Pakar HTN Sebut Putusan MK Kuatkan Peradi sebagai Single Bar Association

Jum'at, 29 November 2019 - 13:47 WIB
Pakar HTN Sebut Putusan MK Kuatkan Peradi sebagai Single Bar Association
Pakar Hukum Tata Negara Fahri Bachmid. Foto/Koleksi Pribadi Fahri Bachmid
A A A
JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara (HTN) Dr Fahri Bachmid SH MH menilai Putusan Mahkmah Konstitusi (MK) terkait Perkara Nomor: 35/PUU XVII/2018, soal Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) sebagai organisasi advokat tunggal sudah tepat, sesuai argumentasi yuridis dan konstitusional.

Fahri mengatakan, walaupun secara teknis yuridis amarnya adalah menolak permohonan para pemohon, namun dari segi pertimbangan hukum, MK menegaskan hal-hal substansial yang secara materil menjadi pokok permasalahan, konflik, dan perpecahan yang selama ini terjadi di kalangan profesi advokat itu.

“Putusan MK itu menguatkan Peradi sebagai organ negara yang bersifat single bar association. Argumentasi yuridis dan konstitusional yang mahkamah gariskan dan tegaskan dalam pertimbangan hukumnya adalah sangat kuat dan mempunyai basis legal-konstitusional jika dilihat dari segi filosofis dan akademik,” kata Fahri Bachmid dalam keterangan tertulisnya yang diterima SINDOnews, Jumat (29/11/2019)

Menurut Fahri, Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa persoalan konstitusionalitas organisasi advokat sebagaimana dimaksudkan Pasal 28 ayat (1) UU Advokat telah selesai dan dipertimbangkan.

Yakni, Peradi merupakan singkatan atau akronim dari Perhimpunan Advokat Indonesia sebagai organisasi advokat satu-satunya wadah profesi advokat. Putusan MK ini bernomor 014/PUU-IV/2006 tangga 30 November 2006 silam.

Putusan tersebut, ungkap Fahri, maka Peradi memiliki kewenangan sebagaimana ditentukan dalam UU Advokat untuk melaksanakan pendidikan khusus profesi Advokat seperti tercantum pada Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 18/2003.

Juga melaksanakan pengujian calon Advokat Pasal 3 ayat (1) huruf f, pengangkatan Advokat pasal 2 ayat (2), membuat kode etik Pasal 26 ayat (1), membentuk Dewan Kehormatan Pasal 27 ayat (1), dan Komisi Pengawas Pasal 13 ayat (1).

Melakukan pengawasan Pasal 12 ayat (1), serta memberhentikan Advokat Pasal 9 ayat (1). “Vide putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 66/PUU-VIII/2010 bertanggal 27 Juni 201,” ujar Fahri.

Berkaitan dengan keberadaan organisasi-organisasi advokat lain yang secara de facto saat ini, tutur Fahri, hal tersebut tidak dapat dilarang karena konstitusi menjamin kebebasan berserikat dan berkumpul sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 dan Pasal 28E ayat (3) UUD 1945.

Meskipun demikian, tutur dia, organisasi-organsasi advokat lain tidak mempunyai kewenangan untuk menjalankan delapan jenis kewenangan sebagaimana diuraikan pada butir angka (1) di atas.

Hal itu telah secara tegas dipertimbangkan sebagai pendirian MK dalam putusannya berkaitan dengan organisasi advokat yang dapat menjalankan delapan kewenangan dimaksud vide putusan MK Nomor 66/PUU-VIII/2010 bertanggal 27 Juni 2011 silam.

“Berkaitan dengan penyumpahan advokat yang dilakukan oleh Pengadilan Tinggi tanpa mengaitkan dengan keanggotaan organisasi advokat yang saat ini secara de facto ada, tidak serta merta membenarkan bahwa organisasi di luar Peradi dapat menjalankan 8 kewenangan sebagaimana ditentukan dalam UU Advokat, tapi semata-mata dengan pertimbangan tidak diperbolehkannya menghambat hak konstitusional setiap orang termasuk organisasi advokat lain yang secara de facto ada. Sebagaimana dimaksud Pasal 28D ayat (2) UUD 1945 yaitu hak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja," tutur Fahri.

Dalam kaitan tersebut, Fahri mengungkapkan, calon advokat juga harus dijamin perlindungan hak konstitusionalnya untuk disumpah oleh pengadilan tinggi karena tanpa dilakukan penyumpahan calon advokat yang bersangkutan tidak akan dapat menjalankan profesinya.

Karena itu, ungkap Fahri, konsekuensi yuridisnya, berdasarkan putusan MK berkaitan dengan penyumpahan menjadi advokat, maka ke depan organisasi-organisasi advokat lain selain Peradi harus segera menyesuaikan dengan Peradi. Itu adalah perintah MK.

”Sebab sebagaimana telah ditegaskan dalam putusan-putusan MK tersebut di atas, bahwa Peradi lah satu-satunya wadah profesi advokat yang di dalamnya melekat delapan kewenangan, di mana salah satunya berkaitan erat dengan pengangkatan Advokat seperti bunyi putusan MK Nomor 014/PUU-IV/2006 bertanggal 30 November 2006,” ungkap dia.

Berkenaan Pasal 32 ayat (3) dan ayat (4) UU Advokat yang juga dimohonkan pengujian oleh para pemohon a quo, kata Fahri, menurut MK sesungguhnya merupakan pasal yang sudah selesai dilaksanakan dengan telah berlalunya tenggat dua tahun dan dengan telah terbentuknya Peradi sebagai organisasi advokat yang merupakan satu-satunya wadah profesi advokat. ”Sehingga tidak relevan lagi untuk dipersoalkan konstitusionalitasnya vide putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 014/PUU-IV/2006,” kata Fahri.

Fahri menyatakan, pertimbangan hukum MK tersebut menegaskan bahwa Peradi sebagai satu-satunya organisasi advokat yang mempunyai wewenang mengangkat sampai memberhentikan advokat sesuai UU Nomor 18/2003 tentang Advokat, adalah merupakan “vaste jurisprudentie” dari MK. Dengan demikian, tegas dia, maka menjadi imperatif serta bermakna “expressive verbis” agar semua pihak harus berangkat dari putusan mahkamah tersebut.

Fahri meminta semua pihak harus kembali dan duduk bersama dalam semangat konstitusionalisme, alur dan batasan yang telah digariskan oleh MK pascaputusan tersebut, ini merupakan konsekuensi dari supremasi konstitusi dan pelaksanaan prinsip negara hukum. Dia juga meminta negara memastikan bahwa berbagai konflik dan perpecahan ditubuh organisasi advokat harus diakhiri.

Mahkamah Agung (MA) RI pun, ujar Fahri, wajib meninjau serta menyesuaikan sikap dan kebijakannya. Seperti mencabut Surat Ketua MA Nomor 73/KMA/HK.01/IX/2015 terkait Penyumpahan Advokat yang banyak kalangan dinilai bermasalah karena melegalkan penyumpahan advokat tanpa standar dan pola rekruitmen yang baik, serta di luar otoritas Peradi.

”MA harus konstruktif dalam urusan advokat ini. MA juga berkewajiban memastikan dan menjaga sistem penataan dan pengaturan urusan advokat sebagaimana telah diatur dalam UU Advokat. Sebab Peradi secara ketatanegaraan berdasarkan putusan MK Nomor 014/PUU-IV/2006 tanggal 30 November 2006 yang mendefinisikan bahwa organisasi Peradi sebagai satu-satunya wadah profesi Advokat pada dasarnya adalah organ negara dalam arti luas yang bersifat mandiri atau independent state organ yang juga melaksanakan fungsi negara,” ujar dia.

"Semua permasalahan ini harus dituntaskan dengan perspektif putusan MK. Pemerintah lewat Kemenkopolhukam diharapkan dapat turun tangan untuk membantu menata permasalahan Advokat ini, baik dalam rangka penataan regulasi maupun kebijakan-kebijakan strategis lainya, Sebab ini adalah persoalan bangsa yang membutuhkan penanganan secara cermat, sistemik, hati-hati dan komprehensif demi pembangunan hukum yang bersendikan keadilan,” pungkas Fahri Bachmid.
(awd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.6026 seconds (0.1#10.140)