SE Gubernur Soal UMK Dinilai Rugikan Buruh di Jabar

Minggu, 01 Desember 2019 - 19:58 WIB
SE Gubernur Soal UMK Dinilai Rugikan Buruh di Jabar
Aksi unjuk rasa buruh di Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung. Foto/Dok.SINDOnews
A A A
BANDUNG - Buruh Jabar bakal menggelar mogok kerja dan aksi demo selama empat hari di Gedung Sate, Bandung. Alasannya, Surat Edaran (SE) Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) yang dikeluarkan Gubernur Jabar Ridwan Kamil dinilai merugikan buruh di Jabar.

"Tuntutan kami Gubernur Jabar mencabut surat edaran tentang upah minimum dan menetapkan UMK melalui surat keputusan. Kenapa, karena amanat UU Nomor 13 tahun 2003, gubernur diberi kewenangan menetapkan upah UMK kabupaten kota melalui SK," tegas Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Roy Jinto, Minggu (1/12/2019).

Menurut dia, baru tahun ini Jabar tidak mengeluarkan SK UMK. Padahal, sejak puluhan tahun, Provinsi Jabar selalu mengeluarkan SK UMK. Selain itu, provinsi lain juga masih menggunakan SK untuk menetapkan UMK 2020.

"Khusus tahun ini dan hanya di Jabar pakai SE. Kami kritisi karena SE ini tidak mengikat, hanya ajakan, dan sifatnya sukarela. Kalau ajakan, artinya perusahaan bisa menaikkan atau tidak menaikkan upah," jelas dia.

Secara kekuatan hukum, kata dia, SE tidak mengikat. Artinya, jika perusahaan tidak bisa menaikkan UMK, mereka tidak terkena pasal pidana. Sementara SK memiliki kekuatan hukum dan bersifat wajib.

Menurut dia, sebenarnya, pihaknya telah menggelar pertemuan dengan Gubernur Jabar yang dimediasi Polda Jabar. Saat itu, pihaknya ditawarkan tiga opsi tanpa ada pencabutan SE. Pertemuan itu pun, kata dia, tidak menemukan titik temu. Pihaknya tetap menolak apapun opsi solusi tanpa ada SK UMK.

"Kalau sampai SE berjalan, maka perjuangan ke depan akan makin sulit. Preseden buruk bagi dunia ketenagakerjaan. Sehingga politik upah murah bisa terjadi sebagaimana ada keinginan pemerintah pusat menghapuskan UMK dan UMSK," beber Roy.

Menurut dia, pihaknya tidak mempersoalkan berapa kenaikan upah, meskipun kenaikan upah mesti merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 tentang Ketenagakerjaan dengan kenaikan 8,51 persen.

"Kami is oke, kami persilahkan, tapi jangan ditetapkan pakai SE yang sifatnya tidak mengikat," ujarnya.

Buruh pun, tambah Roy, bukannya tidak mau investasi masuk ke Jabar. Sebaliknya, buruh sangat senang investasi ddatang "Tapi ada syaratnya, jangan memiskinkan kami sebagai tenaga kerja," tutup Roy.

Ketua SPSI Purwakarta Ira Laila mengatakan, pihaknya siap melaksanakan instruksi organisasi untuk all out berunjuk rasa pada 2-6 Desember 2019.

"Kami sudah instruksikan ke teman di Purwakarta, kami sudah rapat teknis. Dua massa, ada yang pakai motor dan bus. Yang pakai motor akan gabung dengan teman Bekasi dan Karawang untuk datang ke Gedung Sate," katanya.
(abs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 2.0703 seconds (0.1#10.140)