Tagih Kompensasi Tumpahan Minyak, Nelayan Karawang Ngadu ke DPR

Rabu, 29 Januari 2020 - 09:30 WIB
Tagih Kompensasi Tumpahan Minyak, Nelayan Karawang Ngadu ke DPR
Perwakilan nelayan Karawang mengadu ke DPR RI untuk meminta bantuan terkait kompensasi tumpahan minyak Pertamina yang mencemari pantai. Foto/SINDOnews/Abdul Rochim
A A A
JAKARTA - Kasus tumpahnya minyak Pertamina yang mencemari perairan pantai Karawang, Jawa Barat yang terjadi sejak Juli 2019 lalu, ternyata belum terselesaikan secara tuntas sampai sekarang. Meski tak sebanyak dulu, di pinggiran pantai Karawang masih sering ditemukan minyak tergenang.

Keluhan tersebut disampaikan sejumlah perwakilan nelayan Karawang yang mendatangi Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (28/1/2020). Ironisnya, kompensasi untuk masyarakat pun disinyalir masih terhambat. Karena itu, mereka mengadu ke DPR RI untuk meminta bantuan.

Nur Hakim, perwakilan nelayan dari Desa Sungai Buntu menyebut kalau selama ini nelayan seolah ”dininabobokan” dengan janji kompensasi. Semula mereka dijanjikan pembayaran selesai pada September 2019. Namun hingga kini, ganti rugi bagi nelayan yang terdampak belum juga tuntas.

Padahal selama perairan belum bersih, nelayan tak bisa melaut hingga lima bulan lamanya. ”Pernah berapa kali Pertamaina menjanjikan, bulan September, November, kemudian Desember, dan sampai saat ini belum juga terealisasi,” kata Hakim.

Diakui Hakim, pendataan sejak awal memang sudah dilakukan. Sebagian dari warga terdampak yang terdiri dari nelayan, petambak, dan pedagang di pesisir pantai pun sudah menerima kompensasi tersebut.

Namun besaran kompensasi yang diterima tak sesuai dengan kerugian mereka. Menurutnya, satu warga terdampak hanya mendapat Rp1.800.000 yang merupakan kompensasi untuk dua bulan kerugian yang mereka terima, imbas dari tumpahan minyak Pertamina.

”Berarti kerugian sebulan hanya dihitung Rp900.000, padahal rata-rata nelayan itu bisa pulang dengan membawa Rp150.000 per hari. Mestinya itu dikalikan dengan 30 hari dan dikalikan lagi dengan lima bulan karena sejak Juli sampai November (2019) kami kan tak bisa melaut. Belum lagi di lapangan masih banyak juga yang sudah terdaftar tapi tak kunjung dicairkan dan sebagian lagi yang masih mengurus daftar susulan,” ujar dia.

Perwakilan nelayan dari Desa Pakis Jaya Utara Waspin Apandi juga menyatakan hal serupa. Menurut dia, sampai saat ini bahkan kerugian karena kerusakan lingkungan masih berdampak besar, terutama bagi nelayan kerang dara.

Pasalnya, sisa minyak masih sering ditemukan menempel di pinggiran pantai tempat kerang dara bersarang. ”Ketika kerangnya baru ditangkap dari laut memang nggak berbau. Tapi setelah dimasak banyak yang mengadu ada bau dan rasa solarnya. Ini kan kami dirugikan lagi kalau begitu,” tutur Waspin.

Pihaknya pun mengaku selama ini sudah mengadu ke banyak pihak mulai dari tingkat desa, dinas, pemkab, hingga DPRD provinsi.
Sementara itu, anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Ono Surono akan mendorong komisinya untuk segera mengundang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta Pertamina terkait pencemaran laut di Kabupaten Karawang.

”Saya yakin setiap pencemaran yang dilakukan indusrti migas tidak seketika akan ter-recovery dalam waktu dekat. Pasti ada proses sehingga harus ada pendampingan kepada nelayan yang dirugikan,” kata Ono.

Anggota legislatif dari Indramayu, Jawa Barat ini, menuturkan, Pertamina hendaknya memberi kompensasi sesuai dengan penghasilan nelayan per hari. Akibat pencemaran yang terjadi, akses masyarakat untuk mencari nafkah terhambat.

”Oleh karena itu kami akan meminta KKP berkoordinasi dengan dinas terkait agar ganti rugi sesuai dengan kerugian yang dialami masyarakat,” tandas Ono.
(awd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 4.2544 seconds (0.1#10.140)