Jalan Bima untuk mengatasi banjir di sekitar Kecamatan Cicendo dan Astanaanyar. Kolam ini akan menjadi tempat parkir air untuk menahan luapan dari Daerah Aliran Sungai (DAS) Sungai Citepus.

Wali Kota Bandung Oded M. Danial menyatakan, kolam retensi ini menjadi salah satu upaya Pemkot Bandung untuk mengatasi masalah banjir.

“Alhamdulillah hari ini kita akan membangun kolam retensi di DAS Sungai Citepus ini yang kedua. Kemarin sudah di Sirnaraga. Saya berharap kolam retensi di DAS Citepus ini bisa mengurangi banjir di hilir,” kata Oded dalam siaran persnya, Kamis (30/1/2020).

Kolam retensi Sirnaraga, ujar dia, dibuat di atas lahan 1.972 meter persegi, tepat di samping aliran Sungai Citepus dengan daya tampung sekitar 3.000 meter kubik.

Sementara kolam di Jalan Bima, dibangun di lahan seluas 2.500 meter persegi. Kolam akan dibuat dengan kedalaman 3 meter yang diprediksi mampu menampung lebih dari 7.000 meter kubik air.

Selain kolam retensi Sirnaraga, Oded juga membangun kawasan Wet Land di Kecamatan Cibiru dan Kolam Retensi di Jalan SOR GBLA, Kecamatan Gedebage.

Dia menegaskan, kolam retensi menjadi solusi paling memungkinkan untuk mengurangi genangan air sungai melimpah ke jalan dan pemukiman.

“Kalau dulu di Pagarsih sebagai wilayah yang terkena aliran Citepus ini banjirnya sangat besar setelah ada di Sirnaraga sudah mulai berkurang. Mudah-mudahan dengan bertambah di sini (Jalan Bima) akan semakin berkurang. Karena para pakar menyampaikan kepada saya bahwa sesungguhnya salah satu cara mengurangi banjir dengan banyak membuat kolam retensi,” ujar dia.

Wali Kota menuturkan, pembangunan kolam retensi di Jalan Bima ini menjadi hasil kolaborasi bersama Istana Group. Untuk itu, dia menghimbau kepada perusahaan swasta, BUMD ataupun BUMN yang ada di Kota Bandung untuk bergandengan tangan ikut mendorong pembangunan dan pengentasan masalah perkotaan, tanpa terkecuali menangani masalah banjir.

“Jadi memang persoalan pembangunan Kota Bandung tidak hanya bisa mengandalkan APBD semata. Saya mengapresiasi dan mengucapkan terima kasih kepada pihak swasta yang ada di Kota Bandung yang bersedia berkolaborasi membangun Kota Bandung. Khususnya dalam pembangunan kolam retensi,” tutur Wali Kota.

Pemkot Bandung Bangun Kolam Retensi di Jalan Bima untuk Atasi Banjir


Selain itu, Pemkot Bandung juga akan menggiatkan program pembuatan drum pori di setiap wilayah Kota Bandung. Oded ingin pembuatan drum pori ini bisa masif hingga ke tingkat RW, sebagai upaya untuk mengelola air dengan memasukkannya ke dalam tanah.

“Sudah kami canangkan drumpori. Akan kami laksanakan di 2020 ini. Ada di program LPM, di program PIPPK di RW terus kami laksanakan. Ada juga program pada Dinas Pekerjaan Umun. Dengan adanya drumpori di setiap wilayah bisa menjadi tandon air dan bisa menghambat air ke hilir,” ungkap Oded.

Di samping itu, Oded juga tak lupa mengajak masyarakat menerapkan konsep gerakan Kurangi Pisahkan Manfaatkan (Kang Pisman) dalam pengelolaan sampah.

Sehingga, masalah sampah yang bisa tuntas di hulu secara mandiri oleh masyarakat dan berkontribusi mencegah masalah banjir akibat luapan air sungai.

“Mari bersama kita ubah mindsetnya bahwa sampah ini bisa dikelola. TPS ini kita ubah maknanya menjadi Tempat Pengelolaan Sampah bukan lagi Tempat Pembuangan Sementara. Dengan program Kang Pisman dan turunannya mudah-mudhan bisa menyelesaikan persoalan sampah dari sumbernya,” kata Oded.

Sementara itu, Kepala Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kota Bandung, Didi Riswandi bertekad, kolam retensi di Jalan Bima ini tuntas dalam dua bulan. Kali ini, kolam dirancang dengan konsep eco-urban, yakni lingkungan natural yang ramah lingkungan namun tetap cocok di tengah perkotaan.

“Mudah-mudahan tidak ada gangguan dua bulan. Nanti akan menyatu dengan sabuk hijau, jadi ada pohon-pohonnya. Kalau ini lebih alamiah. Jadi lebih mirip wetland tapi karena ini urban jadi mungkin semacam eco-urban,” kata Didi.
(awd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 3.2098 seconds (0.1#10.140)