Serikat Pekerja Pos Indonesia Desak Pemerintah Cabut UU 38 Tahun 2009

Rabu, 27 November 2019 - 21:27 WIB
Serikat Pekerja Pos Indonesia Desak Pemerintah Cabut UU 38 Tahun 2009
Karyawan PT Pos Indonesia yang tergabung dalam SPPI (Serikat Pekerja Pos Indonesia) meminta pemerintah mencabut UU 38 Tahun 2009 karena dinilai tidak memberi manfaat bagi karyawan Pos Indonesia. Foto SINDOnews/Odie K
A A A
JAKARTA - Karyawan PT Pos Indonesia yang tergabung dalam SPPI (Serikat Pekerja Pos Indonesia) meminta pemerintah mencabut UU 38 Tahun 2009 karena dinilai tidak memberi manfaat bagi karyawan Pos Indonesia. Mereka beralasan karyawan Pos yang jelas-jelas berstatus PNS tidak mendapatkan haknya seperti PNS-PNS lainnya dan tidak menciptakan kesejahteraan bagi karyawan Pos Indonesia.

"Kami meminta DPR RI memasukkan ke Polegnas 2020 terkait revisi UU 38 tahun 2009 yang jelas-jelas merugikan karyawan sehingga status PNS karyawan Pos Indonesia terjadi diskriminasi dengan seharusnya PNS negara," ujar Ketua SPPI Jaya Santosa pada RDPU (Rapat Dengar Pendapat Umum) Balegnas DPR RI, Rabu (27/11/2019) di Senayan Jakarta.

Rapat dipimpin Wakil Badan Legislasi DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Rieke Diah Pitaloka.

Menurut Jaya, ada sekitar 43 ribu karyawan Pos Indonesia baik yang sudah pensiun dan meninggal tidak menerima hak nya sebagai PNS, sementara status mereka PNS. Dari 43 ribu tersebut yang sudah pensiun sebanyak 31 ribu, dan aktif sebanyak 12 ribu.

"Negara seharusnya mengeluarkan sekitar Rp17 triliun terkait kewajiban negara kepada karyawan Pos Indonesia, "Dan itu hak karyawan Pos yang jelas-jelas berstatus PNS," kata Jaya.

Sejak perubahan status Pos Indonesia dari Perum menjadi PT Pos Indonesia, kata Jaya, karyawan Pos Indonesia tidak pernah menerima gaji dan bahkan SK Pensiun selayaknya sebagai PNS. Padahal dengan diubahnya status hukum menjadi PT seharusnya PT Pos Indonesia menjadi sehat.

"Tetapi sekarang kita lihat setelah bertahun-tahun, siapa yang meyehatkannya tidak jelas," ungkapnya disambut tepuk tangan anggota SPPI yang ikut juga hadir menyaksikan jalannya RDPU tersebut.

Dijelaskannya berdasarkan kajian akademik Universitas Pajajaran (Unpad) 2014 biaya atau kompensasi yang harus dikeluarkan Pemerintah kepada karyawan Pos Indonesia sebanyak 43 ribu orang tersebut sebesar Rp17 triliun. "Mungkin sekarang sudah Rp20 triliun," ujarnya.

Jaya menceritakan bagaimana di negara-negara lain perusahaan Posnya tetap eksis, maju, bahkan berkembang, dan secara operasional masuk dalam perlindungan negara, seperti di Korsel dan di Jepang.

"Bahkan karyawan Posnya diandalkan untuk ikut serta dalam melindungi negara sebagai agen intelejen, disana jalannya perusahaan Pos dilindungi dan dipantau negara," ujarnya.

Begitupun di Indonesia Pos Indonesia sebenarnya ujung tombak dalam melayani masyarakat, dan membantu negara, seperti kantor Pos di perbatasan.

"Bahkan Pos Indonesia merupakan penyedia layanan E - Commerce pertama kali yang sejak dulu disiapkan negara," pungkas Jaya.
(sms)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.3136 seconds (0.1#10.140)