PKB Bandung Barat Kritisi Masalah Pengelolaan Aset

Jum'at, 20 Desember 2019 - 20:18 WIB
PKB Bandung Barat Kritisi Masalah Pengelolaan Aset
Ketua DPC PKB Asep Dedi. Foto/Dok.DPC PKB KBB
A A A
BANDUNG - DPC Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Kabupaten Bandung Barat (KBB) mengkritisi permasalahan pengelolaan aset oleh Pemerintah Daerah (Pemda) KBB sebagai refleksi catatan akhir tahun 2019.

Ketua DPC PKB KBB Asep Dedi menuturkan, Pemda KBB mendapat predikat opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Rpublik Indonesia (RI) Perwakilan Provinsi Jawa Barat pada 2018 lalu.

Menurut dia, kondisi tersebut harus menjadi cambuk bagi Pemda KBB untuk meraih predikat yang lebih baik. Terlebih, KBB masih memiliki segudang permasalahan keuangan, namun upaya yang dilakukan Pemda KBB dinilainya masih minim.

"Opini WDP yang disandang KBB jelas menunjukkan bahwa Kabupaten Bandung Barat masih memiliki masalah keuangan. Kami melihat adanya beragam permasalahan, khususnya terkait pengelolaan aset," tegas Dedi dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Jumat (20/12/2019).

Oleh karena itu, lanjut Dedi, Pemda KBB harus melakukan percepatan dalam mengatasi persoalan tersebut, terutama dalam penyelesaian sertifikasi serta pencatatanya yang masih sangat banyak bermasalah, termasuk aset lahan yang saat ini masih bersengketa.

"Hal yang menjadi kendala bagi Pemda KBB untuk meraih opini WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) adalah masalah aset tetap yang belum tertib, penyaluran, dan pertanggungjawaban belanja," paparnya.

Dia menjelaskan, pencatatan dan inventarisasi yang masih belum sesuai membuat persoalan aset selalu menjadi temuan BPK dalam pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) KBB. Bahkan, masalah aset ini menjadi persoalan yang paling banyak dikecualikan, sehingga mempengaruhi opini yang diberikan BPK.

"Masalah yang mempengaruhi opini, yaitu dari aset tetap yang diikuti masalah lainnya, yaitu pendapatan dan belanja. Masalah pada akun aset, yaitu tidak didukung dengan rincian aset yang memadai, sehingga keberadaan fisiknya sulit untuk ditelusuri," beber Dedi.

Faktor-faktor lain yang menghambat pengelolaan aset di KBB, lanjut Dedi, yakni belum komprehensifnya kerangka kebijakan, persepsi tradisional yang tidak mengedepankan potensi pemanfaatan aset publik bagi pemasukan daerah, inefisiensi, keterbatasan data, dan keterbatasan sumber daya manusia (SDM) yang berkompeten.

"Maka diperlukan komitmen hingga unit terkecil untuk melakukan inventarisasi aset. Sumber daya pengelola aset pun harus bertanggung jawab dalam pencatatan dan pengelolaannya," tegasnya.

Dedi juga menilai, komitmen Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Pemda KBB belum sampai ke tingkat bawah dimana kebanyakan SKPD menganggap bahwa tanggung jawab aset berada di bagian atau bidang aset saja.

"Ini sangatlah ironis karena sebetulnya masalah aset ini seharusnya menjadi kompilasi dari semua dinas. Maka, untuk membenahi aset bisa dimulai dengan pendataan. Dari unit terkecil mendata semua catatan yang ada, lalu melaporkan ke unit atasnya, begitu seterusnya," paparnya.

Dedi juga menyebutkan sejumlah persoalan yang sering muncul, yakni pencatatan aset yang belum lengkap dan akurat, aset tidak didukung dengan data yang andal yang mudah ditemukan, proses penyusunan laporan yang tidak sesuai ketentuan, aset belum dioptimalkan kebermanfaatannya, standard operating prosedur (SOP) yang belum disusun secara valid dan realibilitas, aset berupa tanah yang belum bersertifikat, aset dikuasai pihak lain, hingga aset yang tidak diketahui keberadaannya.

"Jelaslah bahwa Pemda KBB harus berkomitmen terus melakukan perbaikan ke arah yang lebih baik. Jika tidak, harapan untuk meraih opini WTP mungkin hanya isapan jempol dan bahkan lebih parahnya kalo hal ini tetap tidak ada upaya yang serius, disclaimer pun bisa kejadian," tegasnya.

Dedi menambahkan, permasalahan lainnya adalah ketika terjadi mutasi. Pada saat pengidentifikasian serta pencatatan aset pelimpahan di SKPD yang dipecah, data aset yang sebelumnya telah diperbaharui dan menjadi LKPD akan berubah terdampak perhitungan yang akan berbeda.

"Hal ini pula yang menjadi penghambat dalam pemeriksaan langsung oleh BPK untuk kepentingan opini WTP," tandasnya.
(abs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.3350 seconds (0.1#10.140)