DJBC Jabar Dongkrak Pendapatan dari Cukai Rokok dan Liquid Vape

Senin, 28 Oktober 2019 - 20:02 WIB
DJBC Jabar Dongkrak Pendapatan dari Cukai Rokok dan Liquid Vape
Kepala Kanwil DJBC Jabar Saipullah Nasution di sela-sela seminar Refleksi Pelaksanaan APBN 2019 dan APBN 2020 Antara Harapan dan Tantangan di Aula Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Jabar, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Senin (28/10/2019
A A A
BANDUNG - Kondisi ekonomi yang kurang bergairah tahun ini menuntut Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Jawa Barat mengoptimalkan potensi sumber-sumber pendapatan negara, di antaranya dari tarif cukai rokok dan liquid vape yang belakang digandrungi masyarakat, khususnya kalangan milenial.

Kepala Kanwil DJBC Jabar Saipullah Nasution mengemukakan, situasi ekonomi pada 2018 lebih sehat dan bergairah dibandingkan tahun 2019 ini. Di sisi lain, target penerimaan negara yang dibebankan kepada Kanwil DJBC Jabar naik dari sebelumnya Rp26 triliun pada 2018 menjadi Rp28,8 triliun pada tahun 2019.

"Situasi ekonomi 2018 lebih sehat, lebih bergairah. Importasi besar, cukai besar. Tahun ini, impor itu menurun, saya sampaikan kita shortfall 200 miliar," ungkap Saipullah seusai Seminar Refleksi Pelaksanaan APBN 2019 dan APBN 2020 'Antara Harapan dan Tantangan' di Aula Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Jabar, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Senin (28/10/2019).

Menurut Saipullah, di tengah situasi yang kurang bergairah tersebut, pihaknya telah mengoptimalkan upaya untuk menggenjot pendapatan negara dari bea masuk dan bea keluar dalam aktivitas ekspor-impor, misalnya dengan mengoptimalkan operasi penyelundupan hingga penilaian dokumen yang akurat.

Namun, kata Saifullah, kebijakan pemerintah terkait Free Trade Agreement (FTA) ternyata berdampak signifikan terhadap pendapatan negara dari bea masuk maupun bea keluar. Hampir 88 persen dokumen ekspor-impor yang masuk ke Jabar tidak lagi dikenai bea masuk dan bea keluar alias nol persen.

"Sehingga, penerimaan kita di Jabar ini tergerus. Jabar ini andalannya selain manufaktur adalah tekstil, itu tarifnya tinggi antara 10- 20 persen, tapi kini jadi nol persen, sehingga banyak lost-nya," paparnya.

Sebagai gantinya, pihaknya kini mengoptimalkan pendapatan negara dari cukai rokok. Namun, pihaknya berupaya mengatur keseimbangan dalam menggali pendapatan dari cukai rokok dengan menaikkan tarifnya. Pasalnya, mengacu pada Undang-Undang Kesehatan, produksi rokok setiap tahunnya harus dikurangi.

"Produksi (rokok) diturunkan, tarif (cukai) yang kita naikkan. Kita lihat, tarif tahun depan 23 persen. Kita yakin target pendapatan tetap terealisasi, apalagi dengan fanatisme masyarakat Indonesia terhadap rokok, enggak usah makan yang penting ngerokok," ujarnya diiringi tawa.

Pihaknya yakin, pendapatan negara dari cukai rokok dapat menutupi hilangnya pendapatan negara dari bea masuk dan bea keluar. Bahkan, Saipullah optimistis, pendapatan negara dari cukai rokok tahun ini menembus nilai lebih dari Rp317 miliar atau menjadi surplus Rp160 miliar dari potensi pendapatan negara yang hilang dari bea masuk dan bea keluar.

"Itung-itungannya, tahun ini surplus kurang lebih Rp317 miliar dari cukai karena yang shortfall Rp200 miliar, jadi kita surplus sekitar Rp160 milaran," jelasnya.

Selain cukai rokok, lanjut Saipullah, pihaknya kini tengah membidik sumber pendapatan negara lainnya, yakni dari cukai liquid vape. Menurut dia, konsumsi liquid vape atau cairan rokok elektrik ternyata cukup tinggi di Jabar. Bahkan, Saipullah menyebut, peningkatan konsumsi liquid vape di Jabar mencapai 50 persen. "Sekarang vape agak (konsumsinya) tinggi di Jawa Barat. Pertumbuhannya dari tahun kemarin tumbuh 50 persen," ujarnya.

Pihaknya memanfaatkan momentum tersebut untuk menggenjot pendapatan negara dari cukai liquid vape. "Sekarang kita tertibkan. Potensinya tahun ini sampai Rp100 miliar di Jawa Barat. Tahun kemarin kita dapat sekitar Rp30 miliaran," sebutnya.

Saipullah menerangkan, pihaknya sengaja mengenakan tarif cukai kepada pengusaha liquid vape agar produk tersebut menjadi legal untuk dijual. Menurut dia, pengusaha liquid vape tadinya merasa tidak terlindungi karena tak ada instansi yang mau memberikan izin kepada mereka untuk berjualan. "Cukai mengenakan tarif, itu bukan izin, tapi paling tidak ketika jadi objek cukai, kita pungut, sehingga dia merasa sudah bayar cukai jadi sah," katanya.

Secara keseluruhan, lanjut Saipullah, tren penerimaan Kanwil DJBC Jabar empat tahun terakhir dari 2015 sampai 2018 menunjukkan tren positif. Hal ini mengikuti positifnya tren penerimaan cukai yang mendominasi 95 persen penerimaan Kanwil DJBC Jabar.

Sementara, realisasi penerimaan sampai Triwulan III 2019 sebesar Rp19,33 triliun dengan pencapaian sebesar 67,85 persen dari target Rp28,48 triliun. "Komposisi penerimaan Kanwil DJCB terdiri dari penerimaan kepabeanan Rp602 miliar dan penerimaan cukai Rp18,72 triliun," sebutnya.

Sedangkan terkait kinerja penindakan Kanwil DJBC Jabar, hingga Triwulan III/2019, Kanwil DJBC Jabar telah menerbitkan 1.032 Surat Bukti Penindakan (SBP) dengan estimasi nilai barang hasil penindakan sebesar Rp49,31 miliar. "Potensi kerugian negaranya sebesar Rp23,39 miliar," katanya.
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.3511 seconds (0.1#10.140)