Pusat Kejar Target Tangani 1.942 Hektare Permukiman Kumuh di Jabar

Selasa, 29 Oktober 2019 - 22:51 WIB
Pusat Kejar Target Tangani 1.942 Hektare Permukiman Kumuh di Jabar
Kepala Balai Prasarana Permukiman Kementerian PUPR Wilayah Jabar, Feriqo Yogananda memaparkan pelaksanaan program Kotaku dalam konferensi pers, Selasa (29/10/2019). Foto/SINDOnews/Agung Bakti Sarasa
A A A
BANDUNG - Jumlah penduduk yang sangat besar ditambah tingginya laju pertumbuhan penduduk serta geliat aktivitas masyarakat, khususnya di wilayah perkotaan, berdampak pada hadirnya permukiman kumuh. Hingga 2019 ini, luas permukiman kumuh di Jabar mencapai 1.942,18 hektare.

Hal tersebut mengemuka di sela-sela Lokakarya Program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku) yang digelar Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) di Hotel Grand Asrilia, Jalan Pelajar Pejuang, Kota Bandung, Selasa (29/10/2019).

Kepala Balai Prasarana Permukiman Kementerian PUPR Wilayah Jabar, Feriqo Asya Yogananda menerangkan, sejak 2018 lalu, pemerintah pusat melalui Kementerian PUPR terus melakukan penanganan permukiman kumuh di Jabar lewat program Kotaku. Pada 2018 lalu, kata Feriqo, permukiman kumuh di Jabar mencapai 4.148,57 hektare.

"Kami sudah menangani wilayah kumuh di Jawa Barat seluas 2.206,39 hektare. Tahun 2019 ini, masih tersisa tantangan untuk menyelesaikan wilayah kumuh seluas 1.942,18 hektare," sebutnya seraya mengatakan, Jabar masuk ke dalam kategori provinsi dengan permukiman kumuh terbesar di Indonesia.

Feriqo melanjutkan, dari total luas permukiman kumuh di Provinsi Jabar tersebut, sekitar 1.400 hektare di antaranya berada di Kota Bandung atau paling luas. Menurut dia, kondisi tersebut tak lepas dari besarnya jumlah penduduk serta geliat aktivitas masyarakat di kota berjuluk Parijs Van Java ini.

"Luasannya memang tersebar di 27 kabupaten/kota (di Jawa Barat), tapi yang paling banyak wilayah kumuh itu di Kota Bandung yang mencapai 1.400 hektare," ujarnya.

Menurut Feriqo, untuk mempercepat penanganan permukiman kumuh di Jabar, pihaknya mendapat tambahan kucuran anggaran untuk program Kotaku. Tahun 2019 ini, jumlah biaya Bantuan Pemerintah untuk Masyarakat (BPM) skala nasional mencapai Rp314,5 miliar atau meningkat dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp223,9 miliar.

“Kami tentu akan berupaya menangani wilayah kumuh ini, agar seluruh wilayah kumuh di Jabar dapat tertangani hingga akhir tahun ini. Dengan anggaran dan waktu yang terbatas, penanganan wilayah kumuh ini tentunya memerlukan koordinasi dan sinergitas yang baik dari kabupaten/kota," paparnya.

Feriqo menegaskan, penanganan permukiman kumuh terkait erat dengan political will dari pemerintah kabupaten/kota. Pasalnya, luas permukiman kumuh yang harus ditangani pihaknya sendiri mengacu pada surat keputusan (SK) bupati/wali kota.

"Biasanya, yang menjadi kendala dalam penanganan wilayah kumuh itu kondisi dan status lahan, seperti di daerah bantaran sungai, permukiman di sepanjang bantaran rel kereta atau di atas lahan yang tidak berstatus hak milik, ini tahapannya leboh panjang," bebernya.

Feriqo menambahkan, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, pemerintah menetapkan total luas permukiman kumuh di Indonesia mencapai 38.431 hektare. Jumlah itu tersebar di 34 provinsi, 269 kabupaten/kota, dan 11.067 kelurahan/desa.

"Hingga 2018, penanganan wilayah kumuh telah mencapai 23.407 hektare atau 61 persen. Sedangkan sisanya 15.024 hektare ditargetkan rampung pada 2019 sebagai batas waktu dari RPJMN," tandasnya.

Seperti diketahui, program Kotaku ini mulai disosialisasikan kepada pemerintah daerah pada 27 April 2016 bertempat. Sumber pembiayaan program Kotaku sendiri berasal dari pinjaman luar negeri dan lembaga donor, seperti Bank Dunia (World Bank), Islamic Development Bank, dan Asian Infrastructure Investment Bank.

Selain itu, sumber dana juga berasal dari kontribusi pemerintah daerah lewat APBD. Tujuan umum program ini adalah meningkatkan akses terhadap infrastruktur dan pelayanan dasar di permukiman kumuh perkotaan untuk mendukung perwujudan permukiman perkotaan yang layak huni, produktif, dan berkelanjutan.

Penanganan permukiman kumuh sendiri ditetapkan melalui sejumlah indikator, di antaranya bangunan gedung, jalan lingkungan, penyediaan air minum, drainase lingkungan, pengelolaan air limbah, pengelolaan persampahan, pengamanan kebakaran, dan ruang terbuka publik.

Masih di tempat yang sama, Kepala Dinas Pemukiman dan Perumahan Jabar, Dicky Saromi mengatakan, permukiman kumuh yang ditangani oleh Pemprov Jabar seluas 629 hektare yang tersebar di 27 kabupaten/kota dengan dominasi di wilayah Bogor dan Bekasi.

"Data ini terus kami update setiap tahun. Wilayah yang sudah dibangun pun harus di-maintenance. Makanya, kami pun berharap ada peran dari organisasi masyarakat untuk mengelola unsur yang kita bangun itu, seperti air bersih, sumur bor kan harus dikelola," katanya.
(abs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 3.1776 seconds (0.1#10.140)