Cerita Tentang Sumedang Abadikan Waduk Jatigede Pra-Pasca Penenggelaman

Rabu, 18 Desember 2019 - 21:26 WIB
Cerita Tentang Sumedang Abadikan Waduk Jatigede Pra-Pasca Penenggelaman
Salah satu pengunjung asyik memperhatikan karya fotografi bertema Waduk Jatigede yang dipamerkan dalam Cerita Tentang Sumedang. Foto/SINDOnews/Inin Nastain
A A A
SUMEDANG - Selain Waduk Jatiluhur di Purwakarta dan Cirata di Cianjur, Jawa Barat memiliki satu lagi waduk berukuran besar. Waduk Jatigede di Kabupaten Sumedang.

Untuk membangun waduk tersebut, sebanyak 28 desa di lima kecamatan Kabupaten Sumedang lenyap.

Selang 4 tahun kemudian setelah diresmikan, pemandangan lokasi yang kini jadi Waduk Jatigede itu kembali muncul. Kemunculan saksi bisu dari proyek raksasa tersebut diabadikan oleh dua fotografer. Mereka berbagi cerita lewat pameran fotografi bertajuk Cerita Tentang Sumedang di Lembur Tumaritis Studio, Jalan Sindang Taman, Desa Cipanas, Kecamatan Tanjung Kerta Sumedang.

Dalam pameran yang berlangsung sejak Minggu (15/12/2049) hingga Kamis (19/12/2019) itu, dua fotografer yang mengangkat isu Waduk Jatigede itu. Mereka adalah Adhit Rahmaditia dan Krisna Setiawan.

Fotografer pertama, Adhit Rahmaditia memilih kondisi pra untuk dipamerkan dalam pameran itu. Lewat karya berjudul Sebelum Tenggelam, seakan-akan dia ingin mengajak apresiator untuk menengok sejenak ke belakang, kondisi detik-detik sebelum dilakukannya penggenangan Waduk Jatigede.

"Jatigede menjadi cerita panjang tentang persoalan pembebasan lahan dan infrastruktur pengalihan jalan Darmaraja-Wado yang terkena genangan," kata Adhit, Rabu (18/12/2019).

Berbeda dengan Adhit. Fotografer lainnya yang juga mengangkat tema Waduk Jatigede, Krisna memilih kondisi Waduk setelah penggenangan. Ada enam karya fotografi yang disuguhkan Krisna dalam pameran itu.

Lewat karya berjudul Jejak Tenggelam, Krisna mengajak masyatakat luas untuk melihat kondisi Waduk Jatigede saat musim kemarau tiba. Lewat karya fotografinya, tampak bangunan-bangunan yang telah 'ditenggelamkan' kembali muncul. Bahkan, sejumlah tulisan di bangunan-bangunan tersebut masih sangat jelas terbaca.

Kalimat 'Allah' dengan menggunakan Bahasa Arab adalah salah satu tulisan yang masih jelas terbaca di sisa reruntuhan bangunan yang telah digenangi air Waduk Jatigede itu. Kalimat tersebut, disinyalir terdapat pada salah satu sudut bangunan Masjid.

"Debit Air yang surut karena musim kemarau membuat puing-puing sisa kehidupan muncul ke permukaan. Seolah memberikan efek dramatis yang sangat dalam suasana sekitar desa menjadi berbeda," jelas Krisna untuk keterangan karya berjudul Jejak Yang Tenggelamnya itu.

Selain dua fotografer itu, masih ada empat fotografer lainnya yang ikut ambil bagian dalam pameran fotografi itu. Djuli Pamungkas, lewat karya berjudul Tanah Kami Terpapar Limbah seolah ingin mengajak masyaralat untuk melihat betapa bahayanya limbah bagi orang banyak.

Ada juga Deni Permana yang memilih menyuguhkan karya fotografi berbau budaya dalam pameran yang berlangsung selama lima hari itu. Lewat Euforia Resepsi Pernikahan Raja dan Putri, Deni seperti mencoba mengajak masyarakat Sumedang untuk melihat kehidupan di masa lampau, saat Sumedang masih dalam bentuk kerajaan.

Ricky Agi Iswanto, menjadikan suasana jalanan Sumedang sebagai karya untuk dipamerkan. Sejumlah aktivitas warga, di antaranya berswa foto di Taman Telur, anak-anak mandi di sungai kecil menjadi contoh kecil dari karya fotografi Agi berjudul Jalanan Sumedang itu.

Terakhir, Pandawa Bagus Sudewa menyajikan karya-karya fotografinya dalam Pagi di Jalanan Sumedang. "Keinginan untuk mengangkat cerita-cerita lain tentang Sumedang, yang secara umum hanya dikenal sebagai Kota Tahu, Kuda Renggong dan Gunung Tampomas saja. Padahal ada banyak hal lain bahkan mungkin saja permasalahan lain yang tumbuh dan berkembang di Sumedang," kata salah satu panitia panitia pameran, Djuli Pamungkas terkait pemilihan judul pameran Cerita Tentang Sumedang

"Enam orang fotografer terlibat pada pameran kali ini, yang menampilkan sebanyak 6 karya foto cerita. Masing-masing cerita terdiri dari 10 foto dilengkapi dengan narasi dari foto cerita tersebut," ujar dia.

Djuli menuturkan, persiapan pameran dilakukan selama 3 bulan untuk keperluan pengumpulan materi dan kurasi foto serta naskah cerita.

"Sebelum memotret, diskusi awal, cerita apa saja yang akan ditampilkan. Diseleksi kira-kira cerita apa saja yang perlu digarap agar sesuai dengan tema pameran. Selama 3 bulan setiap fotografer diwajibkan untuk memotret untuk keperluan pengumpulan materi foto, selanjutnya setiap satu minggu sekali saling evaluasi foto untuk kelengkapan foto yang akan dipamerkan," tutur dia.

Panitia lainnya, Deni Permana mengungkapkan, pameran tersebut diharapkan bisa memberi pengalaman baru bagi para fotografer di Kabupaten Sumedang. "Tidak hanya diunggah di medsos. Sebab, antara karya yang diunggah di medsos dengan dicetak seperti ini, akan ada rasa yang berbeda," ungkap Deni.

Pameran yang diprakarsai Djuli dan Deni tersebut merupakan event kedua. Sebelumnya, pada 30 Juni 2019 lalu, mereka menggelar pameran di tempat sama berjudul Sebuah Perjalanan. "Rencana ke depan, pameran akan digelar setiap tiga bulan," pungkas dia.
(awd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 4.8006 seconds (0.1#10.140)