Begini Proses Bayi Tabung di Balik Laboratorium

Minggu, 09 September 2018 - 22:45 WIB
Begini Proses Bayi Tabung di Balik Laboratorium
Deti Nurdianti, Embriolog di Klinik Morula IVF Melinda, RS Melinda 2 Bandung menunjukkan laboratorium bayi tabung. Foto/SINDONews/Agus Warsudi
A A A
BANDUNG - Masyarakat di Indonesia, terlambat tahu tentang bayi tabung. Ini terjadi karena edukasi tentang teknologi reproduksi berbantu itu belum meluas.

Embriolog di Klinik Morula Invitro Fertilization (IVF) RS Melinda 2 Bandung Deti Nurdianti K MSi mengatakan, awam menganggap bayi tabung itu bayi yang dibuat di dalam tabung. Walaupun memang proses pembentukan embrio berlangsung di dalam cawan atau tabung. Tetapi jangan membayangkan bahwa bayinya akan keluar dari tabung-tabung tersebut. Bukan seperti itu.

“Proses pembentukan atau pembuahan sel telur oleh sperma hingga menjadi embrio di dalam cawan atau tabung hanya tiga sampai lima hari. Selebihnya, dikembalikan lagi ke rahim. Jadi proses kehamilan hingga anak dilahirkan, berlangsung alami di dalam rahim ibu,” kata Deti kepada KORAN SINDO di Klinik Morula IVF Melinda, RS Melinda 2 Bandung, Jalan Dr Cipto, Kota Bandung, Jumat (7/9/2018).

Bayi tabung adalah teknologi reproduksi berbantu yang secara keseluruhan efektif diterapkan untuk pasangan suami istri di bawah usia 35 tahun, sangat baik di bawah usia 30. Sedangkan bagi pasangan dengan usia di atas 35 tahun, program bayi tabung kemungkinan keberhasilannya menurun.

“Yang harus berusia di bawah 35 itu perempuannya. Karena kaitannya dengan kemampuan hamil dan melahirkan,” ujar dia.
Dosen Program Studi Biologi, Fakultas Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati (SITH) Institut Teknologi Bandung (ITB) ini mengemukakan, embriolog bekerja di laboratorium untuk membantu tindakan dokter. Teknologi reproduksi berbantu itu banyak yang melibatkan peran tenaga ahli embrio dan sperma.

Begini Proses Bayi Tabung di Balik Laboratorium


Yang melibatkan embriolog di laboratorium itu, pertama menganalisa dan memeriksa sel sperma dan telur atau ovum. Kedua, tindakan inseminasi intrauteri atau penyuntikan sperma ke dalam rahim.

Sebelum disuntikan ke rahim, embriolog membantu memilihkan dan menyiapkan sel sperma yang terbaik. Seperma dicuci dipilihkan yang terbaik kemudian diberikan ke dokter untuk dimasukkan ke rahim. “Jadi tindakan medis semua dilakukan oleh dokter. Kami yang dilaboratorium hanya membantu,” ujar Deti.

Ketiga, adalah bayi tabung atau IVF. Peran tenaga ahli embrio dan sperma, lebih besar lagi. Dokter yang mengambil sel telur dan sperma pasien suami istri, sedangkan embriolog yang mengecek kualitasnya.
Jika baik, sel telur itu disatukan dengan sel sperma oleh embriolog. Jangka waktu proses penyatuan sel sperma dengan ovum hingga membentuk embrio, satu sampai lima hari. Lebih dari lima hari, tidak boleh.

Prosesnya seperti ini, sel sperma disuntikan ke dalam sel telur dengan teknik Intracytoplasmic sperm injection (ICSI) atau penyuntikan sperma ke sitoplasma dari sel telur. Setelah disuntikkan, kemudian ditumbuhkan di laboratorium. Setelah dua hari, embriolog akan melihat hasil dari penyatuan itu, berkembang jadi embrio atau tidak.

Setelah jadi, proses selanjutnya dari bayi tabung adalah transfer embrio ke rahim ibu. Transfer embrio ini bisa dilakukan di hari ketiga dan kelima jika kualitas embrionya bagus. “Yang mentransfer embrio ke rahim ibu, dokter. Kami hanya memberikan embrio hasil dari proses ICSI itu tadi,” tutur Deti.

“Jika diistilahkan, tenaga ahli embrio dan sperma atau embriolog, seperti koki yang meracik bumbu dan bahan-bahan sehingga menjadi menu makanan,” ujar perempuan yang berprofesi sebagai embriolog di RS Melinda Bandung sejak 2012 ini.

Sebagai koki, ungkap dia, butuh bahan-bahan yang bagus untuk menghasilkan makanan yang lezat. Begitu pula embriolog di klinik bayi tabung, membutuhkan bahan baku sperma dan ovum yang bagus juga, untuk menghasilkan embrio berkualitas excellent atau terbaik. Selanjutnya embrio itu diberikan ke dokter untuk ditanam di dinding rahim si ibu.

“Sel telur dan sperma bagus kami bisa bantu mengoptimalkan untuk menghasilkan embrio yang bagus juga. Namun ketika sel telurnya kurang bagus, bentuknya tidak beraturan atau ada tanda-tanda kematian, itu sering kami jumpai. Dari spermanya, jumlah sedikit, pergerakannya lambat, dan bentuknya tidak normal, itu akan mempengaruhi keberhasilan untuk menghasilkan embrio yang bagus,” ungkap dia.

Di dunia, keberhasilan teknologi bayi tabung di angka 30%. Tetapi kita bisa tingkatkan, untuk pasangan yang berusia di bawah 35 tahun, persentase keberhasilan di angka 50%, bahkan bisa lebih dari itu. Apalagi dengan teknologi yang semakin maju, keberhasilan bayi tabung bisa ditingkatkan.

“Embrio yang terbentuk dan matang di hari ketiga, tingkat keberhasilannya menjadi bayi 30%. Sedangkan embrio yang bertahan dan bagus sampai hari kelima, tingkat keberhasilannya sampai 70%,” kata Deti.

Dulu, sebelum teknologi reproduksi berbantu atau bayi tabung belum maju, embriolog belum berani memproses embrio sampai tiga atau lima hari. Mereka mengambil sel telur, sperma lalu disatukan. Besoknya setelah terjadi pembuahan langsung ditransfer ke rahim.

Karena saat itu, embriolog belum berani memproses lebih lanjut lantaran media, inkubator, alat-alatnya, belum memadai. Mereka tidak yakin bisa menghasilkan embrio yang bagus.

“Sekarang, teknologi dan peralatan telah memadai, ternyata embrio bisa bertahan tiga hingga lima hari sehingga menjadi embrio yang berkualitas baik dan siap ditanam di rahim,” tutur dia.

Begini Proses Bayi Tabung di Balik Laboratorium


Sebab, ujar Deti, ternyata tidak semua sel telur yang terbuahi bisa berubah menjadi embrio dan tidak semua embrio bisa berkembang bagus semua. “Kualitas embrio itu ada tingkatannya, excellent, good, moderate, dan poor. Jadi, tentu embrio yang berkualitas bagus lah yang kelak akan tumbuh menjadi bayi. Namun embrio yang diproses selama lima hari, itu pilihan. Sehingga persentase keberhasilannya mencapai 70%,” ujar dia.

Namun, setelah embrio ditanam dirahim, semua diserahkan kepada Tuhan, yang maha menentukan. Sebab, selain embrio, proses kehamilan, tumbuhnya embrio menjadi bayi yang sehat juga ditentukan oleh kondisi si ibu. Sehat atau tidak, memiliki gangguan di rahim atau tidak.

“Makanya, kami hanya memberi persentase 70% keberhasilan dan 30% gagal. Tingkat kegagalan 30% ini cukup besar. Jadi kompleks sekali bayi tabung itu,” kata Deti.
(awd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 2.2654 seconds (0.1#10.140)