Pencemaran Sungai Cilamaya Diduga dari Pabrik di Subang

Minggu, 16 September 2018 - 12:53 WIB
Pencemaran Sungai Cilamaya Diduga dari Pabrik di Subang
Situdam Barugbug yang airnya berasal dari Sungai Cilamaya untuk irigasi selalu berwarna hitam dan bau akibat limbah dari pabrik. Foto/SINDONews/Nilakusuma
A A A
KARAWANG - Penyebab pencemaran Sungai Cilamaya dan Bendungan Barugbug di Desa Situdam, Kecamatan Jatisari, Karawang, Jawa Barat, selama belasan tahun, mulai menemukan titik terang.

Pencemaran itu diduga dari salah satu pabrik di Kecamatan Cipeundeuy, Kabupaten Subang yang membuang limbah langsung ke sungai tanpa diolah terlebih dulu.

Dugaan ini muncul setelah Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama (LPBI NU) Karawang dan Karang Taruna Kecamatan Kota Baru menyusuri aliran Sungai Cilamaya dari hilir hingga hulu.

"Ada salah satu pabrik kertas PCP di Kabupaten Subang yang saluran pembuangannya terus menerus mengalirkan limbah ke sungai. Air limbah yang ke luar dari saluran itu mengeluarkan buih dan berwarna hitam. Debit limbah diperkirakan mencapai 5 hingga 10 liter per detik," kata salah satu pengurus LPBI NU Karawang Dian Nugraha, Minggu (16/9/2018).

Atas temuan itu, LPBI NU akan melapor ke Pemprov Jawa Barat dan Polda Jabar. Mereka berharap aparat tidak menuntup mata atas kasus pencemaran tersebut. Sebab, limbah dari pabrik tersebut sudah merusak ekosistem Sungai Cilamaya.

Padahal, air sungai itu banyak dimanfaatkan untuk mengairi areal pertanian di wilayah Kecamatan Jatisari, Kabupaten Karawang Timur dan Kabupaten Subang bagian barat.

"Ini sudah belasan tahun belum juga bisa terungkap pelakunya hingga pencemaran sungai selalu terjadi hingga saat ini. Kami harapkan laporan kami nanti bisa ditindaklanjuti pihak berwenang untuk menindak tegas pelakunya," kata Dian.

Sebelumnya, Ketua Komisi C Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Karawang Elivia Khrissiana mengemukakan, pencemaran Sungai Cilamaya dan Bendungan Barugbug tidak pernah ditangani secara serius oleh aparat berwenang. Akibatnya, pencemaran limbah B3 itu terus berlangsung hingga belasan tahun.

Elivia menyatakan, selama itu pula masyarakat yang tinggal di sekitar Bendungan Barugbug dan sepanjang bantaran Sungai Cilamaya menderita. Mereka harus menghirup aroma tidak sedap dari air yang tercemar limbah.

Bahkan, tidak sedikit warga masyarakat yang menderita gatal-gatal setelah terkena air sungai. Lahan pertanian pun menjadi gersang karena terkena air limbah yang mengalir melalui Sungai Cilamaya itu.
(awd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 3.4419 seconds (0.1#10.140)