Volume Sampah di Indonesia Meningkat Pesat, Tata Kelola Harus Cepat-Tepat

Sabtu, 23 November 2019 - 17:15 WIB
Volume Sampah di Indonesia Meningkat Pesat, Tata Kelola Harus Cepat-Tepat
Gundukan sampah di tempat penampungan. Volume sampah di Indonesia meningkat pesat setiap hari. Foto/SINDOnews/Dok/Ilustrasi
A A A
BANDUNG - Pengelolaan sampah di Indonesia perlu dipacu secara cepat dan tepat karena volume sampah yang dihasilkan masyarakat, terutama di kota-kota besar, meningkat pesat setiap hari.

Ketua Indonesia Solid Waste Association (InSWA) Sri Bebassari mengatakan, penanganan masalah sampah berkaitan erat dengan masalah lingkungan hidup.

Jika kondisi lingkungan bersih dan sehat, maka akan berdampak pada kesehatan masyarakat. Jika masyarakat sehat, anggaran untuk sektor kesehatan pun dapat ditekan.

Seperti diketahui, sektor kesehatan merupakan salah satu pos pengeluaran terbesar dalam APBN maupun APBD. Berbagai upaya pun ditempuh untuk menekan pengeluaran di sektor kesehatan, salah satunya dengan menciptakan lingkungan yang sehat bagi masyarakat. Karena itu, tata kelola sampah merupakan suatu investasi yang harus diterapkan.

"Lihat saja mengapa kita mau membayar biaya yang cukup mahal untuk menginap di hotel. Salah satunya adalah karena kondisi kamar dan toiletnya bagus dan nyaman," kata Sri dalam keterangan tertulisnya yang diterima SINDOnews, Sabtu (22/11/2019).

Menurut Sri, sejumlah pihak menyebut, selain sebagai investasi, pengelolaan sampah juga harus dilihat sebagai suatu kedaruratan. Dia mencontohkan problem sampah di kota Bandung dan tertutupnya permukaan kali oleh sampah di kawasan Bekasi, termasuk Jakarta sebagai penyebab utama banjir.

Sri juga mengakui, biaya penanganan dan pengelolaan sampah cukup tinggi dan ini pun berlaku di negara-negara maju. Perhitungan dana yang dibutuhkan bergantung pada volume sampah yang akan diolah serta teknologi yang digunakan.

Untuk mengatasi tingginya biaya pengelolaan sampah, dia merujuk kebijakan yang dilakukan negara-negara maju, seperti Singapura dan Jepang. WargaSingapura dan Jepang membayar iuran untuk pengelolaan sampah.

"Di Singapura, satu rumah tangga membayar sekitar Rp200.000 setiap bulan, maka tidak heran sampah bisa dikelola dengan sangat baik. Hal ini juga bisa diterapkan di kota-kota besar di Indonesia," ujar dia.

Sri juga mengingatkan jika pengelolaan sampah harus ditangani oleh pihak-pihak yang berkompeten dengan sampah, sehingga hasilnya memuaskan. "Jangan sampai ada pihak yang baru memiliki sedikit pengetahuan soal sampah, tapi sudah bicara seolah-olah sangat paham soal sampah. Masalah ini harus ditangani oleh pihak yang sangat kompeten karena soal sampah itu cukup rumit," tutur Sri.

Menurut wanita yang sudah puluhan tahun bergelut dengan masalah sampah itu, keberhasilan penanganan masalah sampah juga akan berdampak positif bagi sektor lainnya.

Adapun efek yang ditimbulkan adalah hasil pengelolaan sampah itu bisa dijadikan bahan bakar bagi pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSA) dan kompos untuk kegiatan pertanian dan perkebunan. "Jadi, benefit yang ditimbulkan dari pengelolaan limbah sampah juga bisa dirasakan sektor lainnya," ungkap dia.

Sri menilai, PLTSA cocok diterapkan di Indonesia sebagai salah satu alternatif sumber energi. Sri menjadi salah satu tim dalam pembuatan feasibility study penerapan PLTSA

Menurut Sri, pemerintah saat ini terus berupaya mencari sumber energi terbarukan sebagai alternatif sumber energi yang selama ini sebagian besarnya berasal dari minyak bumi.

Kemunculan sumber energi baru bisa mengatasi ketergantungan Indonesia akan impor minyak bumi yang masih tinggi. Jika menilik masalah upaya minimalisasi ketergantungan pada minyak bumi, pemerintah melalui PLN mempersiapkan diri mencapai bauran energi baru terbarukan (EBT) sebesar 23 persen pada 2025.

Dengan kondisi di atas, maka saat ini merupakan masa transisi Indonesia untuk menghadirkan green energy untuk kehidupan masa depan bersama. Selain itu, jika EBT dengan bahan baku sampah ini digunakan, maka persoalan sampah pun dapat diselesaikan.

Diketahui, saat ini, PLN gencar melakukan kampanye yang disebut EcoMoving, yaitu perubahan gaya hidup dalam penggunaan alat transportasi salah satunya mendorong masyarakat menggunakan transportasi masal yang menggunakan green energy seperti MRT (mass rapid transport), KRL (kereta listrik), LRT (light rail transit), bus listrik atau kendaraan berbahan bakar green energy, seperti mobil listrik dan sepeda listrik.
(awd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.7353 seconds (0.1#10.140)