Tersangka Kasus Meikarta Ajukan Gugatan Praperadilan terhadap KPK

Kamis, 28 November 2019 - 15:36 WIB
Tersangka Kasus Meikarta Ajukan Gugatan Praperadilan terhadap KPK
Proyek Meikarta di Kabupaten Bekasi. Foto/SINDOnews/Dok
A A A
BANDUNG - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) digugat praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan oleh Bartholomeus Toto, tersangka kasus suap izin peruntukan dan penggunaan tanah (IPPT) untuk proyek Meikarta.

Supriyadi, kuasa hukum Bartholomeus Toto mengatakan, berkas gugatan praperadilan diterima Panitera PN Jaksel pada 27 November 2019 dengan Nomor perkara 151/Pid.Pra/2019/PN Jaksel.

"Gugatan pra peradilannya sudah kami ajukan ke PN Jakarta Selatan. Sudah diterima panitera. Sidangnya belum dijadwalkan," kata Supriyadi dihubungi wartawan melalui ponselnya, Rabu (27/11).

Dia mengemukakan, praperadilan diatur di Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) bisa diajukan oleh tersangka. Gugatan praperadilan boleh dilakukan untuk menguji sah atau tidaknya penetapan tersangka, penahanan, penggeledahan hingga penyitaan, serta sah atau tidaknya surat perintah penghentian penyidikan (SP3). "Kami mengajukan praperadilan karena penetapan tersangka hanya berdasarkan satu alat bukti," ujar Supriyadi.

Namun, tutur dia, Bartholomeus Toto sudah ditetapkan tersangka. Bahkan Toto ditahan KPK sejak Rabu 20 November 2019. Sedangkan berdasarkan KUHAP, penetapan seseorang sebagai tersangka harus didukung oleh setidaknya dua alat bukti yang cukup.

"Menurut kami, penetapan Bartholomeus Toto sebagai tersangka tidak sah karena tidak didukung dua alat bukti yang cukup. Di sidang praperadilan ini, kami akan menguji kesaksian Edi Dwi Soesianto," tutur dia.

Supriyadi menuturkan, penetapan kliennya sebagai tersangka berawal dari persidangan kasus Meikarta dengan terdakwa mantan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin. Saat itu, saksi Kepala Divisi Land and Acquisition PT Lippo Group Edi Dwi Soesianto menyebut menerima uang Rp10,5 miliar dari Bartolomeus Toto melalui Melda Peni Lestaridari, sekretaris.

Saksi Edi, tutur dia, pemberian uang itu atas sepengetahuan Bartholomeus Toto. Uang diserahkan di helipad PT Lippo Cikarang. Uang tersebut kemudian diberikan secara bertahap kepada Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin pada Juni, Juli, Agustus, September, November 2017, dan Januari 2018.

"Tapi di persidangan, baik Melda maupun Toto membantah telah memberikan uang itu ke Edi Dwi Soesianto. Artinya, kesaksian pemberian uang Rp10,5 M (miliar) itu tidak disertai alat bukti pendukung lain," tutur Supriyadi.

Sebelumnya, Bartholomeus Toto sempat melaporkan Edi Dwi Soesianto ke Polrestabes Bandung atas kesaksiannya di persidangan. "Masalah diterima atau tidak, benar atau salah, urusan nanti. Yang pasti saya akan perjuangkan hak klien saya di mata hukum yang sudah dilanggar KPK. Bahwa ada proses hukum yang sewenang-wenang dalam penetapan tersangka ini," tandas Supriyadi.

Diketahui, penetapan Bartholomeus Toto sebagai tersangka ini merupakan pengembangan kasus suap Meikarta yang telah menjebloskan sejumlah orang ke penjara. Antara lain, Billy Sindoro, Fitradjaja Purnama, Henry Jasmen, dan Taryudi sebagai pemberi uang suap.

Lalu dari penerima suap, kasus ini juga menjebloskan sejumlah pejabat di Pemkab Bekasi ke balik jeruji besi. Yakni, mantan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin, Kadis PUPR Jamaludin, Kadis Damkar Sahat Maju Banjarnahor, Kabid Tata Ruang Dinas PUPR Neneng Rahmi, dan Kepala BPMPTSP Dewi Kaniawati.

Selain Toto, pengembangan kasus ini pun menyeret Sekda Jabar Iwa Karniwa. Dia disangka menerima uang Rp900 juta terkait pengurusan persetujuan substantif Pemprov Jabar atas Raperda RDTR Pemkab Bekasi yang mengakomodasi proyek properti Meikarta.
(awd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.7155 seconds (0.1#10.140)