Satu Keluarga Setahun Tilap Insentif PPN Rp98 Miliar

Senin, 18 November 2019 - 13:11 WIB
Satu Keluarga Setahun Tilap Insentif PPN Rp98 Miliar
Wadirreskrimsus Polda Jabar AKBP Hari Brata (tengah) dan Kabid PPIP Kanwil DJP Jabar I Rustana Muhamad Mulud Asroem saat ekspos kasus penggelapan PPN di Mapolda Jabar. Foto/SINDOnews/Agus Warsudi
A A A
BANDUNG - AAP alias A, AS alias DAS, AP, dan R, empat pria yang terhitung masih satu keluarga ditangkap Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) lantaran menilap insentif pajak pertambahan nilai (PPN) senilai Rp98.059.726.832. Kejahatan di bidang perpajakan ini dilakukan keempat tersangka selama satu tahuin, sejak 2018 hingga Juli 2019.

Wakil Direktur Reskrimsus (Dirreskrimsus) Polda Jabar AKBP Hari Brata mengatakan, penangkapan terhadap keempat tersangka setelah penyidik Korwas PPNS Ditreskrimsus Polda Jabar bersama penyidik dari Kanwil Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jawa Barat melakukan penyelidikan atas dugaan penggelapan insentif PPN.

Hasil penyelidikan dan penyidikan, petugas mendapatkan bukti ada dugaan kuat bahwa AAP alias A, AS alias DAS, AP, dan R telah melakukan tindak pidana di bidang perpajakan yaitu dengan sengaja menerbitkan dan atau mengedarkan dan atau menjual faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi sebenarnya alias fiktif.

"Tindakan ini diatur dan diancam pidana menurut Pasal 39A huruf a Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Perbuatan keempat tersangka menimbulkan kerugian pada pendapatan negara sekitar Rp98.059.726.832," kata Hari di Mako Ditreskrimsus Polda Jabar, Jalan Soekarno-Hatta, Kota Bandung, Senin (18/11/2019).

Berdasarkan kewenangan yang diatur dalam KUHAP dan PERKAP Nomor 6 Tahun 2010, ujar Hari, Korwas PPNS Ditreskrimsus Polda Jabar berperan dalam melakukan pendampingan dan pemberian bantuan teknis di antaranya atas kewenangan upaya paksa berupa membawa saksi, penangkapan, dan penahanan, penyitaan, penggeledahan atau bantuan teknis Iainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

"Berdasarkan permohonan penyidik Kanwil DJP Jawa Barat I, Korwas PPNS Ditreskrimsus Polda Jabar telah melakukan penahanan terhadap tersangka sejak 19 September 2019 dan penahanan telah diperpanjang sesuai surat dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat," ujar Hari.

Dia menuturkan, proses koordinasi dan kerja sama antara Korwas PPNS Ditreskrimsus Polda Jabar bersama Kanwil DJP Jawa Barat l yang telah berjalan selama ini merupakan wujud sinergitas pelaksanaan penyidikan antara PPNS Ditjen Pajak dengan penyidik Polri.

"Kerja sama ini diamanahkan dalam Perkap Nomor 6 Tahun 2010 dengan berlandaskan pada asas kebersamaan, akuntabilitas, professional, efektif, dan efisien," tutur Wadireskrimsus.

Kabid Pemeriksaan Penagihan Intelijen dan Penyidikan (PPIP) Kanwil DJP Jawa Barat I Rustana Muhamad Mulud Asroem mengatakan, empat pria asal Bogor yang masih satu keluarga itu menerbitkan faktur pajak bodong dan menggelapkan insentif PPN.

Para tersangka, kata Rustana, menerbitkan fakur pajak fiktif untuk tiga perusahaan, yaitu PT LSE, PT SPJ dan PT PIK. Perusahaan itu bergerak di bidang niaga penjualan bahan bakar minyak (BBM).

Kerugian negara yang sudah ditaksir sekitar Rp98 miliar lebih. Jadi fee pajak pertambahan nilai (PPN) yang dikeluarkan negara, itu yang diambil pelaku.

"Modus tersangka seolah-olah melakukan kegiatan pajak, tapi menggunakan perusahaan fiktif. Aktivitas penerbitan pajak bodong itu berlangsung sejak September 2018 sampai Juli 2019," kata Rustana di tempat sama.

Tersangka AAP dan AS, ujar Rustana, menerbitkan faktur pajak untuk perusahaan itu. Ketiganya seolah-olah membeli BBM untuk mendapatkan fee pajak dari negara.

Namun kenyataannya, tiga perusahaan tersebut, PT LSE, SPJ, dan PIK tidak memiliki izin untuk melakukan niaga BBM dari instansi berwenang. Tidak memiliki gudang tangki penampung BBM dan tidak pernah melakukan pembelian stok BBM solar untuk diperjualbelikan. Faktur pajak kemudian diunggah secara elektronik.

Selain menerbitkan faktur pajak bodong untuk tiga perusahaan, para pelaku juga menjualnya lagi ke sesama penerbit pajak. "Pelaku menjual dengan harga antara 0,5 persen sampai dengan satu persen dari nilai PPN yang tercantum dalam faktur pajak tersebut," tutur dia.

Rustana mengungkapkan, keempat pelaku dijerat Pasal 39A huruf a jo Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 jo 64 KUHP untuk tahun pajak 2018 sampai dengan 2019. "Keempat tersangka terancam hukuman pidana penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 6 tahun," ungkap Rustana.

Menurut Rustana, kasus penggelapan pajak seperti ini banyak terjadi di Jawa Barat. Saat ini pihaknya masih melakukan penyelidikan. "Mudah-mudahan upaya penegakan hukum terhadap para pelaku penggelapan pajak ini terus berlanjut," tandas dia.
(awd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 4.4814 seconds (0.1#10.140)