Proyek Murah dan Strategis Dorong Lahirnya Obligasi Daerah

Senin, 23 Desember 2019 - 00:20 WIB
Proyek Murah dan Strategis Dorong Lahirnya Obligasi Daerah
Sejumlah pembicara memaparkan peluang penerbitan obligasi daerah dalam Seminar Nasional Obligasi Daerah Provinsi Jawa Barat, Sabtu 21 Desember 2019. Foto/SINDOnews/Arif Budianto
A A A
BANDUNG - Pemilihan proyek secara tepat dinilai mampu mendorong terbitnya obligasi daerah. Langkah tersebut dinilai dapat menjawab kegamangan sejumlah pemerintah daerah, seperti Pemprov Jawa Barat dalam menerbitkan obligasi daerah untuk membiayai pembangunan infrastruktur.

Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unpad Yudi Azis mengatakan, untuk menjawab kekhawatiran penerbitan obligasi daerah, langkah awal yang perlu dilakukan adalah memilih proyek yang murah dan strategis dilanjutkan penempatan orang yang tepat.

Menurut dia, kunci memilih proyek yang tepat ada di feasibility study. Artinya, aspek legal, bisnis, dan teknis proyek tersebut harus jelas.

"Leading-nya feasibility study. Jika ingin sustain, maka bisnisnya dulu karena obligasi itu harus dikembalikan uangnya, bukan barangnya. Maka start awalnya bisa tidak mengembalikan pokok dan bunganya. Tadi pilihannya yang ditunjukkan ada 19, maka saringlah program tersebut dengan kriteria mana yang secara bisnis paling feasible," tutur Yudi dalam Seminar Nasional Obligasi Daerah Provinsi Jabar 2019 yang digelar Laboratorium FEB Unpad, Sabtu 21 Desember 2019.

Kendati hitungan bisnis sederhana, Yudi tak menampik ada faktor lain yang harus diperhatikan, yakni terkait biaya yang dikeluarkan karena perhitungan biaya bisa menjadi kacau ketika banyak orang yang berkepentingan dan menimbulkan inefisiensi.

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Hoesen mengatakan, pihaknya terus berupaya meningkatkan pemahaman mengenai obligasi daerah sebagai alternatif pembiayaan mengingat kebutuhan biaya infrastruktur jumlahnya enam kali lipat lebih besar dibandingkan kemampuan daerah untuk meminjam.

"Kendalanya di pemahaman mengenai utang. Ini persoalan persepsi saja karena periode pejabat pemerintah ada waktunya, misalnya tiga tahun lagi akan selesai masa jabatannya, namun akan menerbitkan utang yang usianya lima tahun. Kemudian, karena belum pernah berutang takut bertanggung jawab, takut salah. Kekhawatiran ini yang dipermasalahkan," jelasnya.

Daerah, kata dia, dapat mencoba langsung dengan menerbitkan obligasi daerah. Dengan demikian, akan banyak pelajaran yang bisa diperoleh.

"Orang tidak akan bisa belajar kecuali melakukan. Kalau sebelumnya tidak mahir, maka akan menjadi mahir. Bisa lihat bagaimana Bank BJB dulu dan bagaimana sekarang setelah IPO (initial public offering), Jabar ini sudah punya role model," ujarnya.

Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia Hasan Fawzi mengaku, perangkat peraturan di tingkat POJK sudah terbit sejak 2017 lalu. Praktis, tidak ada kendala dari sisi teknis. OJK dan bursa telah menyiapkan alternatif obligasi daerah, instrumen, engineering, atau skema yang ingin dibangun hingga profesi penunjang.

Menurut dia, munculnya penolakan rencana obligasi daerah merupakan dinamika yang biasa. Sehingga, sangat penting obligasi mendanai proyek visible.

Menurutnya, terpenting bagaimana semua stakeholder ikut membantu. Tidak hanya saat awal diterbitkan, tapi juga kemampuan pemerintah daerah dalam memastikan pengembaliannya, baik bunga atau bagi hasil maupun pokoknya.

"Memang tidak mudah untuk memilih dikesempatan awal ini, mana proyek yang bisa dijadikan penerbitan pertama obligasi daerahnya. Sekali ketemu, kesananya akan lebih mudah. Pengalaman pertama, jangan mulai dari yang berisiko tinggi dulu," katanya.
(abs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.6909 seconds (0.1#10.140)