Prof Keri Jelaskan Pentingnya Inovasi Farmasi Klinik dan Penguatan Apoteker

Minggu, 08 Desember 2019 - 11:30 WIB
Prof Keri Jelaskan Pentingnya Inovasi Farmasi Klinik dan Penguatan Apoteker
Prof Keri memaparkan orasi ilmiahnya berjudul Inovasi Farmasi Klinik untuk? Meningkatkan Kualitas Terapi Obat di Tengah Era Disruptif Pelayanan Kesehatan di Indonesia di Grha Sanusi Hardjadinata Unpad, Jalan Dipati Ukur, Kota Bandung, Jumat 6 Desember
A A A
BANDUNG - Di tengah era disrupsi pelayanan kesehatan Indonesia, inovasi farmasi klinik dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas terapi obat dalam pelayanan kesehatan. Selain penerapan teknologi, dibutuhkan pula penguatan sumber daya manusia (SDM) profesi apoteker mengingat profesi ini merupakan garda terdepan dalam mengawal terapi obat yang efektif dan efisien.

Hal tersebut disampaikan Prof. Dr. Keri Lestari, S.Si., M.Si., Apt. dalam Prosesi Pengukuhan dan Orasi Ilmiah Jabatan Guru Besar Prof Keri dalam bidang Ilmu Farmakologi dan Farmasi Klinik di Grha Sanusi Hardjadinata Universitas Padjadjaran (Unpad), Jalan Dipati Ukur, Kota Bandung, Jumat 6 Desember 2019.

Dalam orasi ilmiahnya berjudul "Inovasi Farmasi Klinik untuk Meningkatkan Kualitas Terapi Obat di Tengah Era Disruptif Pelayanan Kesehatan di Indonesia" yang dilansir dari unpad.ac.id, Prof Keri memaparkan, hingga saat ini, pemenuhan tenaga apoteker di semua fasilitas kesehatan, terutama puskesmas, masih menjadi tantangan tersendiri bagi peningkatan kualitas pelayananan kesehatan.

"Inovasi farmasi klinik menginisiasi lahirnya model interaksi baru tim kesehatan yang lebih inovatif dan masif, yaitu penguatan kapasitas apoteker sebagai bagian penting tim pelayanan kesehatan dalam meningkatkan keamanan pasien (patient safety) dan kualitas pelayanan kesehatan untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia," papar Prof Keri.

Prof Keri yang juga menjabat Wakil Rektor Bidang Riset, Pengabdian pada Masyarakat, Kerja Sama, dan Korporasi Akademik Unpad itu melanjutkan, dunia kesehatan di Tanah Air juga tak luput dihadapkan pada persoalan dan tantangan menghadapi era revolusi industri 4.0 dan 5.0.

Selain pemanfaatan internet of things (IoT), interaksi baru dalam bentuk kolaborasi antarprofesi tenaga kesehatan (interprofessional collaboration) menjadi inovasi untuk pelayanan kesehatan yang lebih baik.

"Dalam menghadapi tantangan tersebut, diperlukan adanya penguatan profesi apoteker, sehingga eksistensinya tidak lagi diragukan bahkan dipertanyakan," imbuhnya.

Dia menjelaskan, keilmuan bidang Farmakologi dan Farmasi Klinik mendasari kompetensi apoteker dalam pelayanan kesehatan dan penemuan obat baru. Melalui kajian farmakologi, apoteker mengetahui bagaimana suatu bahan kimia/obat berinteraksi dengan sistem biologis, khususnya mempelajari aksi obat di dalam tubuh.

Sedangkan kajian farmasi klinis mendasari interaksi apoteker dan pasien untuk mengoptimalkan terapi obat, meningkatkan standar kesehatan dan kualitas hidup, kebugaran (wellnes), dan pencegahan penyakit sesuai filosofi asuhan kefarmasian atau pharmaceutical care.

Berdasarkan pengalaman riset pengembangan obat baru dan pelayanan praktek kefarmasian, Prof Keris mengungkapkan bahwa keilmuan farmasi yang berorientasi pasien (patient oriented) dan berorientasi produk (product oriented) saling melengkapi dalam praktek profesi apoteker.

"Hal ini berkaitan dengan bagaimana kita sebagai apoteker dapat memilihkan produk yang paling cocok sesuai dengan kondisi pasien dilihat dari bentuk sediaan, rute pemberian obat, tipe obat, jumlah obat, dosis, jumlah obat yang diserap dan dimetabolisme, serta inetraksi obat," jelasnya.

Dengan adanya keterkaitan antara product oriented dan patient oriented, dapat meningkatkan efektivitas obat sebagai produk dalam menyembuhkan pasien dimana pengobatan akan lebih tepat sasaran dan user friendly.

Salah satu penelitian Prof Keri adalah pengembangan stevia sebagai minuman manis untuk pasien diabetes. Melalui uji aktivitas antidiabetes, teh stevia diketahui dapat mengendalikan kadar gula dalam darah. Ramuan herbal teh stevia ini telah dipatenkan dengan merk TehDia dan dihilirisasi bekerja sama dengan PT DPE serta mendapatkan izin edar dari BPOM.

Penelitian lainnya, yaitu pengembangan tablet ekstrak biji pala (Myristica fragrans Houtt.) sebagai antidiabetes dan antihiperlipidemia. Pengembangan obat baru ini telah dilakukan sejak tahun 2009 yang didukung oleh Kemenristekdikti dan Kementerian Kesehatan RI.

Saat ini hasil penelitian tersebut telah tercatat di Kementerian Kesehatan sebagai bahan baku obat baru bekerja sama dengan PT Kimia Farma Tbk untuk selanjutnya dikembangkan dengan nama produk Glucopala.

"Pengembangan nutrasetikal TehDia dan juga Kaplet Glukopala merupakan contoh penerapan ilmu farmakologi dan farmasi klinis yang tidak hanya berfokus pada pasien (patient oriented) tetapi juga pada produk (product oriented). Product oriented juga tidak selalu berbicara tentang obat yang sifatnya kuratif, tetapi bisa juga mengarah ke pangan fungsional karena pelayanan kesehatan bukan hanya berbicara tentang fenomena sakit, tetapi juga fenomena sehat," pungkasnya.
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.0763 seconds (0.1#10.140)