Tekan Pemilu Curang, Bawaslu Jabar Didik Kader Pengawas Partisipatif

Rabu, 13 November 2019 - 14:54 WIB
Tekan Pemilu Curang, Bawaslu Jabar Didik Kader Pengawas Partisipatif
Sejumlah narasumber memaparkan berbagai potensi pelanggaran pemilu dalam kegiatan Media Gathering yang digelar Bawaslu Jabar di Cikole Jayagiri Resort, Selasa-Kamis, 12-14 November 2019. Foto/Humas Bawaslu Jabar
A A A
BANDUNG - Jelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Jawa Barat membuat terobosan dengan mendidik kader-kader pengawas pemilu untuk mengantisipasi berbagai macam potensi kecurangan yang dimungkinkan terjadi dalam pesta demokrasi lima tahunan itu.

Para kader pengawas pemilu tersebut diberikan berbagai pengetahuan dan keterampilan dalam mengantisipasi kecurangan lewat Sekolah Kader Pengawas Partisipatif (SKPP). Untuk tahap awal, Bawaslu Jabar menggelar SKPP di delapan kabupaten/kota di Jabar yang akan segera menggelar Pilkada Serentak, 2020 mendatang.

Koordinator Divisi Pengawasan Bawaslu Jabar Zaky Hilmi mengatakan, SKPP menjadi terobosan Bawaslu Jabar, agar peran serta masyarakat dalam mengawasi jalannya pilkada lebih besar lagi. Menurut dia, Jabar menjadi provinsi pertama di Indonesia yang menggelar SKPP di tingkat kabupaten/kota.

"SKPP baru dilakukan di Jabar, di provinsi lain belum, ini terobosan Bawaslu Jabar," tegas Zaky dalam kegiatan Media Gathering Bawaslu Kabupaten/Kota dan Media Massa yang digelar Bawaslu Jabar di Cikole Jayagiri Resort, Bandung Barat, Rabu (13/11/2019).

Dalam kegiatan yang digelar sejak Senin 12 November 2019 hingga Kamis 14 November 2019 itu, Zaky menegaskan bahwa SKPP merupakan bentuk komitmen Bawaslu Jabar untuk menghadirkan pengawas partisipatif yang cekatan disertai kemampuan yang mumpuni dalam mengawasi setiap tahapan pelaksanaan pemilu, termasuk Pilkada Serentak 2020.

Selain pengetahuan tentang aturan perundang-undangan, para peserta SKPP yang berasal dari berbagai latar belakang, mulai kader Karang Taruna hingga penyandang disabilitas itu juga diberikan pemahaman terkait berbagai potensi kecurangan yang harus diantisipasi hingga teknis pengawasan dan penindakan di lapangan.

"Ini menjadi komitmen kami, agar peran aktif masyarakat dalam mengawasi jalannya pemilu juga disertai knowledge dan attitude," katanya seraya mengatakan, secara bertahap, SKPP akan digelar di seluruh kabupaten/kota di Jabar.

Ditemui di tempat yang sama, Ketua Bawaslu Jabar Abdullah Dahlan berharap, melalui SKPP, masyarakat akan lebih peduli terhadap pemilu, termasuk agenda pesta demokrasi terdekat, yakni Pilkada Serentak 2020. Selain menyalurkan hak suaranya, masyarakat pun diharapkan terlibat langsung dalam setiap tahapan pemilu.

Menurut dia, SKPP akan digelar setiap tahun, sehingga pihaknya tidak akan berhenti untuk merekrut kader pengawas. Dengan cara ini, dia meyakini, akan semakin banyak masyarakat yang mengerti dan paham tentang pelaksanaan pemilu.

"Jadi masyarakat dilibatkan tidak hanya setahun jelang pemilu saja, tapi dari jauh-jauh hari. Meski pemilunya lima tahun lagi, masyarakat harus tahu dan harus dilibatkan dari sekarang," katanya.

Dia juga meyakini, akan semakin banyak masyarakat yang sudah siap menyambut gelaran demokrasi tersebut dan Bawaslu serta pihak terkait lainnya tidak akan kesulitan untuk mencari sumber daya manusia (SDM) khususnya bidang pengawasan.

"Bayangkan, setahun ada kader sebanyak 90 dikali 27 kabupaten/kota, dikali lima tahun (pemilu lima tahun sekali). Jadi kita sudah memiliki sekitar 9-10 ribu kader yang siap pakai," katanya.

Indeks Kerawanan Pemilu
Selain mendidik para kader pengawas partisipatif, Bawaslu Jabar juga kini tengah fokus menyusun indeks kerawanan pemilu, khususnya di delapan kabupaten/kota yang bakal menggelar Pilkada Serentak 2020.

Koordinator Divisi Humas dan Hubungan Antarlembaga Bawaslu Jabar Lolly Suhenty mengungkapkan, netralitas aparatur sipil negara (ASN) memiliki tingkat kerawanan paling tinggi, terlebih jika incumbent (petahana) kembali mencalonkan diri.

Selain itu, potensi pelanggaran pemilu lainnya di antaranya terkait politik uang dan politisasi SARA, termasuk penyebaran informasi bohong untuk memenangkan salah satu pihak yang mengikuti kontestasi pemilu.

Menurut Lolly, penyusunan indeks kerawanan pemilu merupakan salah satu upaya pencegahan terhadap berbagai potensi dugaan pelanggaran pemilu yang akan bermanfaat untuk penyusunan strategi pengawasan, termasuk pencegahan dan penindakan pelanggaran pemilu.

Dari delapan kabupaten/kota di Jabar yang akan menggelar Pilkada Serentak, Lolly menjelaskan, berkaca pada pilkada 2015 lalu, tingkat pelanggaran paling tinggi terjadi di Kabupaten Indramayu disusul Kabupaten Pangandaran dan Cianjur. Sedangkan Kota Depok merupakan wilayah yang paling sedikit terjadi pelanggaran pemilu.

"Dari pengalaman pilkada 2015 lalu, sesungguhnya kita bisa lihat tiga besar pelanggaran yang terjadi, di antaranya mengenai netralitas ASN, curi start kampanye, dan politik uang. Ini kan soal yang selalu berulang jika pencegahannya tidak maksimal. Ini yang sedang kami dorong. Data 2015 menjadi acuan kami untuk melakukan strategi di pilkada saat ini," paparnya.

Lolly mengatakan, dengan adanya indeks kerawanan pemilu ini, akan ada korelasi terhadap strategi pengawasan yang akan dilakukan Bawaslu. Dia mencontohkan, jika pilkada 2015 didominasi pelanggaran terkait netralitas ASN, maka pihaknya akan memprioritaskan sosialisasi terkait netralitas ASN.

"Diharapkan, dengan strategi pengawasan yang disesuaikan dengan indeks pelanggaran pemilu ini, akan tercipta pemilu yang demokratis," tandasnya.
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.1569 seconds (0.1#10.140)