Nyaris Kolaps, Bulog Diusulkan Jadi Badan Ketahanan Pangan Nasional

Rabu, 06 November 2019 - 21:13 WIB
Nyaris Kolaps, Bulog Diusulkan Jadi Badan Ketahanan Pangan Nasional
Pekerja menata beras di gudang Bulog. Foto/SINDOnews/Dok
A A A
BANDUNG - Kondisi Badan Urusan Logistik (Bulog) yang dikabarkan dalam kondisi hampir kolaps dinilai harus disikapi serius. Diperlukan penanganan jangka pendek dan jangka panjang agar persoalan tersebut dapat diatasi.

Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi menyatakan, dua langkah besar yang mesti diambil untuk menyelamatkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu.

Langkah pertama, kata Dedi, yakni beras Bulog tersalurkan dan pembelian gabah hasil panen berjalan. Menurut Dedi, langkah tersebut merupakan penanganan jangka pendek yang harus dilakukan Bulog.

Oleh karena itu, Bulog mesti diberikan peran untuk pengadaan dan penyaluran beras bagi warga miskin dalam bentuk program bantuan pangan non-tunai.

"Bulog mesti diberikan peran untuk pengadaan sampai distribusinya, menyalurkan beras untuk warga tidak mampu," kata Dedi dalam keterangan tertulisnya, Rabu (6/11/2019).

Sementara penanganan jangka panjang, Bulog secara kelembagaan harus berganti nama menjadi Badan Ketahanan Pangan Nasional.

Ketua DPD Partai Golkar Jabar itu mengatakan, badan tersebut bertugas untuk pengadaan stok pangan nasional dan penyediaan bahan pangan serta menjaga stabilitas harga pangan secara nasional.

"Lembaga ini juga yang melakukan analisa perlu atau tidaknya impor pangan. Badan ini harus setingkat menteri dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Dengan demikian, badan ini akan kuat dan strategis," jelasnya.

Dedi sendiri mengaku, sudah menggelar rapat dengar pendapat bersama Direktur Utama (Dirut) Bulog, Budi Waseso di DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa 5 November 2019 kemarin.

Sebelumnya, dalam rapat kerja tersebut Budi Waseso menjelaskan, kondisi Bulog saat ini kondisinya hampir kolaps mengingat Bulog memiliki beban utang yang besar dan stok beras impor sebanyak 900.000 ton terancam tak bisa dimanfaatkan.

"Kurang lebih ada 20.000 ton beras sudah dikarantina karena rusak parah dan membahayakan untuk dikonsumsi. Bulog juga terancam rugi cukup besar dengan kondisi ini," tandasnya.

Budi menjelaskan, stok beras di gudang Bulog saat ini mencapai 2,2 juta ton. Namun, Bulog tak bisa menyalurkan beras tersebut tanpa perintah dari pemerintah.

Idealnya, lanjut Budi, beras tersebut disalurkan, sehingga saat musim panen pada Maret 2020 mendatang, Bulog bisa mencicil utang.

"Saat ini utang Bulog sebesar Rp28 triliun dengan bunga setiap hari Rp9 miliar. Kondisi ini membuat Bulog dalam kondisi berat," ungkapnya.
(awd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.5006 seconds (0.1#10.140)