Kasus Memo di Bogor, Golkar Jabar Pastikan Panggil A Tohawi Besok

Senin, 11 November 2019 - 23:09 WIB
Kasus Memo di Bogor, Golkar Jabar Pastikan Panggil A Tohawi Besok
Bendera Partai Golkar. Foto/SINDO/Ilustrasi
A A A
BANDUNG - Setelah sempat tertunda, DPD Partai Golkar Jawa Barat menyatakan, pemanggilan Ketua Fraksi Golkar DPRD Kabupaten Bogor dijadwalkan besok, Selasa 12 November 2019.

Diketahui, agenda tersebut bertujuan untuk meminta klarifikasi A Tohawi terkait beredarnya memo atau ketebelece berkop DPRD Kabupaten Bogor yang diduga ditandatangani A Tohawi.

Memo tersebut diduga ditujukan kepada salah satu kepala dinas di Kabupaten Bogor untuk kepentingan pribadi yang bersangkutan, yakni menempatkan saudaranya sebagai petugas Tata Usaha (TU) di UPT wilayah Parung, Kabupaten Bogor.

Kepastian jadwal pemanggilan A Tohawi tersebut disampaikan Sekretaris DPD Partai Golkar Jabar Ade Barkah Surahman saat dikonfirmasi SINDOnews, Senin (11/11/2019) malam.

Menurut Ade, pihaknya juga sudah melayangkan surat panggilan resmi kepada A Tohawi untuk memenuhi panggilan tersebut. "Kami sudah layangkan surat panggilan. Pemanggilan Pak Tohawi jadinya besok (Selasa 12 November 2019)," kata Ade.

Ade juga memastikan, A Tohawi akan dimintai klarifikasi terkait beredarnya memo tersebut di Kantor DPD Partai Golkar Jabar di Jalan Maskumambang, Kota Bandung. "Jadwalnya kemungkinan siang, sekitar jam 1 (13.00 WIB). Tempatnya di DPD," ujar dia.

Sebelumnya, Ketua DPD Partai Golkar Jabar Dedi Mulyadi meyakinkan, pihaknya siap memberikan sanksi tegas jika A Tohawi terbukti bersalah. Terlebih, Partai Golkar melarang kadernya memanfaatkan kekuasaan untuk kepentingan pribadi. "Kalau salah ya pasti kami kasih sanksi. Itu (memo) kan salah, dilarang," kata Dedi.

Dedi menegaskan, bila beredarnya memo tersebut melibatkan Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Kabupaten Bogor A Tohawi, pihaknya sangat menyesalkan. Hal itu dilarang dilakukan wakil rakyat karena menyalahi aturan. "Tidak boleh itu (memo). Itu dilarang karena menyalahi aturan," ujar dia.

Menurut Dedi, sesuai aturan, penempatan aparatur sipil negara (ASN) mengacu pada kompetensi dan kualifikasi yang dibutuhkan pada posisi atau jabatan tertentu, baik dalam rekruitmen, penempatan, maupun promosi sebagaimana dianjurkan dalam tata kelola pemerintahan yang baik. "Jadi, tidak boleh ada memo atau ketebelece seperti itu," tandas Dedi.
(awd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.1549 seconds (0.1#10.140)