Keinginan Milenial Beralih ke Energi Baru Terbarukan Sangat Besar

Selasa, 26 November 2019 - 22:53 WIB
Keinginan Milenial Beralih ke Energi Baru Terbarukan Sangat Besar
Foto/SINDONews/Dok/Ilustrasi
A A A
BANDUNG - Keinginan masyarakat, khususnya kalangan milenial untuk beralih ke energi baru dan terbarukan (EBT) sangat besar. Bahkan, mereka rela membayar listrik lebih mahal jika diperoleh dari sumber energi bersih.

Itu merupakan kesimpulan dari hasil survei Koaksi Indonesia. Dari survei yang melibatkan 96.651 warganet sebagai responden itu, diperoleh data bahwa sebanyak 23,8 persen responden memilih matahari sebagai sumber energi terbarukan dan 22,4 persen memilih bioenergi.

Survei dilakukan melalui platform Change.org selama 40 hari selama Mei-Juli 2019 lalu dan disebarkan lewat surat elektronik, media sosial, dan platform percakapan. Survei menjangkau pengguna internet di 34 provinsi di Indonesia.

Sebanyak 67,6 persen responden Koaksi berada pada rentang usia 17 sampai 30 tahun dengan 50,6 persen berjenis kelamin laki-laki dan 49,4 persen berjenis kelamin perempuan serta mayoritas responden (61,8 persen) tinggal di kota besar, seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Banten.

Dari level pendidikan, mayoritas lulusan sekolah menengah atas/kejuruan (46 persen) dan universitas (36,8 persen). Koaksi sengaja mengarahkan target survei kepada anak muda karena jumlah mereka diperkirakan akan mencapai 70 persen populasi pada 2030.

Direktur Eksekutif Koaksi Indonesia Nuly Nazlia mengatakan, banyaknya partisipasi warganet menunjukkan tingkat kepedulian yang cukup tinggi pada isu energi terbarukan.

"Keinginan mereka beralih ke energi terbarukan sangat besar. Bahkan 36,5 persen responden rela membayar listrik lebih mahal bila bersumber dari energi bersih," kata Nuly.

Nuly mengemukakan, sebanyak 44 persen responden Koaksi juga menyadari bahwa sektor energi terbarukan di Indonesia belum berkembang optimal. Sebanyak 19,7 persen responden berpendapat bahwa hambatan itu disebabkan oleh rendahnya pemahaman publik tentang energi terbarukan.

"Terkait hal ini, sebanyak 23,5 persen responden mengaku mendapatkan informasi terkait EBT paling banyak dari media online," ujar dia.

Hambatan lain yang disebut adalah ketergantungan terhadap energi fosil yang masih tinggi (13,9 persen), sementara 13 persen responden lainnya menyoroti persoalan riset yang belum menjadi prioritas pemerintah saat ini.

Meskipun informasi yang membahas EBT masih minim, responden Koaksi masih optimis bahwa Indonesia mampu dan berpotensi mengembangkan energi terbarukan sesuai dengan kekayaan alam yang dimiliki, yaitu matahari (25,5 persen), air (20,6 persen), dan bioenergi (19,5 persen).

"Dan, pemangku kepentingan yang diyakini dapat melakukan perubahan ini adalah presiden dan kementerian (25,5 persen) serta kepala daerah (15,1 persen)," tutur Nuly.

Tak sekadar berharap kepada pemangku keputusan, kaum milenial yang disurvei Koaksi juga berpendapat bahwa masyarakat umum memiliki peran penting dalam mengembangkan energi terbarukan.

"Bagi mereka, menggunakan energi fosil lebih lama berarti menambah lama pula kerusakan lingkungan kedepannya. Oleh karena itu, mereka siap melakukan perubahan gaya hidup dengan melakukan aksi hemat energi," ungkap dia.

Senada dengan hasil survei Koaksi Indonesia, survei terbaru mengenai rooftop solar yang dilakukan Institute for Essential Services Reform (IESR) di Surabaya tahun ini serta di Jabodetabek tahun lalu, juga mendapatkan data bahwa mayoritas rumah tangga yang disurvei mengarah kepada ketertarikan terhadap penggunaan EBT, terutama energi matahari.

"Dari hasil survei IESR terbaru, kami mendapatkan insight bahwa mereka memang mau dan ada keinginan serta menerima penggunaan EBT terutama solar cell. Dan mereka juga menyatakan mau membeli atau membayar kalau disediakan," kata Koordinator Komunikasi IESR Gandahaskara Saputra.

Responden IERS yang menyatakan tertarik dengan solar cell, ujar Ganda, juga menyayangkan belum adanya informasi yang tersentral dan tersistem mengenai sumber EBT ini. Informasi yang mereka butuhkan seputar plus minus listrik energi surya, proses dan cara pemasangannya, hingga preferensi pembiayaan yang memungkinkan untuk pengadaannya.

"Kalau dikaitkan secara spesifik, milenial terutama keluarga baru yang mulai punya properti dan kendaraan sendiri memang mulai mempertimbangkan opsi-opsi baru sumber energi, seperti rumah yang dipasang rooftop solar dan kendaraan listrik. Mereka bahkan berpendapat gaya hidup itu cool, dan trendy," pungkas Ganda.
(awd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.7271 seconds (0.1#10.140)