KPK Diminta Jangan Diam soal Dugaan Korupsi di PT KBN

Kamis, 31 Oktober 2019 - 15:18 WIB
KPK Diminta Jangan Diam soal Dugaan Korupsi di PT KBN
Pakar hukum Fahri Bachmid. Foto/Koleksi Pribadi Fahri Bachmid
A A A
JAKARTA - Pengamat Hukum dari Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar Fahri Bachmid meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan kepada publik secara berkala perihal hasil penyelidikan terhadap dugaan korupsi di PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN).

Dugaan korupsi di PT KBN itu dilaporkan oleh Keluarga Besar Nahdlatul Ulama (KBNU) Jakarta Utara. Nilai dugaan korupsi yang disebut KBNU mencapai Rp64 miliar.

“KPK harus menyampaikan progres apakah hasil dari penyelidikan sudah menemukan dua alat bukti atau belum. Itu harus diinformasikan kepada publik. Kalau (kasus dugaan korupsi) mendapat perhatian publik, mestinya menyampaikan progres. Jangan diam gitu. Tidak ada salahnya juga kalau disampaikan ke publik. Misalnya masih ada pendalaman, penyelidikan, atau masih pengembangan,” kata Fahri kepada wartawan, Kamis (31/10/2019).

Ditanya apakah KPK perlu memeriksa direksi PT KBN, semisal direktur utama perusahaan plat merah itu, Fahri mengemukakan, hal itu memang penting. Sesuai Undang-undang Tipikor, KPK berhak memanggil dan memeriksa siapapun.

”KPK bisa memanggil siapapun. Yang menjadi aneh kalau KPK tidak melakukan pemanggilan atau pemeriksaan itu,” ujar Fahri yang juga eks pengacara Jokowi-Ma’ruf Amin dalam kasus sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK) ini.

Menurut dia, KPK tidak boleh bersikap diskriminatif dalam menangani dugaan kasus korupsi. Apalagi, dugaan korupsi tersebut merugikan keuangan negara cukup besar dan mendapat perhatian publik.

”Idealnya sesuai UU, KPK tidak diskriminatif. Kalau memang ada peristiwa hukum tanpa ada unsur dari mana asalnya, ya semua orang harus dipandang sama. Kalau ada indikasi korupsi, ya KPK harus menindak. Jangan ada kesan diskriminarif dalam penegakan hukum,” tutur dia.

Disinggung tentang dugaan korupsi di PT KBN ini merujuk hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) seperti disampaikan KBNU Jakarta Utara, Fahri menilai, hasil audit BPK tidak serta merta menjadi dasar bagi KPK untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka.

”Tapi hasil audit itu bisa menjadi pintu masuk. Hendaknya itu menjadi pintu masuk bagi KPK dalam melakukan serangkaian penyelidikan. Jangan berhenti, telisik lebih dalam, ungkap Fahri.

Fahri menyatakan, perkara dugaan korupsi yang tidak tuntas di masa kepemimpinan Agus Raharjdo itu menjadi pekerjaan rumah bagi pimpinan KPK periode selanjutnya, Irjen Firli Bahuri.

”Semua perkara harus dituntaskan. Kalau pak Agus Raharjo tak bisa, maka perkara-perkara harus ditake over oleh KPK yang baru. Perkara-perkara itu harus menjadi prioriras utama,” kata dia.

Kemudian, Fahri meminta agar pemberantasan korupsi terintegrasi, baik dalam fungsi pencegahan dan penindakan. Lembaga-lembaga penegak hukum yang lain seperti Kejaksaan dan kepolisian harus juga diberdayakan. Dengan demikian, lanjut Fahri pemberantasan korupsi terintegrasi

”Jangan lagi menoton ke KPK, sehingga Kejaksaan dan Kepolisan menjadi penonton. Jadi harus proporsional. Kemudian, OTT memang harus ada. Tapi barangkali jangan hanya OTT. Pemberantasan korupsi intinya pada laporan masyarakat temuan-temuan atau non OTT,” ujar Fahri.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Center for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi menilai, kinerja KBN cukup jeblok. Itu dapat dilihat dari penurunan pendapatan usaha KBN.

Pendapatan KBN pada 2017, kata Uchok, mencapai Rp555,44 miliar. Namun pada 2018, pendapatan usaha KBN hanya Rp473,41 miliar. Dengan demikian, dari 2017 sampai 2018, terjadi penurunan pendapatan KBN sebesar Rp82 miliar.

"Artinya kalau terjadi terus menerus PT KBN bisa bangkrut. Makanya, sebelum PT KBN bangkrut, kami meminta Menteri BUMN Erick Thohir segera memecat Sattar Taba karena tidak ada prestasi apapun buat PT KBN," pungkas Uchok.
(awd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.7430 seconds (0.1#10.140)