Cegah Mobilisasi ASN, Bawaslu Jabar Awasi Ketat Calon Petahana

Kamis, 07 November 2019 - 20:33 WIB
Cegah Mobilisasi ASN, Bawaslu Jabar Awasi Ketat Calon Petahana
Ketua Bawaslu Jabar Abdullah Dahlan memaparkan hasil evaluasi Pemilu Serentak 2019 dan antisipasi pelanggaran Pilkada Serentak 2020, Kamis (7/11/2019). Foto/SINDOnews/Agung Bakti Sarasa
A A A
BANDUNG - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jawa Barat bakal memperketat pengawasan terhadap calon kepala daerah petahana di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak, 2020 mendatang.

Langkah tersebut diambil Bawaslu Jabar untuk mencegah mobilisasi aparatur sipil negara (ASN), termasuk sumber daya daerah yang rentan dilakukan calon petahana demi kepentingan politiknya.

Diketahui, delapan kabupaten/kota di Jabar akan menggelar Pilkada Serentak pada 2020 mendatang, yakni Kabupaten Bandung, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Karawang, Kabupaten Pangandaran, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Tasikmalaya, dan Kota Depok.

Ketua Bawaslu Jabar Abdullah Dahlan menyatakan, pihaknya akan membentuk satuan tugas (satgas) khusus yang akan menangani isu-isu khusus dalam penyelenggaran Pilkada Serentak 2020 yang akan digelar di delapan kabupaten/kota di Jabar tersebut.

Berdasarkan kajian dan pengalaman, isu khusus yang kerap muncul dalam penyelenggaraan pilkada tersebut, yakni mobilisasi birokrat dan pemanfaatan sumber daya daerah sebagai modal politik calon petahana.

"Di daerah lebih rentan berkaitan dengan netralitas ASN yang sering ikut membantu salah satu pasangan calon kepala daerah, terutama petahana," ujar Abdullah dalam kegiatan Bawaslu Forum dalam rangka Evaluasi Pemilihan Umum (Pemilu) Serentak 2019 di Hotel El Royale, Jalan Merdeka, Kota Bandung, Kamis (7/11/2019).

Melalui satgas khusus ini, pihaknya akan mencermati indikasi calon petahana memanfaatkan sumber daya daerah demi kepentingan politiknya. Pasalnya, berdasarkan pengalaman dalam pilkada, indikasi penggunaan sumber daya daerah oleh calon petahana cukup kuat.

"Jangan sampai petahana memanfaatkan public resources atau APBD sebagai modal politiknya. Lalu, jangan sampai ada politisasi birokrasi," tegasnya lagi.

Menurut Abdullah, yang umum terjadi menjelang penyelenggaraan pilkada adalah rotasi dan mutasi ASN yang bernuansa politis untuk pemenangan calon petahana.

"Dalam aturan, tidak boleh ada rotasi maupun mutasi dalam enam bulan sebelum pilkada. Jika terjadi, maka hal itu menjadi domain Bawaslu untuk melakukan pengawalan," kataAbdullah.

Abdullah mengakui, peningkatan pengawasan terhadap calon petahana dan ASN tak lepas dari polemik terkait dibolehkannya ASN yang maju dalam pilkada tak perlu cuti. Pihaknya tak menginginkan, ASN menggunakan pengaruh kekuasaannya demi kepentingan politik.

"Itulah kenapa ada norma, soal pentingnya mereka mundur dari jabatan, melepaskan jabatan jika ikut pemilu, agar pengaruh kekuasaan itu tidak memainkan peran dalam proses kontestasi elektoralnya. Nah, ini diharapkan akan lebih objektif kalau mereka melepaskan diri dari jabatan, baru mengikuti kontestasi pemilu," bebernya.

Abdullah melanjutkan, hal lain yang bakal menjadi sorotan satgas khusus tersebut, yakni proses penjaringan calon kepala daerah hingga pencalonan. Pasalnya, proses tersebut rawan diwarnai praktik politik uang.

Oleh karenanya, Abdullah juga mengimbau, partai politik (parpol) dan calon kepala daerah menaati seluruh aturan pemilihan umum (pemilu), salah satunya menghindari praktik politik uang.

"Potensi yang muncul istilahnya ada uang tiket, uang perahu, dan lain sebagainya. Kalau ini terjadi dan pasangan calon terbukti melakukan hal semacam itu, maka pasangan calon tersebut bisa digugurkan sebagai peserta pilkada," tegasnya.

Sementara itu, terkait evaluasi penyelenggaraan Pemilu Serentak 2019, Bawaslu Jabar telah melakukan sejumlah penindakan, di antaranya menindaklanjuti 16 perkara yang sudah inkrah hingga tahap putusan pengadilan.

Ke-16 perkara tersebut, di antaranya terkait politik uang yang implikasinya membatalkan keterpilihan, seperti yang terjadi di Kabupaten Tasikmalaya, Cianjur, dan Indramayu.

Pada Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Legislatif (Pileg) 2019, kata Abdullah, Bawaslu Jabar juga menerima laporan 942 perkara yang umumnya pelanggaran administratif 530 perkara.

Sedangkan sisanya terkait perkara pidana, kode etik, hingga yang dilimpahkan ke instansi lain karena tidak masuk dalam zona regulasi Undang-Undang Pemilu, seperti pelanggaran ASN.

"Bawaslu Jabar juga menyelesaikan 24 perkara sengketa administrasi yang berkaitan dengan proses rekapitulasi pemilu dan peserta pemilu yang tidak puas terhadap mekanisme administrasi," pungkas Abdullah.
(awd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 2.8370 seconds (0.1#10.140)