Kejari Depok Segera Lelang Aset Milik PT First Travel

Minggu, 17 November 2019 - 21:54 WIB
Kejari Depok Segera Lelang Aset Milik PT First Travel
Kejaksaan Negeri Depok dalam waktu dekat akan melakukan lelang atas aset milik PT First Travel. Dalam putusan pengadilan menyebutkan bahwa aset First Travel diserahkan pada Negara. Foto Dok SINDOnews
A A A
DEPOK - Kejaksaan Negeri Depok dalam waktu dekat akan melakukan lelang atas aset milik PT First Travel. Dalam putusan pengadilan menyebutkan bahwa aset First Travel diserahkan pada Negara. Dengan demikian maka seluruh hasil lelang nantinya akan dimasukkan dalam kas Negara.

Kepala Kejaksaan Negeri Depok, Yudi Triadi mengatakan, hingga saat ini bunyi putusan kasus tersebut telah berkekuatan hukum dan dinyatakan aset dirampas untuk negara.

"Sehingga otomatis uang hasil lelang nanti masuknya ke negara semua," katanya, Minggu (17/11/2019). Keputusan tersebut diambil untuk menghindari hal yang tak diinginkan yaitu keributan antara korban.

Sehingga diputuskan bahwa aset diserahkan pada negara. Dikatakan Kajari bahwa, kasus pencucian uang ini berasal dari uang nasabah yang dibelikan sejumlah aset oleh pemilik travel hingga nilainya ditaksir miliaran rupiah.

"Daripada uang ini jadi ribut dan konflik akhirnya diputuskan agar uang tersebut diambil negara," ucapnya. Pihak kejaksaan mengaku telah memperjuangkan hak korban. Hanya saja, kata dia, Pengadilan Tinggi Bandung menguatkan Putusan Hakim Tingkat Pertama sehingga aset First Travel diambilalih Negara.

Menurut Yudi, jaksa tetap berusaha memperjuangkan hak korban dengan upaya Kasasi ke Mahkamah Agung, namun hasil Putusan Kasasi tersebut tetap menguatkan Putusan Pengadilan Negeri yang menyatakan barang bukti Nomor 1-529 tetap dirampas untuk Negara.

"Kejaksaan Depok telah melakukan upaya hukum acara pidana dalam melakukan penegakkan hukum untuk memberi rasa keadilan terhadap perbuatan pidana dan pencucian uang para Pemilik PT. First Anugerah Karya Wisata yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan First Travel," ucapnya.

Kajari menambahkan bahwa perkara First Travel dilimpahkan ke Pengadilan Negeri (PN) Depok pada 9 Februari 2018. Kemudian dilakukan penuntutan pada tanggal 7 Mei 2018.

Dalam tuntutan, Jaksa menyatakan, agar barang bukti dikembalikan ke korban melalui Paguyuban Pengurus Pengelola Aset Korban First Travel. Akan tetapi, Putusan Pengadilan berbeda dengan Tuntutan Jaksa.

Sementara itu, sambungnya, Paguyuban tersebut menolak dikarenakan korban First Travel tersebut terdiri atas puluhan ribu jamaah, sehingga barang bukti yang bernilai ekonomis dirampas untuk Negara.

Oleh karena itu, Jaksa Banding pada 15 Agustus 2018. Namun, Pengadilan Tinggi Bandung menguatkan Putusan PN Depok yang oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dilakukan upaya hukum lagi Kasasi ke Mahkamah Agung.

"Mengenai Putusan Majelis Hakim seperti apa, bukanlah kewenangan kami JPU. Dan semua perkara pidana First Travel tersebut sudah berkekuatan hukum tetap atau inkracht. Sedangkan masalah Perdata Gugatan terhadap Aset First Travel masih pending," ucapnya.

Humas PN Depok Nanang Herjunanto mengatakan, perkara pidana First Travel terdiri atas dua perkara. Dan bunyi Putusan Majelis Hakim atas perkara tersebut menyatakan, barang bukti dirampas untuk Negara.

"Perkara Pidana kasus First Travel adalah semuanya sudah inkracht. Putusan Pengadilan Tinggi Bandung dan Kasasi Mahkamah Agung menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Depok. Apabila ada pihak-pihak yang merasa tak puas atas putusan tersebut, dapat melakukan upaya hukum. Sebab, setiap warga negara berhak melakukan upaya hukum," katanya.

Sementara itu, Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Edwin Partogi Pasaribu mengatakan, pihaknya tidak setuju jika aset sepenuhnya digunakan untuk kepentingan negara.

Alasannya, kata dia negara tidak dirugikan sedikitpun dalam hal ini. Yang harus diperhatikan, kata dia justru soal jamaah korban penggelapan uang lah yang mengalami penderitaan berat.

"Negara tidak boleh mengambil keuntungan dari kasus ini, justru hak-hak korban yang harus dipikirkan. Bayangkan, selain sudah menderita kerugian berupa materi yang tidak sedikit, terkadang korban juga mengalami penderitaan psikis akibat terpaan rundungan sosial dari lingkungan sekitar karena gagal umroh. Bahkan yang menyedihkan jika ada korban yang jatuh sakit karena memikirkan kegagalan mereka berangkat ke tanah suci," katanya.

Pihaknya menawarkan beberapa solusi yang diharapkan dapat menjadi pertimbangan pemerintah. Pertama, LPSK mengusulkan agar para korban First Travel melakukan pendekatan ke pemerintah melalui Kejaksaan Agung dan Menteri Keuangan untuk meminta seluruh aset yang disita pemerintah dikembalikan kepada seluruh korban.

Kedua, korban bisa mengajukan ganti kerugian kepada pelaku melalui pengajuan restitusi ke pengadilan, untuk hal ini LPSK dapat memfasilitasi bila mana korban mengajukan permohonan.

Namun kata Edwin, dua tawaran solusi ini juga berpotensi menimbulkan masalah baru. Sulitnya mengindentifikasi, verifikasi dan melakukan kompilasi terkait data jumlah korban yang tersebar di seluruh Indonesia, bukti kerugian, dan proses administrasi lainnya menjadi tantangan sendiri yang tidak mudah dijalankan.

Belum lagi jumlah aset yang disita tidak sebanding dengan nominal kerugian yang diderita korban. Bila aset itu dibagikan rata kepada korban, tentu nilainya menjadi kecil dan belum tentu seluruh korbannya ikhlas menerima.

Oleh karena itu menurut Edwin, LPSK menawarkan opsi ketiga sebagai jalan tengah dengan mendorong pemerintah agar pemanfaatan aset sitaan kasus First Travel dapat digunakan sebagaimana tujuan para korbannya, yakni beribadah.

LPSK menyarankan para korban meminta Kejaksaan Agung dan Kementerian keuangan agar aset sitaan first travel digunakan membangun rumah ibadah berupa masjid dan musala di beberapa titik tempat para korban berasal.

"Masjid atau musala yang dibangun dengan menggunakan aset itu sepenuhnya atas nama korban, amal jariyahnya pun tidak terputus dan akan terus mengalir pahalanya bagi korban. Selain itu masjid atau musala yang dibangun bisa menjadi monumen pengingat agar masyarakat tidak lagi ada yang menjadi korban serupa di masa yang akan datang," pungkasnya.
(sms)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 2.0481 seconds (0.1#10.140)