Charoen Pokphand-ITB Kembangkan Mesin Pengering Jagung

Selasa, 17 Desember 2019 - 23:40 WIB
Charoen Pokphand-ITB Kembangkan Mesin Pengering Jagung
PT Charoen Pokphand Indonesia dan ITB menandatangani perjanjian kerja sama pengembangan mesin pengering jagung di Gedung Rektorat, Jalan Tamansari, Kota Bandung, Selasa (17/12/2019). Foto/SINDOnews/Agung Bakti Sarasa
A A A
BANDUNG - PT Charoen Pokphand Indonesia dan Institut Teknologi Bandung (ITB) menandatangani perjanjian kerja sama pengembangan teknologi mesin pengering jagung atau mobile corn dryer.

Penandatanganan kerja sama dilakukan Presiden Komisaris PT Charoen Pokphand Indonesia Hadi Gunawan dan Rektor ITB Kadarsah Suryadi di Gedung Rektorat, Jalan Tamansari, Kota Bandung, Selasa (17/12/2019).

VP Enginering dan Teknologi PT Charoen Pokphand Indonesia Emier Shandy mengatakan, pihaknya menggandeng ITB untuk menciptakan prototipe mesin pengering jagung yang nantinya akan diproduksi massal di Indonesia.

Menurut dia, hadirnya mesin pengering jagung dapat menjawab keresahan petani jagung yang kerap mengeluhkan rendahnya harga jual jagung karena menurunnya kualitas hasil panen.

"Problem utama petani jagung saat ini, yakni pascapanen dimana kadar air masih 30-35 persen. Jdi masalah itu, jagung jadi tak bisa tahan lama. Penurunan mutu bisa terjadi dalam satu hari. Saat kualitas turun, harga juga turun," tutur Emier.

Emier menjelaskan, selama ini, petani hanya mengandalkan sinar matahari untuk mengeringkan hasil panen jagung. Namun, cara tersebut tak maksimal ketika memasuki musim hujan. Sehingga, petani terpaksa menjual hasil panennya dengan harga murah.

"Kalau ada mesin pengering ini, mereka tetap bisa mengeringkan jagungnya walaupun hujan. Jadi bisa dijualnya saat sudah tidak masa panen karena masa simpan bisa lebih lama," jelasnya.

Saat ini, pihaknya sudah memiliki beberapa prototipe mobile corn dryer yang bisa dimanfaatkan hingga ke desa-desa. Mesin ini bisa mengeringkan satu ton jagung dengan perkiraan pengurangan kadar air 10-15 persen dalam satu jam.

"Asumsinya, kalau sehari bisa 20 jam, artinya 20 ton jagung per hari jagung dikeringkan. Jadi gak perlu lagi bergantung ke alam. Nantinya bisa dikelola petaninya langsung atau koperasi," katanya.

Pihaknya sendiri mengaku, sudah mengembangkan mobile corn dryer ini sejak awal 2018 lalu. Namun, masih ditemukan sejumlah kekurangan, mulai dari penggunaan bahan bakar yang tinggi, dimensi yang terlalu besar, hingga nilai investasi mencapai Rp1,3 miliar per unitnya.

Oleh karena itu, pihaknya menggandeng ITB dalam pengembangan mobile corn dryer agar diperoleh efisiensi dalam urusan operasional dan investasi, namun produktivitas bisa meningkat.

"ITB kan punya kelebihan dari sisi teknologinya. Kita tahap awal pengembangan fokus peningkatan produktivitas, bahan bakar irit, dan biaya investasi rendah. Setelah itu, fokus mencoba mengembangkan teknologi lebih lanjut, user friendly, kecerdasan buatan juga diterapkan," paparnya.

Meski begitu, pihaknya tidak akan memproduksi massal mobile corn dryer. Nantinya, prototipe hasil pengembangan dengan ITB akan ditawarkan kepada pemerintah pusat untuk diproduksi massal demi kebutuhan petani di Tanah Air.

“Kita tidak mengomersialkan, tapi diserahkan ke pemerintah untuk diproduksi massal. Ini sumbangsih kita untuk negara," katanya.

Rektor ITB Kadarsah menyambut baik kerja sama ini. Pihaknya menyadari, kolaborasi antara industri dan kampus sangat diperlukan dalam berbagai pengembangan, terutama dalam sektor teknologi.

"Kita sangat menyambut baik kerja sama ini karena percuma kalau kampus penilitian saja tanpa kerja sama dengan industri, hasilnya tidak terlihat," katanya.
(abs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.3140 seconds (0.1#10.140)